“Saya menduga yang kalah di proyek e-KTP memperkeruh suaÂsana. Saya punya data dan jariÂngan mereka,†tandas Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Sebelumnya diberitakan, tenÂder proyek e-KTP dimenangÂkan PT Sandipala Artha Putra. PeÂmiliknya Paulus Tanos yang diÂduga memiliki hubungan dekat dengan Gamawan saat menjabat Gubernur Sumatera Barat. BahÂkan keduanya diisukan kerap membicarakan bisnis pengadaan listrik.
Menanggapi hal itu, Gamawan mempertanyakan kapan dirinya mengadakan bisnis pengadaan listrik. Dia bertemu Paulus Tanos ketika peresmian proyek PLN di Sumatera Barat ketika menjabat gubernur.
“Dia pemenang tender PLN Pusat. Peresmian dan penandaÂtanganÂnya dilaksanakan di daeÂrah. Sebagai gubernur saya hadir. Hanya sebatas itu. Setelah itu saya tidak tahu-menahu keberaÂdaannya,†beber Gamawan.
Berikut kutipan selengkapnya;
Masa sudah keÂnal seÂbeÂlumÂÂÂÂnya, tidak tahu pemenang tenÂder proyek e-KTP?
Saya tidak menÂÂÂcampuri proyek itu. Saya puÂnya saudara di PT Telkom, tapi peruÂsahaan itu nyaÂtanya gagal. Kalau saya mencamÂpuri, maka saudara saya itu yang memeÂnangkan proÂyek ini. Dari sisi mana saya menÂcampuri proyek itu.
Saya sudah menduga pasti akan ada ribut-ribut seperti ini. Makanya saya minta agar proyek ini dipegang kementerian lain. Tapi menurut undang-undang masalah kependudukan adalah tugas kami, maka proyek ini kami kerjakan.
Saya minta BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan PemÂbangunan) mengaudit proses awal proyek ini agar tidak meÂnimbulkan kecurigaan kinerja kami pada proses selanjutnya.
Anda sebagai pengarah proÂyek itu?
Bukan. Nanti saya dituduh meÂmiliki kepentingan. Tim pengaÂrah proyek itu dibentuk berdasarÂkan Keputusan Presiden, dengan Ketua Tim pengarah adalah Pak Djoko Suyanto, saya sebagai ketua harian.
Lalu dibentuk tim teknis yang melibatkan orang-orang kredibel dari 15 kementerian dan lembaga. Tim ini menilai dan menentukan spesifikasi serta kelayakan dalam proyek itu, bukan saya yang menentukan.
Bagaimana proses tenderÂnya?
Sebelum tender itu berlangÂsung, saya datang dua kali ke KPK dan ICW meminta mereka mengawasi tender tersebut. KPK menyarankan kita menggunakan tender elektronik agar proses tender berjalan fair dan terbuka. Sistem tender elektronik itu kami buat dalam waktu satu minggu.
Lalu dalam menetapkan harga, panitia mengecek ke beÂberapa tempat. Tak ada satu pun yang menyebut di bawah Rp 6 triliun. Itu asumsi harga untuk menetapÂkan HPS (Harga PerÂkiraan SenÂdiri). Panitia meneÂtapÂÂÂkan HPS, kita meminta BPKP mengevaÂluasi, dan diÂnyaÂÂtakan HPS sudah tepat.
Anda diduga terlibat dalam proses itu?
Saya hanya menerbitkan SK panitia dan membentuk tim tekÂnis. Setelah itu saya tidak pernah bertemu mereka. Setelah pemeÂnang tender didapatkan, mereka bertemu saya untuk menyampaiÂkan hasilnya. Namun saya mengÂundang staf Sekjen, Dirjen, dan Kapuspen sebagai saksi dalam proses penyerahan hasil itu, serta ada rekamannya.
Laporan itu pun diaudit BPKP. Hasilnya proses tender itu sudah sesuai aturan dan tahapannya tidak ada masalah. Saya hanya menetapkan pemenang tender berdasarkan usulan itu.
Bagaimana kalau Anda dilaÂporkan ke KPK?
Kalau ada yang ingin melaporÂkan saya, mereka itu sudah terÂlamÂbat. Sebab, saya sudah dari dulu melaporkan proyek ini agar tetap bersih.
Hasil akhir BPKP mengataÂkan tidak ada masalah dalam proyek ini, BPK bilang post audit tapi niat baik saya diharÂgai. SedangÂkan polisi bilang memÂberikan apresiasi untuk proÂgram e-KTP. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.