Skandal Mafia Pulsa Ditarik ke Mabes Polri

Bukan Hanya Terjadi di Jakarta

Rabu, 26 Oktober 2011, 08:00 WIB
Skandal Mafia Pulsa Ditarik ke Mabes Polri
Baharudin Djafar

RMOL. Polisi menindaklanjuti langkah Komisi I DPR yang membentuk Panitia Kerja (Panja) Mafia Pulsa. Guna mengefektifkan penyelidikan, Polda Metro Jaya melimpahkan penanganan kasus penyedotan pulsa ini ke Bareskrim Mabes Polri.

Pelimpahan penanganan kasus ini ke Mabes Polri, di­lan­dasi alasan bahwa laporan me­ngenai penyedotan pulsa, ter­jadi hampir di seluruh wilayah In­donesia.

“Kasus ini bukan ha­nya terjadi di lingkup Polda Met­ro, tapi juga di daerah lain, se­hingga kami ingin penye­lidi­kan­nya satu pintu, dilakukan Mabes Polri,” ujar Kepala Bidang Humas Pol­da Metro Jaya Kombes Baha­rudin Djafar, kemarin.

Penyelidikan oleh Mabes Polri, lan­jut Baharudin, diharapkan mam­­pu menekan beda argumen an­tar penyidik polda-polda, se­hing­ga langkah penyelidikan, pe­ne­rapan pasal, dugaan keru­gi­an konsumen serta penuntasan ka­sus ini bisa berjalan searah.

Pe­lim­pa­han perkara ini ke Mabes juga un­tuk memudahkan koor­di­nasi Polri dengan lembaga tinggi negara lain se­perti Kemen­­terian Ko­munikasi dan Informa­tika (Ke­menkominfo).

Sebelumnya, aparat Polda Met­ro Jaya telah memeriksa tiga pe­la­por, yakni Muhammad Feri Kun­toro, Daniel Kumendong, Hen­­dri Kurniawan serta dua saksi ahli dari Institut Teknologi Ban­dung (ITB) dan Kemenkominfo.

“Kami juga telah ber­koor­di­na­si dengan Badan Regulasi Te­le­ko­munikasi Indonesia serta aso­siasi telepon selular dan layanan konten atau Indonesia Mobile and Content Provider Association,” kata Baharudin.

Pelimpahan perkara sedot pulsa ke Bareskrim, ditanggapi po­sitif oleh pelapor.  Hendry Kur­niawan, seusai memberi ke­te­ra­ngan tam­bahan kepada penyidik, kemarin, meminta polisi segera memeriksa penyedia layanan (Content Pro­vider/CP) maupun operator.   

Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam, Bareskrim telah mem­ben­tuk tim khusus yang segera me­manggil dan meminta keterangan operator telepon dan penyedia la­yanan seluler. Dia juga me­ngim­bau masyarakat yang merasa menjadi korban untuk melapor.

“Semua yang terkait masalah ini akan kami mintai keterangan,” kata perwira tinggi yang akan menduduki pos baru sebagai Asisten Kapolri bidang Sarana dan Prasana ini.

Menurut Kasubdit Cyber Cri­me Polda Metro Jaya AKBP Her­mawan, penyedotan pulsa dila­ko­ni pelaku dengan modus me­ngi­rim SMS tentang pro­mo­si mau­pun undian dengan tarif premium secara acak.

Selain itu, pelaku mengarahkan korban mendaftarkan diri pada operator, agar mendapatkan un­dian hadiah. Setelah korban men­­­daftar, pelaku yang sudah be­kerja sama dengan penjual pulsa, me­narik pulsa korban.

Kata Hermawan, korban akan kesulitan menghindari penari­kan pulsa dari operator setelah men­daf­tarkan nomornya. Pasal­nya, ope­ra­tor yang terlibat ka­sus ini, di­duga ti­dak me­nye­dia­kan fasi­litas ber­henti ber­lang­ga­nan (unreg).

Menteri Ko­mu­nikasi dan Infor­matika Tifatul Sembiring menga­ku, kemen­teri­an yang dipimpin­nya telah me­ngumpulkan data penyedotan pul­sa ke Badan Regu­lasi Tele­ko­munikasi Indonesia (BRTI). Anggota BRTI terdiri dari tiga orang wakil pe­me­­rintah dan enam orang ma­syarakat.

“Data itu kami serahkan ke Ba­reskrim. Ini sudah mengarah ke pidana,” katanya setelah bertemu Kabareskim Polri Sutarman, Selasa (11/10).

Pada pertemuan itu, Men­ko­minfo melaporkan sejumlah du­gaan penyedotan pulsa oleh kon­ten provider. Tapi, Tifatul tidak yakin kasus ini akan tuntas dalam waktu dekat. “Masalah pe­nye­do­tan pulsa 230 juta pelanggan hand­phone, mau selesai sehari gimana?” katanya.

Selain berkoordinasi dengan Kepolisian, Tifatul mengaku juga telah menyampaikan data ke DPR serta menerima laporan dari DPR.

Minta BRTI Buka Provider Nakal

Max Sopacua, Anggota Komisi I DPR

Panitia Kerja (Panja) Mafia Pulsa Komisi I DPR meminta penyelewengan oleh provider telepon seluler diumumkan kepada masyarakat. Soalnya, penyedotan pulsa oleh pro­vi­der nakal, merugikan konsu­men yang berasal dari ber­ba­gai lapisan masyarakat.

“Panja akan mendesak di­bukanya data provider nakal yang selama ini merugikan ma­syarakat. Tidak ada ala­san­nya orang-orang nakal seperti itu dilindungi,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat ini, kemarin.

Menurut Max, pihak yang se­harusnya membuka data ter­sebut adalah Badan Regulasi Telekomunkasi Indonesia (BRTI). Sebab, merekalah yang mempunyai hak terkait regulasi operasional provider di Tanah Air.

Dia menyatakan, saat ini di Indonesia terdapat lebih 150 juta pemakai telepon selu­ler. Dari jumlah itu, 90 persen ­sarana pra­ba­yar.

Jika satu orang pulsanya ter­potong Rp 10 saja, sudah be­rapa keuntungan yang didapat. “Itu kerjaan mafia yang harus segera dituntaskan kita ber­sama,” tandasnya.

Max mengingatkan, penye­do­tan pulsa tidak bisa diang­gap en­teng karena me­nyang­kut kepen­tingan masyarakat luas. Persoal­an ini juga sangat kom­pleks ­diatur pemerintah dan operator, sehingga DPR mem­butuhkan masukan yang utuh.  

Dia pun mengingatkan agar hak-hak konsumen teleko­mu­nikasi tidak dikorbankan. “Selain ada penindakan hukum oleh ke­polisian, kami minta ada ke­se­pa­katan yang jelas antara Komin­fo, Badan Regulasi Teleko­mu­ni­kasi Indonesia dan operator tele­pon dalam memonitor content pro­vider dan layanan SMS agar kasus penyedotan pulsa ini tidak berlarut-larut,” katanya.  [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA