WAWANCARA

Gayus Lumbuun: Banyak Politisi Jadi Hakim, Kenapa Saya Diributkan

Minggu, 18 September 2011, 03:53 WIB
Gayus Lumbuun: Banyak Politisi Jadi Hakim, Kenapa Saya Diributkan
Gayus Lumbuun
RMOL.Banyak pihak menyoroti majunya Gayus Lumbuun sebagai calon hakim agung. Sebab, dinilai tidak independen karena berasal dari partai politik.

Menanggapi hal itu, Gayus  Lumbuun mengatakan, kecuri­gaan tidak independen itu terlalu mengada-ada. Sebab, banyak hakim agung yang berasal dari unsur politik. Tapi mereka tetap independen.

“Saya juga begitu. Bila terpilih nanti, saya akan independen, obyek­tif, dan transparan,” ujar­nya kepada Rakyat Merdeka, Jumat (16/9).

Gayus mencontohkan bebe­rapa bekas hakim agung merupa­kan unsur dari partai politik, seperti Bagir Manan yang meru­pakan bekas anggota DPRD Kota Bandung. Kemudian Mu­ladi berasal dari politisi Partai Golkar.

“Tapi kenapa giliran saya men­jadi calon hakim agung diri­but­kan. Saya menghargai saran dan masukan dari beberapa pi­hak. Namun seharusnya dikemu­ka­kan secara jujur dan obyektif,” tandas anggota Komisi III DPR non-aktif itu.

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa jaminan bahwa Anda ber­sikap adil dan obyektif bila mengadili kasus bernuansa po­litik?

Banyak yang mencurigai saya seperti itu. Menurut saya pemi­kiran itu terlalu sempit. Kalau nanti saya terpilih menjadi hakim agung, saya harus memegang tiga prinsip.

Pertama, hukum itu punya wi­la­yah, bukan hanya untuk orang yang diadilinya, tapi juga untuk dirinya sendiri. Kedua, semua orang punya hak sama di depan hukum. Artinya ada prinsip kese­taraan dalam hukum. Ketiga, hak orang di dalam konstitusi harus dihormati oleh seorang hakim. Jangan dipikir karena seorang itu teman separtai, maka dia bisa bebas, itu salah.

Kenapa Anda ingin jadi ha­kim agung?

Keinginan menjadi hakim agung adalah cita-cita saya sejak dulu, membantu Mahkamah Agung (MA) membenahi pera­dilan kita. MA punya niat besar dalam membenahi peradilan. Saya ingin berkontribusi dalam proses itu.

Bukankah sebagai anggota DPR juga bisa membenahi pe­ra­dilan?

Memang ketika jadi anggota DPR punya kewenangan yang luas. Tapi nurani saya untuk mem­benahi peradilan kita lebih tinggi.

Anda punya gagasan mem­be­nahi peradilan ke depan?

Ketika penulisan makalah, ke­betulan saya mendapat tema yang sesuai dengan kemampuan saya, yaitu mengenai keadilan hukum progresif oleh hakim. Jangan kita terpaku pada hukum yang sifat­nya prosedural, tapi lebih menge­depankan bagaimana hukum itu diperlakukan secara rasional.

Artinya selama ini pe­na­nga­nan kasus korupsi mandek ka­rena hukum progresif tidak ber­jalan?

Banyak kasus yang mengendap karena aturan dan prosedural hukum. Bisakah hakim memulai sebuah proses dengan moral. Memulai dengan tidak membaca undang-undang saja, tetapi tang­gung jawab moral untuk menja­lankan tugasnya sebagai hakim.

Misalnya kasus Century, hanya karena BPK tidak menyebutkan adanya kerugian negara, maka kasus ini menjadi man­dek. Pro­se­duralnya be­lum ada tapi fak­tual­nya sudah ada. Negara dirugi­kan karena adanya per­bua­tan, kea­daan, dan kejadian. Tiga hal ini adalah fakta pro­ses hukum. Namun ini tidak bisa jalan karena pro­se­dur­nya be­lum ada.

Apa Komisi III DPR men­du­kung Anda?

Kalau di Komisi III saya tidak tahu. Sebab, mereka dari ber­bagai partai. Namun teman-teman dari PDI Perjuangan sangat mendu­kung. Saya sudah pamit kepada Ibu Megawati. Beliau setuju dan sudah tahu niat saya untuk me­negakkan hukum di negara kita. Selain Ibu Mega­wati yang mem­beri restu dan izin, Pak Tjahjo Kumolo dan Mas Pramono pun memberikan dukungannya, dan juga kader yang lain.

Anda yakin lolos dalam se­leksi ini?

Saya optimistis bisa melalui se­mua tahapan seleksi ini dengan baik. 27 September 2011 saya ha­rus siap menjawab pertanyaan teman-teman Komisi III DPR me­ngenai semua permasalahan hukum. Tentu ini berkaitan dengan layak atau tidaknya saya menjadi hakim agung. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA