WAWANCARA

Salim Segaf Al Jufri: Tidak Ada Intervensi Politik Penentuan­ Pah­lawan Nasional

Sabtu, 12 November 2011, 08:58 WIB
Salim Segaf Al Jufri: Tidak Ada Intervensi Politik Penentuan­ Pah­lawan Nasional
Salim Segaf Al Jufri

RMOL. Pemberian gelar pahlawan harus diusulkan dari masyarakat daerah setempat. Kemudian dilakukan seleksi.

Demikian disampaikan Men­teri Sosial Salim Segaf Al Jufri kepada Rakyat Merdeka di Ja­karta, kemarin.

Politisi PKS itu menjelaskan, tahun ini yang memenuhi syarat sebanyak 22 nama. Kemudian diteliti dan dikaji oleh tim.

“Tidak semuanya diserahkan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Ke­hormatan. Dari 22 itu, hanya 12 yang diusulkan ke Istana. Tapi yang mendapatkan gelar pahla­wan nasional  hanya tujuh nama,” jelasnya.

Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Syafruddin Prawiranegara, Id­ham Chalid, H Abdul Malik Ka­rim Amrullah (Buya Hamka), Ki Sarmidi Mangunsarkoro, I Gusti Ketut Pudja, Sri Susuhunan Pa­ku­buwono X, dan Ignatius Joseph Kasimo.

Kementerian Sosial, lanjut dia, mempunyai tim peneliti dan peng­kaji gelar pahlawan nasional beranggotakan 13 orang yang diambil dari luar Kementerian Sosial.

“Tim ini diambil dari luar Ke­men­terian Sosial. Me­reka ber­a­sal dari pa­ra pakar, TNI, perpusta­kaan nasional dan ba­nyak instansi pemerintah dan perguruan ting­gi,” katanya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa dari 22 nama itu, tidak ada nama Soeharto dan Gus Dur?

Dari 22 nama itu me­mang tidak ada na­­ma Soe­har­to dan nama Gus Dur. Makanya, yang kita usulkan ke Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan memang ti­dak ada nama mereka.


Kenapa tidak dimasukkan?

Kita ini bukan memasukkan atau tidak. Tapi masyarakat yang mengajukan. Kemudian diteliti dulu di tingkat kabupaten, wali­kota dan gubernur.

Setelah itu diserahkan ke kita. Kalau semua syaratnya sesuai, ma­ka akan dilakukan penelitian dan pengkajian oleh tim tadi.

Tahun lalu, Soeharto dan Gus Dur memang pernah diusulkan untuk mendapatkan gelar pahla­wan nasional. Tapi penentuan layak atau tidaknya berada di ta­ngan Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Itu hak prerogratif mereka.  


Kalau seperti itu, apa tugas Kementerian Sosial?

Kementerian Sosial hanya me­lihat perlengkapan dan persya­ratan sesuai prosedur, baru kita serahkan kepada tim tadi untuk meneliti.  


Apa harus setiap tahun dia­jukan?

Itu hak masyarakat untuk me­ngusulkan tokoh-tokoh me­reka di tiap daerah yang me­mang layak untuk mendapatkan gelar pahla­wan nasional.

Kalau yang masih ditolak atau yang belum dimasukkan tahun ini, masih ada peluang untuk diaju­kan kembali tahun depan. Tapi syarat-syaratnya harus di­leng­kapi. Barangkali masih ada yang perlu ditambah lagi atau syarat pendudukungnya.


Syarat-syaratnya apa saja?

Ada syarat-syarat umum dan khusus, serta sudah diadakan se­minar. Dalam seminar itu me­mang perlu untuk diusulkan se­bagai pahlawan nasional, baru diangkat ke Kementerian Sosial.

 

Bagaimana kalau ada yang kecewa?

Nggak perlu ada yang kecewa. Kalau belum masuk tahun ini, silakan diajukan lagi dan diper­kuat dengan data-data. Semua­nya masih punya peluang. Kami  fair dan transparan dalam me­nye­­leksi. Tidak ada yang ditu­tup-tutupi.

Saya sebagai menteri tidak mengintervensi kepada tim pe­nyeleksi. Mereka bebas ber­dialog.


Kenapa dari Kementerian So­sial tidak masuk dalam tim?

Kalau kita masuk dalam tim, dikhawatirkan akan ada inter­vensi dari berbagai pihak. Ini bisa tidak independen dan tidak bagus juga. Kita biarkan penilaian di­lakukan oleh para pakar dan aturannya memang seperti itu.


Sudah berapa orang pahla­wan nasional yang diangkat dengan cara seperti sekarang ini?

149 orang, belum banyak. Ka­lau ditambah dengan tahun ini, maka jumlahnya 156 pahlawan.

Setiap anak bangsa ini sah-sah saja untuk jadi pahlawan nasio­nal. Yang penting syarat pertama harus almarhum dulu dan meme­nuhi syarat-syarat yang lain.


Anda yakin tidak ada inter­vensi politik dalam penentuan gelar pahlawan itu?

Ya. Tidak ada intervensi poli­tik. Salah satu alasan kenapa Kementerian Sosial tidak masuk dalam tim, agar tidak ada inter­vensi politik. Sebab, kalau men­teri­nya masuk dalam tim, nggak fair juga. Biarkan para pakar dan para intelektual yang mem­bahas dan berdialog. Kami be­rikan ke­bebasan penuh. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA