Untuk kategori pelaku tindak piÂdana korupsi dan pencucian uang, nama buronan yang mengÂhiasi daftar Interpol antara lain Nunun Nurbaeti. Istri bekas WaÂkaÂpolri Komjen (purn) Adang DaÂradjatun ini, diduga terlibat kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS-BI) Miranda Goeltom.
Berturut-turut setelah Nunun, terdapat nama lain yang jadi buÂruan Interpol. Nama yang diÂmakÂsud adalah Anggoro Widjojo, kaÂkak Anggodo Widjojo, terpidana kaÂsus percobaan suap kepada pimÂpinan KPK. Anggoro diduga terkait perkara korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan.
Lebih lanjut, buronan yang maÂsuk daftar pencarian Interpol adaÂlah Adelin Lis. Dia menjadi buÂroÂnan Interpol setelah kabur saat diproses Polda Sumatera Utara daÂlam kasus pembalakan liar. SeÂlebihnya, dalam kasus peÂnerÂbiÂtan paspor palsu Gayus Tambunan, nama pria warga neÂgara Amerika Serikat John JeÂroÂme Grice juga dimasukkan dafÂtar buruan Interpol.
Di luar itu, nama buronan kaÂsus Bank Century, Hesham Al WaÂraq, Rafat Ali Rizvi, Anton TanÂtular dan Theresia Dewi TanÂtular pun telah dikirim ke daftar yang harus diburu Interpol.
Nama lain seperti Nurdian Cuaca juga masuk dalam daftar buÂruan Interpol. Ia bersama sauÂdaÂranya, Benny Ang masuk dafÂtar pencarian orang (DPO) atas kasus penyelundupan barang-barang elektronik di Indonesia. Nama-nama lainnya seperti Eddy Gazali, Imam Santoso, David Tjioe, Andy Irawan, Wijayanto Ang, Hartawan Aluwi, Kartolo Yudi, Sherny Kojongian, Wing Laksono, Hendry Guntoro, SherÂlu Mandagi, Mariana, Sunjaya Saputra Ong, Bahari Piong, Lidia Silau, Sunoto Sudiman, Sudjiono Timan, Joko Soegiarto Tjandra, Benny Wenda, Hendra Widjaja, Fardy Cahyadi, Hendro WijaÂyanÂto, Wono Denley, Andi Putri ZaÂhaÂra, dan Dewi Marita pun samÂpai kini masih diuber Interpol.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam, Polri juga telah meminta Interpol untuk memburu istri M NazaÂrudÂdin, Neneng. “Kami terus berÂkoordinasi dengan Interpol dalam memburu para buronan tersebut,†kata bekas Kapolda Kalimantan Selatan ini.
Namun, Anton mengaku tidak ingat persis, berapa total nama buÂronan yang telah dimasukkan Polri ke dalam daftar buruan InÂterpol. “Ada banyak nama, harus dilihat daftarnya. Jenis tindak piÂdananya pun beragam. Ada koÂrupsi, pencucian uang, terorisme maupun narkotika,†katanya.
Saat disinggung mengenai nama-nama target buruan InterÂpol yang disebut di atas, Anton meÂnyatakan, mereka secara umum terkait perkara korupsi dan pencucian uang.
Dia menambahkan, setelah Polri berkoordinasi dengan InÂterÂpol, keberadaan para buronan itu secara signifikan dapat diketahui keÂberadaannya.
Secara umum, kata Anton, kenÂdala untuk meÂnangÂkap dan membawa pulang target buruan itu adalah tidak adanya perjanÂjian ekstradisi antar pemerintah Indonesia dengan neÂgara yang jadi lokasi perÂsemÂbuÂnyian para buronan.
Selain itu, lanjutnya, tim pemÂburu para buronan tersebut juga seringkali tidak dapat melakukan penangkapan di negara lain. “Otoritas tim kita terbatas. SeÂringkali tidak mendapat izin peÂnangkapan di negara yang jadi tempat persembunyian buronan tersebut,†ucapnya.
Kendala-kendala yang seÂringÂkali muncul dalam proses peÂnangÂkapan para buronan tersebut, menurutnya, sejauh ini menjadi kajian kepolisian dan tim dari intansi lain seperti Kementerian Luar Negeri, Kejaksaan Agung, KeÂmenterian Hukum dan HAM serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tak Ada Ekstradisi Jangan Jadi AlasanBoyamin Saiman, Koordinator LSM MAKIMasih banyak nama pelaku tindak pidana di Indonesia, terÂmasuk pelaku perkara korupsi yang masuk daftar pencarian kepolisian internasional atau Interpol.
Lantaran itu, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi InÂdonesia (MAKI) Boyamin SaiÂman meminta Polri mengÂinÂtensifkan koordinasi dengan 188 negara anggota Interpol unÂtuk melacak dan menangkap para buronan tersebut.
Menurut Boyamin, masih baÂnyaknya daftar nama buronan Interpol asal Indonesia menunÂjukÂkan masih adanya hambatan dalam memburu mereka. “MaÂsih ada sederet kendala dan hamÂbatan di lapangan. SehingÂga, target buruan ini sangat sulit dibawa pulang,†ujarnya.
Dia menambahkan, kendala menyangkut teknis perburuan para buronan bisa diselesaikan dengan lobi-lobi tingkat tinggi. “Harus ada terobosan. Bukan semata dari kepolisian, tapi dari pemerintah dengan negara-neÂgara yang selama ini sulit memÂberi akses dalam memburu buÂroÂnan kita,†tandasnya.
Tidak adanya perjanjian eksÂtradisi antar negara, menurut BoÂyamin, tidak pantas selalu diÂjadikan alasan sebagai biang keladi gagalnya proses memÂbawa pulang para buronan ke Tanah Air. Buktinya, sambung dia, Singapura sempat memberi akses kepada Indonesia saat berupaya membawa pulang Gayus Tambunan dari Negara Kepala Singa itu.
“Ini kan ada celah bahwa kita mampu melakukan lobi-lobi atau pendekatan hukum kepada Singapura. Sehingga, dengan kepercayaannya mereka mau memberi akses dalam memuÂlangkan Gayus ke Indonesia. MeÂtode seperti ini harusnya bisa dikembangkan,†ujarnya.
Namun, kepolisian tetap saja berpandangan bahwa kendala untuk membawa pulang para buronan itu adalah tidak adanya perjanjian ekstradisi.
Menurut KeÂpala Divisi HuÂmas Polri AnÂton Bahrul Alam, kendala untuk menangkap dan membawa puÂlang target buruan itu adalah tiÂdak adanya perÂjanÂjian ekstradisi antar pemerintah Indonesia deÂngan negara yang jadi lokasi perÂsembunyian para buronan.
Minta Polri Tak Terpaku EkstradisiEva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPRUsaha memulangkan buÂroÂnan ke Indonesia hendaknya tiÂdak terpaku pada metode perÂjanjian Mutual Legal Asistence (MLA) atau ekstradisi.
Kerjasama dengan 188 neÂgaÂra angÂgota International Police (Interpol) merupakan langkah yang lebih efektif dan efisien, asalÂkan dilakukan secara seÂrius. Demikian pendapat angÂgoÂta Komisi III DPR Eva KuÂsuma Sundari.
“Sedikitnya ada 52 buronan dari Indonesia yang sudah maÂsuk daftar Interpol. Langkah koordinasi dengan Interpol ini, selalu saya tekankan. Soalnya, kerjasama sesama negara angÂgota Interpol lebih konkret keÂtimbang melakukan pendekatan melalui MLA atau perjanjian ekstradisi,†katanya, kemarin.
Eva mencontohkan, desakan untuk mengefektifkan kerÂjaÂsama KPK, Polri dan Interpol dalam memburu M Nazaruddin memberikan hasil optimal. Soalnya, negara negara sesama anggota Interpol memiliki koÂmitÂmen sama dalam usaha meÂneÂgakkan hukum. “Mereka puÂnya prinsip dan komitmen yang sama dalam memburu buronan keÂpolisian atau KPK negara lain. Otomatis kerjasama lewat Interpol menjadi hal yang paÂling logis, efisien dan konkret,†nilai politisi PDIP ini.
Dia pun berharap, upaya meÂmaksimalkan kerjasama Polri dengan Interpol mampu meÂmuÂlangkan para buronan yang masih ngumpet di luar negeri. Kerjasama tersebut akan lebih optimal jika pemerintah mau meÂningkatkan komitmennya memÂburu para buronan itu. SoalÂnya, daftar buronan asal IndoÂneÂsia yang belum berhasil dipuÂlangkan masih panjang sekali.
Menurut Kepala Divisi HuÂmas Polri Anton Bahrul Alam, tim pemburu para buronan tersebut seringkali tidak dapat meÂlakukan penangkapan di neÂgara lain. “Otoritas tim kita terÂbatas. Seringkali tidak menÂdaÂpat izin penangkapan di negara yang jadi tempat perseÂmÂbuÂnyian buronan tersebut,†alasannya.
Kendala yang seringkali muncul dalam proses penangÂkaÂpan para buronan tersebut, meÂnurutnya, sejauh ini menjadi kajian kepolisian dan tim dari intansi lain seperti Kementerian Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
[rm]
BERITA TERKAIT: