Menanggapi hal itu, Gayus Lumbuun mengatakan, kecuriÂgaan tidak independen itu terlalu mengada-ada. Sebab, banyak hakim agung yang berasal dari unsur politik. Tapi mereka tetap independen.
“Saya juga begitu. Bila terpilih nanti, saya akan independen, obyekÂtif, dan transparan,†ujarÂnya kepada Rakyat Merdeka, Jumat (16/9).
Gayus mencontohkan bebeÂrapa bekas hakim agung merupaÂkan unsur dari partai politik, seperti Bagir Manan yang meruÂpakan bekas anggota DPRD Kota Bandung. Kemudian MuÂladi berasal dari politisi Partai Golkar.
“Tapi kenapa giliran saya menÂjadi calon hakim agung diriÂbutÂkan. Saya menghargai saran dan masukan dari beberapa piÂhak. Namun seharusnya dikemuÂkaÂkan secara jujur dan obyektif,†tandas anggota Komisi III DPR non-aktif itu.
Berikut kutipan selengkapnya;
Apa jaminan bahwa Anda berÂsikap adil dan obyektif bila mengadili kasus bernuansa poÂlitik?
Banyak yang mencurigai saya seperti itu. Menurut saya pemiÂkiran itu terlalu sempit. Kalau nanti saya terpilih menjadi hakim agung, saya harus memegang tiga prinsip.
Pertama, hukum itu punya wiÂlaÂyah, bukan hanya untuk orang yang diadilinya, tapi juga untuk dirinya sendiri. Kedua, semua orang punya hak sama di depan hukum. Artinya ada prinsip keseÂtaraan dalam hukum. Ketiga, hak orang di dalam konstitusi harus dihormati oleh seorang hakim. Jangan dipikir karena seorang itu teman separtai, maka dia bisa bebas, itu salah.
Kenapa Anda ingin jadi haÂkim agung?
Keinginan menjadi hakim agung adalah cita-cita saya sejak dulu, membantu Mahkamah Agung (MA) membenahi peraÂdilan kita. MA punya niat besar dalam membenahi peradilan. Saya ingin berkontribusi dalam proses itu.
Bukankah sebagai anggota DPR juga bisa membenahi peÂraÂdilan?
Memang ketika jadi anggota DPR punya kewenangan yang luas. Tapi nurani saya untuk memÂbenahi peradilan kita lebih tinggi.
Anda punya gagasan memÂbeÂnahi peradilan ke depan?
Ketika penulisan makalah, keÂbetulan saya mendapat tema yang sesuai dengan kemampuan saya, yaitu mengenai keadilan hukum progresif oleh hakim. Jangan kita terpaku pada hukum yang sifatÂnya prosedural, tapi lebih mengeÂdepankan bagaimana hukum itu diperlakukan secara rasional.
Artinya selama ini peÂnaÂngaÂnan kasus korupsi mandek kaÂrena hukum progresif tidak berÂjalan?
Banyak kasus yang mengendap karena aturan dan prosedural hukum. Bisakah hakim memulai sebuah proses dengan moral. Memulai dengan tidak membaca undang-undang saja, tetapi tangÂgung jawab moral untuk menjaÂlankan tugasnya sebagai hakim.
Misalnya kasus Century, hanya karena BPK tidak menyebutkan adanya kerugian negara, maka kasus ini menjadi manÂdek. ProÂseÂduralnya beÂlum ada tapi fakÂtualÂnya sudah ada. Negara dirugiÂkan karena adanya perÂbuaÂtan, keaÂdaan, dan kejadian. Tiga hal ini adalah fakta proÂses hukum. Namun ini tidak bisa jalan karena proÂseÂdurÂnya beÂlum ada.
Apa Komisi III DPR menÂduÂkung Anda?
Kalau di Komisi III saya tidak tahu. Sebab, mereka dari berÂbagai partai. Namun teman-teman dari PDI Perjuangan sangat menduÂkung. Saya sudah pamit kepada Ibu Megawati. Beliau setuju dan sudah tahu niat saya untuk meÂnegakkan hukum di negara kita. Selain Ibu MegaÂwati yang memÂberi restu dan izin, Pak Tjahjo Kumolo dan Mas Pramono pun memberikan dukungannya, dan juga kader yang lain.
Anda yakin lolos dalam seÂleksi ini?
Saya optimistis bisa melalui seÂmua tahapan seleksi ini dengan baik. 27 September 2011 saya haÂrus siap menjawab pertanyaan teman-teman Komisi III DPR meÂngenai semua permasalahan hukum. Tentu ini berkaitan dengan layak atau tidaknya saya menjadi hakim agung. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: