Dimintai tanggapan mengenai rekrutmen hakim yang dilakukan MA saat ini, Wakil Ketua KY Imam Anshari Saleh mengeÂmuÂkaÂkan, proses seleksi dan rekÂrutÂmen calon hakim belum seÂpeÂnuhÂnya sesuai kaidah perundangan. Semestinya dalam proses seleksi haÂkim, MA mau memberikan porÂsi lebih kepada KY.
Digarisbawahi, diberikannya kewenangan lebih terhadap KY dalam proses seleksi hakim diÂanggap penting. “KY memiliki kredibilitas dalam menyeleksi maupun menyaring nama calon haÂkim,†katanya. Dengan komÂpeÂtensi yang ada, diyakini bisa memÂbantu MA meningÂkatÂkan mutu hakim di Tanah Air.
Diharapkan, pelibatan KY daÂlam menyeleksi calon hakim bisa dimulai dari seleksi tingkat perÂtama atau pengadilan negeri. Dari sini KY bisa memÂberi konÂtribusi perbaikan kualitas, sebab para hakim agung yang duÂduk di MA meniti karir sebagai hakim pengadilan tingkat pertama di pengadilan negeri.
Permintaan KY tersebut, samÂbungÂnya, bukan tanpa alasan. KY mencatat setumpuk data dan laÂpoÂran tenÂtang tindak-tanduk peÂnyimÂpaÂngan hakim. Dia bilang, berÂbagai benÂtuk penyelewengan haÂkim yang diÂcatat KY menunÂjukÂkan bahÂwa metode rekrutmen di tingkat pertama belum optimal.
KY juga menemukan data, seÂjumlah hakim yang terpilih diÂdoÂmiÂnaÂsi sanak famili atau keÂluarga haÂkim sendiri. Karenanya, pola-pola rekrutmen caÂlon hakim sudah layak direÂvisi.
Hal senada disampaikan angÂgota Komisioner KY Bidang RekÂrutmen Hakim TaufiÂquÂrÂrohÂman Syauhari. Dia menyatakan, transparansi dalam rekrutmen hakim tingkat pertama perÂlu diÂoptimalkan.
“Itu ditujukan untuk menÂgÂhinÂdari pandangan-pandangan maÂsyaÂrakat yang keliru,†terangnya seraÂya menambahkan, kurang tranÂspaÂrannya proses seleksi tingÂkat perÂtama mengaÂkiÂbatÂkan kuaÂlitas menÂtal hakim pada tingkat selanjutnya sulit diÂukur. “PeÂniÂlaiÂanÂnya masih diÂdaÂsari perÂtimÂbaÂngan-pertimÂbaÂngan subyektif,†kata dia.
Dengan kondisi yang demiÂkian, maka tidak mengherankan kalau selama ini, masih terjadi peÂnyimpangan perilaku hakim dan jajarannya baik panitera mauÂpun staf pengadilan lainnya. “SuÂdah saatnya ini diperbaiki,†timÂpalnya akhir pekan lalu.
Lebih ironis, Syahuri menÂduÂga, proses seleksi MA terhadap 210 hakim pada 2010 masuk kategori illegal. Proses seleksi hakim terseÂbut nyata-nyata menÂgÂeÂsamÂpingÂkan UU No 49/2009, UU No 50/2009 dan UU No 51/2009 yang seÂcara tegas mengatur tentang otoÂritas KY dalam proses rekrutÂmen hakim bersama-sama dengan MA.
Namun tudingan itu ditepis KeÂtua MA Harifin Tumpa. Dia biÂlang, MA sudah mengundang KY untuk sama-sama membahas meÂkanisme mengenai seleksi haÂkim. Namun KY tidak merespon unÂdangan tersebut.
Menurutnya, undang-undang yang mengatur MA harus meliÂbatkan KY dalam proses seleksi, tidak ada sanksiÂnya. “Dalam UU Peradilan Umum, UU Peradilan Tata Usaha Negara dan UU PeraÂdilan Agama tidak ada sanksiÂnya,†sergahnya.
Ditegaskan, sejak kepeÂmimÂpiÂnan Busyro Muqoddas, MA suÂdah mengajak KY untuk berÂperan aktif dalam proses seleksi hakim. UU meÂnyeÂbutÂkan bahwa KY bisa ikut serta dalam seleksi haÂkim, tapi tidak meliputi seÂlekÂsi calon hakim.
Di luar itu, mekanisme rekÂrutÂmen dan seleksi calon hakim seÂlama ini dilakukan sesuai proÂseÂdur yang ada. “Semuanya diÂlaÂkukan secara terbuka. Tidak ada yang ditutup-tutupi,†teÂgasnya.
Tragedi Hukum di Bibir JurangAdhie Massardi, Aktivis GIBAktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi menilai, silang sengketa antara Mahkamah Agung (MA) verÂsus Komisi Yudisial (KY) periÂhal proses seleksi hakim agung jadi bukti nyata adanya sikap sentimentil antar lembaga peÂnegak hukum.
“Sebetulnya ini merupakan perbuatan yang memilukan bagi instansi peradilan di IndoÂnesia. Seharusnya, antara MA deÂngan KY itu saling memÂbanÂtu bukannya saling mengejek dan bersaing seperti ini,†katanya.
Menurut Adhie, persaingan antara KY dengan MA ini buÂkan hanya semata-mata perÂsaingan kewenangan dan tugas saja, melainkan sudah masuk persaingan bisnis. Sehingga, Adhie melihat kedua lembaga itu hanya melakukan penÂcitÂraÂan saja. “Berbicara bisnis tentu pada akhirnya akan kembali keÂpada masalah uang,†ujarnya.
Adhie memprediksi, jika siÂlang pendapat antara KY deÂngan MA terus bergulir, tak terÂtutup kemungkinan terjadi traÂgedi cicak vs buaya jilid II. KaÂrena itu, dirinya meminta keÂpada kedua lembaga itu untuk membawa permasalahan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“MK diharapkan bisa meÂninÂjau kewenangan kedua lembaga tersebut dari undang-undang yang mengaturnya,†tandasnya.
Kepada para calon hakim agung yang mengikuti proses seleksi, Adhie berharap dapat meÂngambil pelajaran dari kasus hakim Syarifuddin yang terÂtangÂkap tangan KPK. “Kasus hakim Syarifuddin itu jadi perÂtanda bahwa mafia peradilan masih ada dan belum terkuras habis,†pungkasnya.
Disamping itu, katanya, opini masyarakat mengenai peneÂgakÂkan hukum di Negeri ini tetap tak berubah, yakni berada di biÂbir jurang kegagalan. “PenangÂkaÂpan Syarifuddin semakin membuktikan hukum tidak berÂjalan karena instrumen lembaga penegak hukum yang mesti mengawalnya malah korup,†tandasnya.
Menurut Adhie, masyarakat berharap lembaga peradilan di tingkat manapun menjadi tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan. “Justru, pengadilan dianggap sebagai tempat yang berperan penting menjauhkan masyarakat dari keadilan,†ucapnya.
Lembaga Ad Hoc Bantu Proses SeleksiAndi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi mengimbau Mahkamah Agung (MA) mengikutsertakan KoÂmisi Yudisial (KY) pada proses seleksi calon hakim agung. PaÂsalnya, peran KY dalam proses itu akan menambah seleksi caÂlon hakim agung makin ketat.
“Jadi, para calon yang terseÂleksi benar-benar terpilih berÂdasarkan standar kualifikasi yang memadai dan proses yang ketat,†katanya. Menurutnya, jika KY tidak diikutsertakan dalam proses itu, para hakim yang mempunyai
track record buÂruk dapat lolos dengan mudah.
Sehingga, katanya, diperluÂkan lembaga
ad hoc untuk membantu proses seleksi calon hakim agung agar prosedurnya lebih ketat. “KY punya keweÂnangan mengawasi perilaku hakim. Dengan kewenanganÂnya itu, maka otomatis KY bisa membantu MA untuk meÂnyeÂlekÂsi secara ketat para calon haÂkim agung itu,†ucapnya.
Dia menilai, jika MA tak meÂliÂbatkan KY, maka MA telah membatasi kinerja suatu lemÂbaÂga pemantau peradilan di Tanah Air. Menurutnya, sebagai lemÂbaga yang lebih dahulu lahir, MA harus membuka ruang bagi KY untuk ikut serta dalam proÂses seleksi calon hakim agung.
“Seharusnya MA dan KY itu bekerjasama bukannya saling kontroversi,†ujarnya.
Meski begitu, politisi Golkar ini juga mengingatkan KY agar melakukan tugasnya dengan baik jika di kemudian hari, lemÂbaga pengawas perilaku hakim itu diberi kepercayaan ikut daÂlam proses pemilihan calon haÂkim agung.
“Jangan sia-siakan kesemÂpaÂtan yang diberikan. Kalau perlu KY menunjukkan terobosan-teÂroÂbosan baru lain pada maÂsyaÂrakat. Kami di KomÂisi III menÂdukung sepeÂnuhÂnya jika hal ini ditujukan untuk kepentingan rakyat dan keÂadilan,†tuturnya.
[rm]
BERITA TERKAIT: