WAWANCARA

Busyro Muqoddas: Rekrutmen Hakim Tipikor Abaikan Bibit, Bobot, Bebet­

Rabu, 09 November 2011, 08:46 WIB
Busyro Muqoddas: Rekrutmen Hakim Tipikor Abaikan Bibit, Bobot, Bebet­
Busyro Muqoddas
RMOL.Rekrutmen calon hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah sering mengabaikan filosofi orang Jawa dalam mencari menantu. Yakni: bibit, bobot, dan bebet (3B).

“Bibit itu integritas yang sejak awal diketahui. Bobot meng­gam­­barkan integritas untuk menjadi penegak hukum yang baik. Se­mentara bebet meru­pakan kapa­sitas menjalankan penegak hu­kum yang baik. 3 B ini yang se­ring diabaikan dalam rekrut­men hakim Tipikor,’’ kata Ketua Ko­mi­­si Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqo­ddas kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, ke­marin.  

Menurut Busyro, sesungguh­nya jika dilihat keberadaan ins­titusi penegak hukum di Indone­sia, sudah cukup untuk menegak­kan hukum di negara ini.

“Tapi perekrutan penegak hu­kumnya yang harus direvisi,’’ ujar Busyro.

Berikut kutipan selengkapnya:

Selain masalah rekrutmen calon hakim, apa solusi lain dari banyaknya terdakwa perkara korupsi yang divonis bebas di Pengadilan Tipikor daerah?

Pengadilan Tipikor di daerah itu sebaiknya se­gera dievaluasi. Tipikor itu feno­mena yang me­na­rik sekaligus me­­­­nyedihkan se­kali, karena pu­tu­san-pu­tusannya me­nimbulkan kon­troversi.

Bagaimana cara evaluasi­nya?

Beberapa ele­men harus duduk bersama dalam me­­­­rumuskan kon­sep evaluasi Pe­nga­dilan Tipi­kor di daerah.

Yang paling penting adalah sebelum melakukan evaluasi, Mah­kamah Agung (MA), Ko­misi Yudisial (KY), KPK serta Pukat (Pusat Kajian Masyarakat) UGM sebaiknya duduk bersama untuk merumuskan konsep eva­luasi tersebut.

Hasil evaluasi dalam perte­mu­an itu seperti apa?

Konsep evaluasinya nanti ter­gantung kepada pertemuan itu. Bisa diapakan, ya terserah nanti. Apalagi ini momentumnya ke­bersamaan dengan revisi UU Tipikor.

Lembaga atau hakimnya yang perlu dieva­luasi?

Saya rasa dua-dua­nya, karena pemben­tukan Pengadilan Ti­pikor ini memang ter­buru-buru. Melak­sanakan UU Tipikor sepertinya ku­rang dipersiapkan. Pa­dahal, pengadilan Ti­pikor ini kualifi­kasi­nya harus cermat dan matang.

Masalah SDM-nya untuk kasus Tipi­kor ini juga perlu sa­tu konsep yang jelas, termasuk rekrutmen hakimnya.

Apa perlu perkara korupsi di dae­rah itu disidangkan di Pe­ngadilan Tipikor pusat?

Bisa saja, tapi harus atas dasar otoritas dari MA. Kalau yang dipindah ke Jakarta itu institusi­nya, maka harus berpikir ma­tang terlebih dahulu. Kalau untuk di­bekukan, perlu di­pikirkan juga karena menyangkut hakim yang sudah di­rekrut.

Kasus se­perti apa yang perlu ditarik ke Jakarta?

Kasus-kasus yang sensitif perlu ditarik ke Jakarta untuk semen­tara ini. Mengingat rekam jejak Pengadilan Tipikor di daerah me­mang buruk. Makanya, kasus sen­sitif dialihkan ke Pengadilan Tipikor pusat. Buruknya per­for­ma Pengadilan Tipikor di daerah antara lain akibat kualitas SDM yang kurang menunjang.

Padahal, hakim Tipikor ini seharusnya memiliki kualitas yang baik, ditunjang dengan ke­mampuan yang matang sebagai hakim

Ketua MK Mahfud MD bi­lang Penga­di­lan Tipikor di daerah dibubarkan saja, bagai­mana tanggapan Anda?

Itu karena Pak Mahfud juga punya pertimbangan tersendiri. Tapi pemikiran beliau bisa sama dan bisa berbeda dengan yang lain­nya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA