RMOL. Dalam sejumlah perkara yang ditangani KPK, jaksa penuntut umum (JPU) kerap memuat nama-nama yang bukan tersangka, turut melakukan perkara korupsi bersama terdakwa.
Sebut saja perkara dugaan koÂrupsi dana Percepatan PemÂbaÂnguÂnan Infrastruktur Daerah (PPID) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KemeÂnaÂkertrans). Dalam dakwaan terÂhadap SesditÂjen Pembinaan PemÂbangunan KaÂÂwaÂsan Transmigrasi (P2KT) I NyoÂman Suisnaya dan Kabag ProgÂram Evaluasi dan PeÂlaporan Ditjen P2KT KeÂmeÂnaÂkertrans DaÂdong Irbarelawan, jaksa menyeret nama Menteri TeÂnaga Kerja dan TransÂmigÂrasi (MeÂnakertrans) MuÂhaiÂmin IskanÂdar turut bersama-sama terdakwa terlibat kasus ini. PaÂdaÂhal, KPK beÂlum pernah meneÂtapÂkan MuÂhaimin sebagai tersangka.
“Terdakwa Nyoman, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama Dadong Irbarelawan, Abdul Muhaimin Iskandar dan JaÂmaÂluddien Malik pada Jumat (19/8) berÂtempat di kantor KeÂmenÂaÂkerÂtrans, Kalibata, selaku pegawai neÂgeri pada Kemenakertrans teÂlah menerima hadiah uang Rp 2,01 miliar dari Dharnawati,†ujar JPU KPK Zet Tadung Alo dalam pemÂbacaan dakwaan terhadap I Nyoman Suisnaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (16/11).
Dharnawati menyampaikan keÂinginan untuk ikut proyek terÂseÂbut di empat wilayah Papua seÂniÂlai Rp 73 miliar. Atas keinginan DharÂnaÂwati, terdakwa memÂbeÂriÂtaÂhukan bahÂwa harus menyeÂrahÂkan fee 10 perÂsen untuk masing-masing daerah.
Pada kasus lain, yakni dugaan korupsi proyek pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya berupa solar home system di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), JPU KPK juga membeberkan duÂgaan intervensi anggota DPR.
Bentuk intervensi politisi SenaÂyÂan itu berupa titipan agar pihak Kementerian memenangkan perusahaan yang disodorkannya dalam proyek tersebut.â€Namun, jaksa tidak mengungkapkan siapa anggota DPR yang melakukan intervensi tersebut.
Tak diungkapnya siapa anggoÂta DPR itu, tampak dalam sidang perdana bagi terdakwa Ridwan Sanjaya di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Ridwan adalah Pejabat Pembuat Komitmen dalam proÂyek pengadaan dan pemasangan solar home system (SHS) pemÂbangÂkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian ESDM.
Kendati begitu, pimpinan KPK menampik bahwa dakwaan-dakÂwaan seperti itu merupakan keleÂmahan anak buah mereka dalam membuat dakwaan. “Iya, dakÂwaÂaÂnnya memang seperti itu. Tapi, apa yang terungkap dalam perÂsiÂdaÂngan, nanti akan kami proses juga,†ujar Ketua KPK Busyro MuÂqoddas di Gedung KPK, Jakarta.
Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menyatakan, penyebutan seÂjumlah nama yang turut meÂlaÂkuÂkan korupsi dalam dakwaan, tapi belum menjadi tersangka, tidak akan didiamkan begitu saja oleh KPK. “Mengenai dakwaan yang meÂnyebut nama tertentu turut berÂsama-sama melakukan korupsi deÂngan terdakwa, yang turut serta itu pastinya akan kami proses juga. TiÂdak berhenti begitu saja,†ujarnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin. Dia menilai, proses persidangan memang perlu dilakukan terlebih dahulu, barulah nama-nama yang disebut bersama terdakwa melaÂkukan korupsi itu ditindaklanjuti KPK. Karena itu, “nyanyian†di persidangan angat menentukan nasib Muhaimin. “Kami akan lihat dulu kajian tim KPK mengeÂnai hasil sidang, sambil mencari bukti-bukti lain,†ujarnya.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂngaÂkui, JPU KPK tidak menyeÂbutkan, siÂapa anggota DPR yang mengÂinÂterÂvensi proyek tersebut. Namun, kaÂtaÂnya, JPU memiliki strategi terÂsenÂdiri sehingga belum menyeÂbutÂkan identitas anggota DPR tersebut sekarang ini. “NanÂti semua akan melalui proses pembuktian,†katanya.
Dakwaan yang disusun JPU itu, lanjut Johan, telah melalui proÂÂses yang matang di KPK. Dari penyelidikan, penyidikan hingga naik ke penuntutan telah sepeÂngeÂtahuan pimpinan KPK.
Tidak Hanya Sampai Leher
Menurut bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata UsaÂha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya, tindakan jaksa peÂnunÂtut umum (JPU) memaÂsukÂkan pihak lain yang diduga berÂsama-sama terdakwa melaÂkuÂkan korupsi, sah-sah saja. “SeÂlain terdakwa ada yang bantu, ada yang bersama-sama. Turut bersama-sama itu sudah baku, sesuai Pasal 55 dan 56 KUHP,†ujar Alex, kemarin.
Dalam kasus korupsi, lanjut Alex, yang didakwa secara berÂsama-sama itu patut diduga meÂngetahui. “Misal, bawahan yang melakukan, pimpinannya diÂduga mengetahui karena anak buahnya melapor ke atasan. MungÂkin tidak hanya sampai di leher, tapi sampai ke kepala. Mungkin modus operandinya si atasan tidak langsung terlibat, tetapi mereka terlibat,†urainya.
Dia pun mengingatkan, daÂlam banyak perkara, seseorang atau beberapa orang didakwa tuÂrut bersama-sama karena daÂlam melakukan tindak pidana koÂrupsi, seorang terdakwa tidak berdiri sendiri. Dengan demiÂkian, pihak-pihak yang diduga terlibat itu pun akan jelas posisiÂnya dan perannya setelah proses persidaÂngan terhadap terdakwa utama.
“Dalam sebuah dugaan tinÂdak pidana suap misalnya, deÂngan jumlah uang yang besar samÂpai miliaran rupiah, seseÂorang tidak terlepas dari seÂpeÂngeÂtahuan pimpinannya atau orang di atasnya,†ujarnya.
Makanya, pihak-pihak yang disebut dalam dakwaan turut berÂsama-sama terdakwa melaÂkuÂkan tindak pidana, akan diÂproÂses setelah ada putusan terÂhadap terdakwa utama. “ApaÂkah mereka nanti menjadi terÂsangka atau tidak, itu tergantung hasil persidangan. Kalau terÂbukÂti, maka orang-orang yang disebut bersama-sama itu juga harus diteruskan proses hukumÂnya. Tidak boleh dihentikan,†tandasnya.
Wakil Ketua KPK Bibit SaÂmad Rianto menyatakan, peÂnyeÂbutan sejumlah nama yang turut melakukan korupsi dalam dakwaan, tapi belum menjadi tersangka, tidak akan didiamkan begitu saja oleh KPK.
“Mengenai dakwaan yang menyebut nama tertentu turut berÂsama-sama melakukan koÂrupsi dengan terdakwa, yang tuÂrut serta itu pastinya akan kami proses juga. Tidak berhenti begitu saja,†ujarnya.
Tetapkan Dulu Sebagai Tersangka
Sofialdi, Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta
Hakim ad hoc Pengadilan TinÂdak Pidana Korupsi (TiÂpiÂkor) Jakarta Sofialdi meneÂgasÂkan, seseorang yang belum perÂnah diperiksa dan belum diteÂtapkan sebagai tersangka, beÂlum bisa disebut jaksa ikut berÂsama-sama melakukan tindak pidana bersama terdakwa.
“Misalnya, baru diperiksa sebagai saksi sekali, langsung diÂbuat dalam dakwaan secara bersama-sama. Bagi saya itu beÂlum cukup. Penuntut harus memiliki bukti yang cukup dan menjadikan seseorang tersangÂka terlebih dahulu, barulah bisa meÂnyebut orang itu bersama-sama terdakwa di dalam dakÂwaan,†ujar Sofialdi.
Menurut dia, terlalu pagi meÂnyebut seseorang yang belum ditetapkan sebagai tersangka, tapi melakukan tindak pidana bersama terdakwa.
“Penyidik seharusnya meneÂtapkan dulu orang itu menjadi tersangka dengan bukti-bukti yang ada, barulah ditulis dalam dakwaan turut serta bersama-sama,†ujarnya.
Kata Sofialdi, jika belum ada bukti, maka jaksa tidak boleh meÂnyebut nama orang tersebut dalam dakwaan. “Misalnya, kaÂlau menyebut orang itu meÂnerima uang, tetapi tidak memiÂliki bukti penerimaan uang, ya tiÂdak usah ditulis dalam dakÂwaan bahwa yang bersangkutan bersama-sama terdakwa meÂlaÂkuÂkan tindak pidana,†ujarnya.
Bila model dakwaan seperti itu terus berlanjut, menurutnya, bukan tidak mungkin akan ada upaya hukum terhadap jaksa penuntut umum dari pihak yang disebut namanya itu. “Nanti peÂnuntutnya bisa dipraÂpeÂraÂdiÂlanÂkan atau dituntut,†ingatnya.
Kendati begitu, pimpinan KPK menampik bahwa dakÂwan-dakwaan seperti itu meruÂpakan kelemahan anak buah mereka dalam membuat dakÂwaÂan. Menurut Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin, proses perÂsidangan bisa dilakukan terlebih dahulu, barulah nama-nama yang disebut bersama terdakwa meÂlakukan korupsi itu ditinÂdakÂlanjuti KPK.
“Kami akan lihat dulu kajian tim KPK mengenai hasil sidang, sambil mencari bukti-bukti lain,†ujarnya. [Harian Rayat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: