“Sebelum kita melakukan kaÂjian dan memahami masalah dalam konteks pengadilan TipiÂkor, kita tidak bisa membuat suaÂtu judgement,†ujar calon pimÂpinan KPK Bambang WidjoÂjanto di Jakarta, kemarin.
Setelah dilakukan pengkajian, lanjutnya, sudah didapatkan keÂsimpulan. Apakah ada pembenaÂhan Sumber Daya Manusia (SDM), apaÂkah sistem pengawaÂsannya yang ditingkatkan atau bahkan diÂbubarkan.
Berikut kutipan selengkapnya:
Masalahnya kan sudah jelas, banyak terdakwa perkara koÂrupsi divonis bebas?
Tiap vonis pengadilan itu berÂmacam-macam, bisa bebas, berÂsalah, dakwaan batal demi hukum dan dakwaan tidak dapat diÂteÂrima. Tapi kalau mau jujur, seÂbelum diambil kesimpulan apaÂpun sebaiknya dikaji putusan dan dakwaannya.
Putusannya yang bermasalah atau ada sesuatu yang non legal yang masuk dalam bagian itu. Itu harus diteliti terlebih dahulu. Makanya, saya meÂngusulkan MahÂkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) membenÂtuk tim untuk meneÂlaah dan mengÂkaji seÂbelum sampai pada putusan kesimpulan.
Bagaimana kaÂlau melibatÂkan pihak lain?
Itu bisa dalam tahap selanjutÂnya. Tapi tahap awalnya MA dan KY yang punya kompetensi. Dari hasil kajian itu baru dapat kelanÂjutanÂnya bagaimana meminimaÂlisir potensi korupsi.
Dalam mengawasi pengadilan Tipikor bukan hanya MA dan KY saja, seluruh masyarakat boleh ikut . Namun bagian awal jangan membuat judgment sebelum mengÂkaji. Sebab, bisa sama baÂhayanya ketika judgment itu saÂlah dan tidak sesuai dengan probÂlem. Sama saja Anda sedang meÂlakukan tindakan penghakiÂman dan menyesatkan.
Apakah Pengadilan Tipikor di daerah dihentikan semenÂtara sampai selesai dilakukan pengkajian?
Harus hati-hati dalam masalah ini, jangan sampai salah melangÂkah. Saya kira lebih bijak mengeÂluarkan warning agar para hakim sungguh-sungguh dalam memÂproses hukum acara dan memÂperhatikan etika serta prilakunya.
Jangan diambil judgment yang macam-macam dulu, karena apabila judgment sudah diambil dan ternyata kajian itu tidak sesuai, bisa bahaya.
Oh ya, bagaimana dengan peÂngetatan pemberian remisi dan bebas bersyarat?
Harus ditentukan terlebih daÂhulu filosofi kita mengenai sankÂsi mau diletakkan di mana dan apa filsafat dasar kita tentang pemenÂjaraan itu. Kalau kita beÂlum bisa menjelaskan itu, seluÂruh kebijakÂan yang lain bisa bermaÂsalah. Remisi itu kan hak, lalu filsafat pemidanaan kita mau diletakkan di mana.
Bagaimana dengan kasus yang banyak masuk di KPK?
Data base kasus di KPK itu kan harus dikonsolidasikan. SeÂbab, data base itu bisa muncul dari masyarakat, bisa muncul dari Badan Pemeriksa Keuangan yang membuat laporan keuangan. Atau bisa muncul dari inspektorat atau pun Badan Pengawas Daerah, bisa juga dari temuan.
KonsoliÂdasi ini menjadi penÂting supaya KPK membuat klaÂsifikasi hari ini kecenderungan kasus di mana dan potensi kasus akan ke mana.
Artinya national interest pemÂÂberantasan korupsi kita haÂrus jelas?
Sekarang saya tanya, national interest pemberantasan korupsi kita ada di mana sih. Contohnya begini, jangan sentuh Amerika Serikat di isu gandum dan susu karena mereka akan memproÂteksi itu habis-habisan.
Makanya, harus kita tentukan national interest kita dalam pemÂÂberantasan korupsi. Sebab, tidak mungkin kita perang dengan seÂmua sektor. Sumber Daya ManuÂsia di KPK tidak banyak, seÂhingga harus ada naÂtional inÂterest.
Contohnya?
Apakah mau difokuskan pada sektor yang banyak mendapatkan Anggaran Pendapatan dan BeÂlanja Nasional atau di tempat yang jumlah orangnya cukup banyak, sehingga kalau disentuh bisa meningkatkan kesejahteraÂan masyarakat. KPK bukan lemÂbaga yang bisa menyelesaiÂkan semua masalah. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: