Karena itu, kuasa hukum Zainal, Achmad Rifai, menilai gelar perkara yang akan kembali dilakukan Mabes Polri, siang ini sangat tepat. Rifai mengingatkan bahwa UU melarang penegak hukum menjadikan seseorang sebagai tersangka dengan bukti yang minim.
"Polisi harus bisa belajar dari masa lalu. Ketika menangani kasus-kasus tertentu jangan sampai terus akhirnya mereka dibebaskan dengan dalih 'gak apa-apa kita proses, nanti biar hukum yang bicara'. Hal ini jangan sampai terjadi," kata Zainal di Transnational Crime Coordination Center (TNCC), Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta (Rabu, 21/9).
Gelar perkara ini, kata Rifai, untuk membuktikan apakah bukti yang selama ini diajukan itu dipaksakan atau tidak. Rifai juga meminta polisi mengusut aktor intelektual di balik pemalsuan surat MK.
"Kemudian siapa yang menggunakan surat palsu, siapa yang membuat surat palsu untuk kepentingan siapa. Ini harus diungkap secara jelas. Termasuk komisioner di KPU itu (Andi Nurpati). Kenapa sampai hari ini belum sampai tersangka?," kata Rifai.
Di balik penetapan tersangka kepada Zainal, Rifai yakin ada pihak-pihak yang mengintervensi petinggi Polri. Meskipun Rifai sangat sulit untuk membuktikan adanya intervensi ini.
"Tapi setidaknya UU Kepolisian pasal 8 menandaskan bahwa kepolisian di bawah presiden. Ini kan menunjukan bahwa kemungkinan intervensi itu ada," kata Rifai.
Rifai berharap Kompolnas bisa menyelidiki bila memang ditemukan ada keganjilan.
"Kompolnas harus proaktif ketika mereka melihat dan yang perlu dikoreksi dalam kinerja kepolisian di dalam proses-proses hukum itu sendiri," demikian Rifai.
[ysa]
BERITA TERKAIT: