WAWANCARA

Mulyadi Jayabaya: Perlu Anggaran Khusus Percepat Pembangunan

Kamis, 29 September 2011, 06:14 WIB
Mulyadi Jayabaya: Perlu Anggaran Khusus Percepat Pembangunan
Mulyadi Jayabaya

RMOL. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2012 hendaknya dialokasikan untuk mempercepat pembangunan di kabupaten tertinggal.

”Salah satu faktor penghambat pemerataan pembangunan di dae­rah tertinggal adalah keterbatasan anggaran,’’ kata Ketua Umum Aso­siasi Kabupaten Tertinggal (As­kati), Mulyadi Jayabaya, ke­pada Rakyat Merdeka, Selasa (27/9).

”Makanya Askati meminta pe­merintah dan DPR memberi alokasi khusus untuk percepatan pem­bangunan,” tambah Bupati Lebak itu.

Menurutnya, berdasarkan ka­jian Askati, seluruh kabupaten tertinggal berpotensi maju. Tapi sayang faktor pendu­kung­nya belum ada.

Selama ini, lanjut Mulyadi, formula dan kalkulasi Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Alo­kasi Khusus (DAK) untuk daerah maju dan tertinggal disamakan. Padahal, kondisi infrastruktur ser­ta sarana dan pra sarana di dae­rah maju dan tertinggal sangat jauh berbeda.

“Kami berharap, pemerintah mengalokasikan dana khusus dari APBN untuk percepatan pem­ba­nguan. Dana tersebut hanya di­gunakan untuk membangun in­fra­struktur. Tidak boleh untuk ke­giatan rutin,” paparnya.   

 

Berikut kutipan selengkapnya:

Berapa jumlah daerah terting­gal yang membutuhkan dana ter­sebut?

Daerah tertinggal di Indonesia saat ini mencapai 183 kabupaten. Sekitar 70 persen berada di ka­wasan timur.

Butuh biaya berapa untuk mempercepat pembangunan di 183 kabupaten itu?

Kami berharap pemerintah mengalokasikan 2 persen APBN untuk biaya pembangunan di dae­rah tertinggal. Dengan alokasi khusus itu, kami optimistis pe­merataan pembangunan dapat di­wujudkan.

 

Bukankan pemerintah telah meng­alokasikan anggaran untuk pembangunan daerah tertinggal melalui Kementerian Percepatan Daerah Tertinggal?

Betul. Tapi, anggaran yang diberikan pemerintah melalui

Kementerian PDT sangat terb­atas. Kementerian itu hanya me­mi­liki anggaran Rp 1,2 triliun.


 Apakah gagasan ini pernah disampaikan kepada pemerintah dan DPR?

Sudah. Bahkan, Wakil Presiden dan Menteri Koordinator Per­eko­nomian menyetujui gagasan ter­sebut. Namun berdasarkan infor­masi yang kami peroleh, penam­bahan alokasi itu tersedat di Kementerian  Keuangan.

Berdasarkan informasi yang kami peroleh bahwa Menteri Ke­uangan tidak menyetujui hal itu.

Makanya di tengah gonjang-ganjing reshuffle kabinet, kami ber­harap Presiden SBY me­nim­bang kembali posisi Menteri Ke­uangan Agus Martowardojo.

Kami berharap, menteri ke­uang­an mendatang memiliki ke­ber­pihakan terhadap ekonomi ke­rakyatan.

 

Kalau sikap DPR bagaimana?

Awal April lalu, kami men­da­tangi Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk memperjuangkan pe­nambahan anggaran tersebut. Me­reka menyetujui gagasan kami.

Saat ini Banggar DPR sedang menjadi sorotan, apa Anda tidak khawatir?  

Loh, apa yang perlu dita­kut­kan. Kami  memiliki program-pro­gram yang jelas untuk per­ce­patan pembangunan. Siapa pun bisa mengawasi dan dapat mela­por­kannya jika menemukan pe­nyelewengan.

Saya yakin, dengan adanya sun­tikan dana dari APBN, ka­bu­paten tertinggal dapat mengejar ketertinggalan pembangunan in­frastruktur dan meciptakan pe­me­rataan kesejahteraan ma­sya­rakat.

Target kami, 2021 tidak ada lagi kabupaten atau daerah ter­tinggal di Indonesia.


O ya, Apa yang me­la­tar­belakangi Anda menggagas pem­bentukan Askati ini?

Ada tiga poin yang melatar­be­lakangi saya menggagas Askati. Pertama, masalah pengentasan ke­tertinggalan adalah satu dari sebelas prioritas nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Me­nengah (RPJM) nasional tahun 2009–2014.

Kedua, laju per­tumbuhan ekonomi nasional se­b­esar lima sampai dengan tujuh per­sen tidak hanya bersumber dari daerah maju yang bertumpu pada sektor industri dan jasa, tapi juga ber­sum­ber dari kontribusi daerah ter­tinggal yang meng­an­dalkan dari sektor pertanian dan konser­vasi ling­kungan. Ketiga, harus kita ingat juga bahwa pencapaian kinerja kabinet Indonesia Bersatu jilid pertama (2004–2009) telah ber­hasil me­ngurangi 16 ka­bupaten dari 199 daerah tertinggal.

Namun pada saat yang hampir bersamaan ada pemekaran 34 dae­rah baru, sehingga jumlah dae­rah tertinggal menjadi 217 dae­rah. Dari sekitar 400 kabu­paten di Indonesia, 183 di an­taranya ma­­sih tergolong daerah ter­ting­gal. Bisa dibayangkan be­tapa pe­merataan pembangunan ma­sih sulit dicapai jika kami ha­nya ber­diam diri tanpa tin­dakan apapun, dengan kata lain hanya me­nung­gu uang datang dari langit untuk mengubah keadaan.

Oleh karena itu pembentukan Askati ini guna men­dukung dan men­dorong upa­ya pemerintah  me­lan­jutkan percepatan pem­bangunan se­cara lebih ter­padu, dengan mengedepankan azas pemerataan yang ber­kea­dilan.


Indikator apa saja yang bisa menunjukkan bahwa sebuah dae­rah tertentu itu tertinggal?

Ada beberapa indikator realitas penilaian daerah tertinggal. Di antaranya, adalah kondisi jumlah kemiskinan kian bertambah, jumlah pengangguran bertambah dan ketertinggalan pembangunan infrastruktur.

Bila kita tarik satu benang me­rah, seluruh kabupaten terting­gal itu dipersatukan oleh kendala yang sama, yakni tantangan me­ng­atasi persoalan dengan keter­batasan sumberdaya.


Apa harapan Anda dengan bersatunya daerah tersebut?

Daerah akan senasib sepe­nang­gungan dengan segala macam kendala dan problematika di ma­sing-masing daerah. Se­hing­ga bisa dicarikan jalan keluar bersa­ma. Tentu saja dengan pepa­tah, “berat sama dipikul ringan sa­ma dijinjing”.   [rm]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA