RMOL. Keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah tidak bisa ditunda. Sebab, itu amanat Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009.
“Selama Undang-Undang itu tidak dicabut, selama itu pula Pengadilan Tipikor tidak akan dibubarkan dan tidak akan diÂtunda,†ujar Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa.
Harifin menekankan, Undang-Undang menyebutkan, semua tinÂÂdak pidana korupsi harus diÂadili di Pengadilan Tipikor. KaÂlau ditunda keberadaannya atau diÂbubarkan, maka berakiÂbat baÂnyak koruptor yang bebas dari hukum.
“Terkadang orang yang memÂbuat wacana seperti itu tidak berÂpikir apa akibatnya. Bila tidak ada Pengadilan Tipikor, berapa orang yang bebas dari hukum,†kata Harifin.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bagaimana langkah MA ke depan terkait dengan hakim ad hoc Tipikor?
Hari Minggu (13/11) kami beÂrencana mengumpulkan semua hakim ad hoc Pengadilan Tipikor seluruh Indonesia untuk diberiÂkan pendalaman tentang tindak pidana korupsi selama satu mingÂgu. Jumlahnya hakim yang ikut 122 hakim.
Ada yang mengataÂkan, rekÂrutÂmen hakim ad hoc terÂburu-buru?
Harus dipahami terlebih daÂhulu, rekrutmen ini dilakukan MA. Undang-Undang memberiÂkan jangka waktu dua tahun bagi kami untuk melakukan rekrutÂmen hakim ad hoc. Kami mulai rekrutmen Oktober 2009 sampai Oktober 2011. Proses seleksi itu kami lakukan dengan maksimal dan dengan segala upaya agar perinÂtah Undang-Undang bisa kami laksanakan.
Pada seleksi pertama, kami menjaring 27 orang. Kedua 50 orang. Apabila ada orang yang mengatakan proses seleksi itu terÂgesa-gesa, mungkin orang terÂseÂbut tidak mengikuti prosesnya. TiÂdak membaca Undang-Undang.
Apa benar pengetahuan haÂkim ad hoc Tipikor tidak seÂperti hakim karier?
Orang bisa menilai apapun. Tapi penilaian seperti itu saya raÂsa siÂfatnya subjektif. Dari bukti yang saya sampaikan, para hakim ad hoc itu banyak yang bagus. KiÂta harus menyadari, semua insÂtitusi itu ada yang bagus dan baik.
Bagaimana bekas terdakwa bisa menjadi hakim?
Saat Mahkamah Agung akan melakukan rekrutmen calon haÂkim ad hoc, kami umumkan keÂpada publik semua calon terÂsebut. Ini bertujuan agar masyaÂrakat memberikan masukan kepada kami mengenai track record calon hakim itu.
Namun, tidak ada satu pun yang memberi masukan. BagaiÂmana Mahkamah Agung bisa mengetahui track record calon haÂkim apabila tidak laporan dari masyarakat. Mahkamah Agung bukan malaikat.
Apa rekrutmen hakim ad hoc akan melibatkan pihak lain seperti Komisi Yudisial?
Selama Undang-Undang tidak menyebutkan itu, maka tidak mungÂkin melibatkan institusi tersebut. Undang-Undang menyeÂbutkan, untuk melibatkan unsur-unsur masyarakat. Ini sudah kami lakukan. Beberapa pakar hukum dan LSM seperti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) sudah dilibatkan. LagiÂpula, apakah dengan meminta meÂlibatkan institusi lain dijamin prosesnya akan baik.
Apa mekanisme pemerikÂsaan internal sudah ada?
Sudah ada. Kami mencari apaÂkah ada hakim yang disuap. Dan hasilnya tidak ada hakim yang melakukan hal berbau busuk seÂperti itu.
Soal desakan perlunya peÂngaÂÂdilan Tipikor dievaluasi, bagaimana tanggapan MA?
Silakan saja, asalkan sesuai deÂngan koridor yang berlaku. KaÂrena apapun yang kita lakuÂkan, lanÂdaÂsannya harus Undang-Undang.
Nama Anda sempat disebut dalam kasus DL Sitorus, apa koÂmentarnya?
Saya sudah tanyakan tapi itu tidak benar. Saya tidak bisa meÂnyatakan apakah ada atau tidak ada pihak yang menjual nama haÂkim agung. Tapi mungkin saja itu terjadi. Setiap ada kepentingan seÂlalu ada orang yang mencari kesempatan memperoleh keunÂtungan.
Terkait ada atau tidak ada alirÂan dana kepada hakim, itu adalah weÂwenangnya penegak hukum. SilaÂkan diusut apakah ada atau tidak ada hakim yang terlibat. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: