WAWANCARA

Purnomo Yusgiantoro: Aksi Teror Meningkat, Bahan Peledak Diawasi

Jumat, 17 Juni 2011, 07:21 WIB
Purnomo Yusgiantoro: Aksi Teror Meningkat, Bahan Peledak Diawasi
Purnomo Yusgiantoro
RMOL. Evaluasi izin sembilan perusahaan untuk memproduksi bahan peledak merupakan program prioritas industri pertahanan.

Demikian diungkapkan Men­teri Pertahanan, Purnomo Yus­gian­toro kepada Rakyat Mer­deka, di kantornya Jalan Merdeka Ba­rat, Jakarta, kemarin.

Purnomo mengungkapkan, arah kebijakan pertahanan  untuk memberdayakan potensi sumber daya alam dan manusia dalam negeri, sehingga bisa bangkit dan berdaulat.

“Kebijakan itu termasuk dalam prioritas kabinet bahwa industri pertahanan menjadi prioritas,” papar Purnomo.

Menurut bekas Menteri ESDM itu, kementerian yang dipimpin­nya tidak main-main dalam usaha memberdayakan industri pertaha­nan dalam negeri.

“Makanya kami  memberikan order kepada PT Dirgantara Indo­nesia dan PT Pindad beberapa jenis alutsista yang bisa dipro­duksi oleh kedua perusahaan ter­sebut,’’ ujarnya.

Kemudian melakukan evaluasi izin produksi bahan peledak untuk sembilan perusahaan, yakni PT Dahana, PT Pindad, PT Aneka Gas Industrial, PT Ar­mindo Prima, PT Trivita Perkasa, PT Tri Daya Esta, PT Asakarya Multi Pratama dan PT Maxix.

 Berikut kutipan selengkapnya;

 Apa tujuan evaluasi perizi­nan ini?
Kebijakan itu merupakan tugas dan tanggung jawab kami untuk memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap produksi bahan peledak. Sebab, regulasi­nya dari kami.

Soalnya  banyak penyalahgu­naan bahan peledak, terutama ke­giatan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Ke depan kita akan melakukan pengawasan yang lebih ketat lagi.

Walaupun sudah ada institusi yang langsung ke masalah opera­sional, tetapi dari segi regulasi dan pemberian izin, proses ini ha­rus melewati kita terlebih dahulu. Sebab, izin lewat kami, maka kami perlu melakukan pengawa­san dan pembinaan kepada sem­bilan perusahaan itu.

Kenapa kebijakan itu dite­rap­kan sekarang?
Kami melihat ini sebagai se­buah dinamika dan perubahan kegiatan, seperti peningkatan kebutuhan di luar militer, yaitu di sektor pertambangan. Artinya, ke­butuhan meningkat dan harga batu bara meningkat. Selain itu ke­­butuhan eksplorasi juga me­ning­kat, sehingga kebutuhan ba­han peledak meningkat juga.

Di sisi lain, suplainya bahan baku kurang, tetapi kebutuhan banyak. Kita juga ingin mem­batasi impor, sehingga kalau bisa mengoptimalkan dan maksimal­kan suplai bahan peledak dari da­lam negeri.

Kami bisa membuka kesem­pa­tan bagi mereka yang ingin in­vestasi di situ. Itu yang kami maksud industri pertahanan men­support perekonomian.

Bagaimana dari sisi kea­ma­nan?
Banyak penyalahgunaan bahan peledak, sehingga perlu dilaku­kan pengawasan. Dulu pengawa­san itu tetap dilakukan, tetapi se­karang keadaannya berbeda. Ada peningkatan  kegiatan teror meng­­gunakan bahan peledak.

Makanya  saya instruksikan untuk mengembangkan industri bahan peledak karena kita butuh pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain kita meningkatkan pe­nga­wasannya.

Bukankah bahan baku dari dalam negeri masih ku­rang?
Kebutuhan meningkat, tetapi pe­menuhan bahan baku dari da­lam negeri tetap ada. Misalnya kita akan membangun suatu pusat bahan peledak di Subang, Jawa Barat yang dilakukan PT Dahana. Ini sudah saya resmikan.

Tidak hanya itu, di daerah Kali­mantan Timur sudah kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan ba­han baku dari dalam negei. Arti­nya semaksimal mungkin kita menggunakan bahan dari dalam negeri.

Apa kita tidak impor lagi untuk industri pertahanan?
Kami merencanakannya untuk jangka panjang seperti itu. Tapi selama kita masih kurang, kita harus mencari dari tempat lain.

Bagaimana revitalisasi in­dus­tri alutsista?
Saya kira sekarang sudah banyak sekali perkembangannya. Sebab, kita menganut prinsip kalau bisa dibuat di dalam negeri, tidak perlu impor.

Urutannya arah revitalisasi ini adalah kalau bisa produksi dalam negeri, join production, transfer of technology dan off set, impor dengan off set.

Kalau kita sudah mampu, kita bisa ekspor. Contoh sistem Off set seperti Korea Selatan, menjual T-50 kepada Indonesia, lalu kita menjual CN-235 kepada Korea Selatan.

Apa cukup signifikan  hasil­nya?
Alhamdulillah kita bisa bangga dengan produk alutsista kita. Sebab, beberapa negara sudah memesan alat-alat alutsista dan panser kita yang sudah diakui  PBB. Contohnya Timor-Timor me­­­­mesan kapal patroli kita, Brunei Darussalam ingin mem­beli panser kita, Malaysia sudah teken kontrak untuk memasarkan senjata buatan Indonesia.

Selain itu, Filipina akan mem­beli kapal LPD (Landing Plat­form Dock) buatan kita, yaitu sejenis kapal angkut pasukan dan pengangkut alustita.

Apa Anda yakin kondisi ini bisa dikembangkan?
Saya yakin langkah yang kita lakukan ini bisa berhasil untuk menciptakan industri pertahanan Indonesia yang berdaulat. Tapi saya minta kepada masyarakat untuk bersabar dalam proses ini. Saya rasa proses ini tidak bisa berjalan satu-dua tahun, tetapi pro­ses ini sangat panjang. Misal­nya, membuat kapal KCR (kapal cepat rudal) memerlukan waktu sampai 2 tahun.

Kenapa Anda begitu yakin?
Keyakinan saya ini cukup ra­sional, karena pemerintah sudah mendukung kebijakan ini, de­ngan mengalokasikan APBN untuk industri pertahanan. Misal­nya presentasi membeli alutsista kita besarkan, presentase itu yang akan kita dorong ke produksi dalam negeri.  [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA