WAWANCARA

Denny Indrayana: Kami dan KPK Sedang Menimbang Pengadilan Tipikor Hanya di Jakarta

Selasa, 08 November 2011, 08:37 WIB
Denny Indrayana: Kami dan KPK Sedang Menimbang Pengadilan Tipikor Hanya di Jakarta
Denny Indrayana
RMOL.Sejumlah kalangan mendesak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah dibubarkan. Sebab, banyak terdakwa yang divonis bebas.

Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Den­ny Indrayana mengatakan,  peng­ha­pusan Pengadilan Tipi­kor di daerah harus berdasarkan kajian.

“Kami dengan KPK sempat memperbincangkan apakah tidak lebih baik kalau Pengadilan Ti­pikor hanya di Jakarta. Saat ini kami dan KPK sedang menim­bang,” kata Denny Indrayana ke­pada Rakyat Merdeka di Jakarta, Sabtu (5/11).

Berikut kutipan selengkapnya:

Apalagi yang dipertim­bang­kan, bukankah Pengadilan Ti­pikor di daerah sudah banyak mem­vonis bebas terdakwa per­kara korupsi?

Penghapusan itu harus ber­da­sarkan kajian atas efektivitas pem­­­berantasan korupsi di daerah.  

Apakah Kemenkumham se­tuju pengadilan itu dibubar­kan?

Nanti kita lihat mana yang akan bermanfaat bagi pembe­rantasan korupsi. Kalau pem­bubaran itu dilakukan, berarti  harus direvisi UU Nomor 46 tahun 2009 ten­tang Pengadilan Tipikor.

Revisi perlu secepatnya dila­kukan mengingat ini bisa me­nimbulkan keresahan di ma­sya­rakat?

Betul. Jika keadaan ini dibiar­kan, selain menimbulkan keresa­han di masyarakat, pengadilan lain juga bisa mengikutinya. Ma­ka­nya, saya sarankan ada tin­dakan luar biasa agar kejadian seperti ini tidak terulang.

Apa tindakan luar biasa itu?

Pengadilan Tipikor di daerah harus membuat gebrakan . Kalau kondisinya seperti ini, saya men­cemaskan Pengadilan Tipikor di daerah bakal tinggal nama. Se­bab, masyarakat sudah antipati. Padahal, tujuan pendiriannya agar pelaku korupsi di daerah bisa efektif ditindak tanpa perlu datang ke Pengadilan Tipikor Jakarta.

Apakah Kemenkumham su­dah berkomunikasi dengan Mahkamah Konstitusi?

Saya pikir dukungan Ketua Mah­kamah Konstitusi Pak Mah­fud MD sudah jelas terha­dap kebijakan kami. Tentu kami ber­terima kasih kepada beliau yang telah menyetuji kebijakan pe­ngetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi ter­pidana korupsi.

Apakah ini berlaku bagi na­ra­pidana dari partai politik?

Ya, perlakuannya sama. Latar belakang narapidana tidak mem­pengaruhi sikap Kemenkum­ham dalam memperketat pem­be­rian remisi dan pembebasan bersya­rat. Bagi kita, penegakan hukum adalah penegakan hu­kum. Tidak terkecuali narapi­dana dari partai politik.

Termasuk narapidana dari Partai Demokrat?

Betul. Tidak ada perlakuan is­timewa terhadap terpidana ko­rupsi dari Partai Demokrat walau­pun Pak Amir Syamsuddin (Men­kumham) berasal dari partai ini. Kebijakan pengetatan itu berlaku secara umum.

Ada yang me­­­nilai pe­ngeta­tan pem­berian remisi dan be­bas ber­syarat melanggar HAM dan Undang-Undang, bagai­mana komentar Anda?

Tidak ada pelangga­ran HAM dan Un­dang-Undang. Sebab, mo­rato­rium yang kita mak­sud­kan ini bukan peng­ha­pu­san dan pe­ngu­rangan. Yang di­maksud mo­ra­­torium adalah pengetatan syarat remisi yang bisa dipertang­gung­jawabkan melalui kontrol terha­dap pem­berian remisi. Bu­kan mengobral remisi.

Selama ini remisi terhadap na­rapidana korupsi terkesan dida­patkan dengan mudah. Maka saat ini, Kemenkumham mem­berikan indikator yang jelas bagi pihak yang akan mendapatkan remisi. Indikatornya berkela­kuan baik.

Adanya kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat itu karena korupsi merupakan ke­jahatan luar biasa, sehingga pe­nanganannya juga luar biasa.

Kalau pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi ko­ruptor tidak diperketat, ini ber­potensi memunculkan jual-beli remisi atau pembebasan bersya­rat. Ini menjadi komoditas.

Apakah Kemenkumham te­tap menerapkan kebijakan ini?

Saya tegaskan, kami jalankan terus kebijakan ini. Tidak ada ke­raguan apapun. Haqqul yakin bahwa ini kebijakan yang tepat dan bersih bagi bangsa Indonesia  yang anti korupsi. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA