RMOL. Polisi menindaklanjuti langkah Komisi I DPR yang membentuk Panitia Kerja (Panja) Mafia Pulsa. Guna mengefektifkan penyelidikan, Polda Metro Jaya melimpahkan penanganan kasus penyedotan pulsa ini ke Bareskrim Mabes Polri.
Pelimpahan penanganan kasus ini ke Mabes Polri, diÂlanÂdasi alasan bahwa laporan meÂngenai penyedotan pulsa, terÂjadi hampir di seluruh wilayah InÂdonesia.
“Kasus ini bukan haÂnya terjadi di lingkup Polda MetÂro, tapi juga di daerah lain, seÂhingga kami ingin penyeÂlidiÂkanÂnya satu pintu, dilakukan Mabes Polri,†ujar Kepala Bidang Humas PolÂda Metro Jaya Kombes BahaÂrudin Djafar, kemarin.
Penyelidikan oleh Mabes Polri, lanÂjut Baharudin, diharapkan mamÂÂpu menekan beda argumen anÂtar penyidik polda-polda, seÂhingÂga langkah penyelidikan, peÂneÂrapan pasal, dugaan keruÂgiÂan konsumen serta penuntasan kaÂsus ini bisa berjalan searah.
PeÂlimÂpaÂhan perkara ini ke Mabes juga unÂtuk memudahkan koorÂdiÂnasi Polri dengan lembaga tinggi negara lain seÂperti KemenÂÂterian KoÂmunikasi dan InformaÂtika (KeÂmenkominfo).
Sebelumnya, aparat Polda MetÂro Jaya telah memeriksa tiga peÂlaÂpor, yakni Muhammad Feri KunÂtoro, Daniel Kumendong, HenÂÂdri Kurniawan serta dua saksi ahli dari Institut Teknologi BanÂdung (ITB) dan Kemenkominfo.
“Kami juga telah berÂkoorÂdiÂnaÂsi dengan Badan Regulasi TeÂleÂkoÂmunikasi Indonesia serta asoÂsiasi telepon selular dan layanan konten atau Indonesia Mobile and Content Provider Association,†kata Baharudin.
Pelimpahan perkara sedot pulsa ke Bareskrim, ditanggapi poÂsitif oleh pelapor. Hendry KurÂniawan, seusai memberi keÂteÂraÂngan tamÂbahan kepada penyidik, kemarin, meminta polisi segera memeriksa penyedia layanan (Content ProÂvider/CP) maupun operator.
Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam, Bareskrim telah memÂbenÂtuk tim khusus yang segera meÂmanggil dan meminta keterangan operator telepon dan penyedia laÂyanan seluler. Dia juga meÂngimÂbau masyarakat yang merasa menjadi korban untuk melapor.
“Semua yang terkait masalah ini akan kami mintai keterangan,†kata perwira tinggi yang akan menduduki pos baru sebagai Asisten Kapolri bidang Sarana dan Prasana ini.
Menurut Kasubdit Cyber CriÂme Polda Metro Jaya AKBP HerÂmawan, penyedotan pulsa dilaÂkoÂni pelaku dengan modus meÂngiÂrim SMS tentang proÂmoÂsi mauÂpun undian dengan tarif premium secara acak.
Selain itu, pelaku mengarahkan korban mendaftarkan diri pada operator, agar mendapatkan unÂdian hadiah. Setelah korban menÂÂÂdaftar, pelaku yang sudah beÂkerja sama dengan penjual pulsa, meÂnarik pulsa korban.
Kata Hermawan, korban akan kesulitan menghindari penariÂkan pulsa dari operator setelah menÂdafÂtarkan nomornya. PasalÂnya, opeÂraÂtor yang terlibat kaÂsus ini, diÂduga tiÂdak meÂnyeÂdiaÂkan fasiÂlitas berÂhenti berÂlangÂgaÂnan (unreg).
Menteri KoÂmuÂnikasi dan InforÂmatika Tifatul Sembiring mengaÂku, kemenÂteriÂan yang dipimpinÂnya telah meÂngumpulkan data penyedotan pulÂsa ke Badan ReguÂlasi TeleÂkoÂmunikasi Indonesia (BRTI). Anggota BRTI terdiri dari tiga orang wakil peÂmeÂÂrintah dan enam orang maÂsyarakat.
“Data itu kami serahkan ke BaÂreskrim. Ini sudah mengarah ke pidana,†katanya setelah bertemu Kabareskim Polri Sutarman, Selasa (11/10).
Pada pertemuan itu, MenÂkoÂminfo melaporkan sejumlah duÂgaan penyedotan pulsa oleh konÂten provider. Tapi, Tifatul tidak yakin kasus ini akan tuntas dalam waktu dekat. “Masalah peÂnyeÂdoÂtan pulsa 230 juta pelanggan handÂphone, mau selesai sehari gimana?†katanya.
Selain berkoordinasi dengan Kepolisian, Tifatul mengaku juga telah menyampaikan data ke DPR serta menerima laporan dari DPR.
Minta BRTI Buka Provider Nakal
Max Sopacua, Anggota Komisi I DPR
Panitia Kerja (Panja) Mafia Pulsa Komisi I DPR meminta penyelewengan oleh provider telepon seluler diumumkan kepada masyarakat. Soalnya, penyedotan pulsa oleh proÂviÂder nakal, merugikan konsuÂmen yang berasal dari berÂbaÂgai lapisan masyarakat.
“Panja akan mendesak diÂbukanya data provider nakal yang selama ini merugikan maÂsyarakat. Tidak ada alaÂsanÂnya orang-orang nakal seperti itu dilindungi,†kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini, kemarin.
Menurut Max, pihak yang seÂharusnya membuka data terÂsebut adalah Badan Regulasi Telekomunkasi Indonesia (BRTI). Sebab, merekalah yang mempunyai hak terkait regulasi operasional provider di Tanah Air.
Dia menyatakan, saat ini di Indonesia terdapat lebih 150 juta pemakai telepon seluÂler. Dari jumlah itu, 90 persen Âsarana praÂbaÂyar.
Jika satu orang pulsanya terÂpotong Rp 10 saja, sudah beÂrapa keuntungan yang didapat. “Itu kerjaan mafia yang harus segera dituntaskan kita berÂsama,†tandasnya.
Max mengingatkan, penyeÂdoÂtan pulsa tidak bisa diangÂgap enÂteng karena meÂnyangÂkut kepenÂtingan masyarakat luas. PersoalÂan ini juga sangat komÂpleks Âdiatur pemerintah dan operator, sehingga DPR memÂbutuhkan masukan yang utuh.
Dia pun mengingatkan agar hak-hak konsumen telekoÂmuÂnikasi tidak dikorbankan. “Selain ada penindakan hukum oleh keÂpolisian, kami minta ada keÂseÂpaÂkatan yang jelas antara KominÂfo, Badan Regulasi TelekoÂmuÂniÂkasi Indonesia dan operator teleÂpon dalam memonitor content proÂvider dan layanan SMS agar kasus penyedotan pulsa ini tidak berlarut-larut,†katanya. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: