WAWANCARA

Harifin A Tumpa: Kami Mulai Tangani Perkara dengan Sistem Kamar...­­

Senin, 07 November 2011, 08:37 WIB
Harifin A Tumpa: Kami Mulai Tangani Perkara dengan Sistem Kamar...­­
Harifin A Tumpa
RMOL.Mahkamah Agung  mulai menerapkan sistem kamar dalam menangani perkara. Artinya, sebuah perkara hanya ditangani hakim agung sesuai keahliannya.

“Tujuannya agar ada ke­satuan hukum. Kesatuan hukum itu baru bisa tercapai apabila ada konsistensi putusan.  Konsistensi putusan baru bisa terjadi  apabila ditangani hakim-hakim di bi­dang­nya,’’ kata Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa kepada koresponden Rakyat Merdeka di Belanda, A Supardi Adiwidjaya, di lobi Novotel di Centrum Den Haag, Belanda, Rabu (2/11).

Sejak Senin (31/10)  Harifin A Tumpa bersama rombongan be­rada di Belanda untuk melakukan studi banding, khususnya me­ngenai sistem kamar dalam penanganan perkara tersebut.

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa maksud kunjungan ini?

Kami melakukan studi ban­ding. Ini juga balasan terhadap kunjungan Ketua Mahkamah Agung Belanda tahun 2010 ke Indonesia.

Ini merupakan kebiasaan inter­nasional, kunjungan timbal balik. Sudah lama mereka mengundang kita. Baru sekarang ini kita bisa berkunjung.

Berapa orang delegasinya?

Delegasi kami terdiri dari sem­bilan orang. Kemudian dari pajak dua orang.

Di samping berbicara menge­nai tugas kita, juga berbicara mengenai sistem peradilan pajak di Belanda.

Kita masih memerlukan ba­gaimana sesungguhnya peradilan pajak yang tepat untuk Indonesia. Undang-undang  peradilan pajak yang berlaku belum sesuai de­ngan UUD 1945.

Berapa lama di Belanda?

Menurut jadwal kami berkun­jung ke sini selama lima hari.  Jadwal kami setiap hari sangat penuh. Banyak hal yang kita bicarakan.

Apa yang urgen dalam studi banding ini?

Kita sekarang ini baru mem­berlakukan sistem kamar, baru satu bulan berjalan. Kita tentunya mencari masukan-masukan, ba­gaimana agar supaya sistem ka­mar itu lancar dan berhasil.

Kami melihat de Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda mempunyai sistem yang sama seperti ini. Itulah sebabnya kita perlu mengadakan studi banding.

Apa masalah itu saja dibi­ca­rakan?

Tidak. Hari pertama kita ber­bicara mengenai sistem kamar.  Hari kedua berbicara mengenai perkembangan hukum pidana dan hukum perdata yang sedang berkembang.

Hari ketiga berbicara mengenai bagaimana organisasi pengadilan di negeri Belanda dan bagaimana anggaran dari peradilan itu di­kelola. Kita membicarakan me­nge­nai organisasi dan budgeting dari lembaga peradilan. Kemu­dian bicara juga mengenai pen­dididkan calon hakim.

Bagaimana sis­tem kamar itu ber­­laku di sini?

Di sini ada tiga kamar, yakni sipil, kriminal, dan pajak. Kalau sistem di Indo­nesia ada lima kamar: per­data, pidana, agama,  tatausaha negara, dan militer.

Pada prinsipnya sama, bahwa di sini hakim perdata hanya mengadili  perkara-perkara sipil. Hakim pidana mengadili perkara pidana. Hakim pajak hanya mengadili perkara pa­jak. Itulah yang me­­narik di sini. Yang kita mau tahu ba­gai­mana me­ka­nisme me­reka dalam mene­rap­kan sis­tem kamar ini.

Selama ini penanganannya bagaimana?       

Selama ini kita memutus per­kara berdasarkan jumlah perkara yang masuk dan jumlah hakim agung yang ada. Dengan adanya sistem kamar ini, perkara-perkara hanya ditangani hakim-hakim agung sesuai dengan bidangnya, sesuai dengan keahliannya.

Kalau sebelumnya  itu, semua perkara dibagi sama. Bisa hakim agama mengadili perkara pidana, bisa hakim militer mengadili perkara perdata.

Sekarang ini tidak memung­kinkan  lagi seperti itu. Hakim  perdata hanya mengadili perkara perdata. Hakim pidana hanya mengadili perkara pidana. Hakim tatausaha negara (TUN) hanya mengadili perkara TUN. Hakim agama hanya mengadili perkara agama.

Bagaimana kalau hakim agung pidana dan perdata ma­sih kurang?

Pada masa transisi ini, hakim agung perkara agama masih bisa diperbantukan untuk  menangani  perkara perdata. Hakim agung militer bisa diperbantukan me­nangani perkara pidana.

Apakah tujuan diterapkan­nya sistem kamar ini?

Yang menarik, sistem kamar ini baru bagi sistem peradilan di Indonesia, terutama bagi Mahka­mah Agung. Sebuah perkara hanya ditangani hakim agung sesuai dengan keahliannya.

Tujuannya agar ada kesatuan hukum. Kesatuan hukum itu baru bisa tercapai apabila ada konsist­ensi putusan. Konsistensi putu­san baru bisa terjadi apabila dita­ngani hakim-hakim di bidangnya.

Tadi Anda bilang ada lima ka­mar, tapi peradilan di Indo­nesia hanya empat, kenapa bisa begitu?

Sebab di peradilan umum itu ada dua,yakni peradilan pidana dan perdata. Tugasnya mengadili perkara perdata dan pidana. Kemudian peradilan agama yang mengadili perkara agama. Pera­dilan Tatausaha Negara (TUN) mengadili perkara TUN. Peradi­lan militer  mengadili perkara militer.

Perkara apa yang aktual di­ta­ngani MA?

Yang aktual sekarang ini mengenai perkara korupsi. Kami baru saja meresmikan 15 Penga­dilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di seluruh Indonesia. Ini berarti sudah 33 Pengadilan Tipikor yang sudah beroperasi.  Ini amanat Undang-undang No­mor 46 Tahun 2009 tentang Tindak Pidana Korupsi bahwa selama dua tahun Pengadilan Tipikor sudah ada di setiap ibu­kota provinsi.

Bagaimana dengan masalah Papua, apa ada yang masuk pengadilan?

Masalah pemogokan, penem­ba­kan, adanya OPM (Organisasi Papua Merdeka) itu belum sam­pai ke pengadilan. Kemungkinan besar perkara-perkara tersebut su­dah sampai ke pengadilan. Seperti misalnya perkara pemo­gokan, itu nanti  jika mereka mengajukan perkara ke penga­dilan hubungan industrial,  itu nanti merupaka pekerjaan Mah­kamah Agung. Kalau yang mela­kukan penembakan, kemudian pelakunya ditangkap itu juga menjadi urusan pengadilan. 

Tetapi mengenai OPM yang merupakan gerakan separatis itu adalah urusan politik, urusan pemerintah. Ddalam hal ini MA tidak bisa turut campur. Kecuali soal tersebut sudah menjadi suatu perkara. Misalnya, ada anggota OPM yang menembak, dan di­tuduh sebagai makar, yang mem­berotak terhadap Republik Indo­nesia, kemudian dia diajukan ke pengadilan. Nah itu baru merupa­kan urusan dari pengadilan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA