“Kami diberikan amanat untuk mengadakan pertemuan dengan Kapolda seluruh Indonesia dalam upaya deradikalisasi,†beber KeÂtua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya Pengurus PBNU bertemu SBY, di Istana, Selasa (7/6). Tujuannya mengundang PreÂsiden untuk hadir dalam hari ulang tahun PBNU, 17 Juli menÂdatang.
Menurut Said Aqil Siradj, di dalam pertemuan tersebut, pemeÂrintah mengakui andil NU dalam membangun kekuatan komunitas sosial sebagai penguat NKRI.
Said mengungkapkan, tujuan utama deradikalisasi itu ingin menunjukkan bahwa Islam buÂkan mengarahkan orang IndoneÂsia. Tapi Islam yang Ahlussunnah Wal Jama’ah yang moderat dan terintegrasi dengan budaya IndoÂnesia.
“Kita ingin menunjukkan bahwa Islam yang integral deÂngan tradisi budaya Indonesia, dan Islam yang tidak menggusur tradisi leluhur. Namun tidak berÂtentangan dengan tauhid,†paÂparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Apa saja programnya?
Intinya kita mengajarkan Islam yang ramah, penuh dengan hikÂmah, bijak, dan wisdom. Ini diÂlakukan secara terprogram dan kontinyu.
Program ini kita jalankan meÂlalui kerja sama dengan beberapa Polda untuk pencerahan kepada para da’i. Untuk sementara yang sudah terlaksana di Polda Jateng.
NU akan mengumpulkan para tarekat tasawuf, apa tuÂjuannya?
Itu sebagai rangkaian Harlah NU, Insya Allah akan dilaksanaÂkan 16 Juli 2011 di Hotel BoroÂbudur yang dihadiri 43 tarekat dari dalam negeri dan 22 tarekat dari luar negeri. Kumpulan tareÂkat itu yang memiliki hanya NU. Kami ingin menunjukkan bahwa Islam yang moderat cocok deÂngan kondisi Indonesia dan menÂjadi benteng persatuan serta kekuatan bagi bangsa Indonesia. Tasawuf juga memiliki nilai-nilai yang sangat luar biasa, seperti sabar, mandiri, persaudaraan, jauh dari kebencian, dan tidak takabur. Nilai-nilai itu yang ingin kita angkat, agar manusia bisa hidup sederhana.
Kami ingin menekankan bahwa Islam membawa rahmat bukan membawa malapetaka dan kehancuran.
Ada pendapat menghormati benÂdera adalah haram, bagaiÂmana tanggapan Anda?
Bendera adalah simbol perÂsatuan, simbol bahwa kita adalah satu. Bendera merah putih adalah simbol persatuan bangsa IndoneÂsia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Artinya, kita hormati merah putih, kita mengÂhormati persatuan itu. Jadi ketika kita hormat kepada bendera meÂrah putih, bukan berarti kita meÂnyembah merah putih.
Bagaimana pandangan NU mengenai Pancasila?
Kami mendukung penuh empat pilar kehidupan berbangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Bagi NU, Pancasila dan NKRI itu bukan sekadar basa-basi tetapi kebenaran yang kita pilih. Hal ini kami tuangkan dalam bai’at meÂlantik pengurus NU yang isinya: kami berjanji akan menyebarkan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang moderat dan toleran, serta kami berjanji akan memperÂtaÂhankan NKRI serta Pancasila.
Ada yang bilang Pendidikan Pancasila tidak diperlukan, meÂnurut Anda bagaimana?
Menurut saya itu salah. Yang harus dibuang adalah program BP 7 dan P4. Namanya ideologi tidak bisa didoktrin top down. SehaÂrusnya disosialisasikan secara perlahan agar dapat diterima dan mengena hingga ke bawah. IntiÂnya, kurikulum Pancasila harus ada, namun BP7 dan P4 tidak perlu ada.
Apa lagi yang dibicarakan deÂngan SBY?
Kami membicarakan mengenai ketahanan pangan di Indonesia. Kalau tidak diantisipasi, diperÂkiraÂkan 10-20 tahun mendatang akan terjadi krisis pangan. Warga NU kebanyakan basic-nya adalah pertanian, maka dihaÂrapÂÂkan meÂreka giat untuk rajin menanam yang bisa dimakan. Kami sadar di samping faktor cuaca, berÂkuÂrangnya lahan pertanian menÂjadi faktor menurunnya produkÂtifitas pertanian.
Apa dibicarakan soal penÂdidikan dan pesantren?
Itu juga dibicarakan. Masalah pendidikan, khususnya pesantren yang selama ini dikesampingkan oleh masyarakat. Padahal pesanÂtren itu sangat efektif dalam memÂÂbangun nation character. Sebab, ilmu itu diamalkan dan direalisasikan, bukan hanya diÂwacanakan dan didiskusikan.
Di dalam pesantren itu ada nilai-nilai yang terintegrasi satu dengan lainnya. Pertama, ilmu itu jangan hanya ditulis, tapi harus diamalkan dengan tulus dan ikhlas. Kedua, ada nilai persaudaÂraan yang kuat. Ketiga, ada nilai kemandirian karena mentalnya ditempa.
Ini berarti, keluaran pesantren memiliki percaya diri dan keÂmandirian. Kita tidak harus menÂjadi PNS untuk bisa hidup, tapi bisa berbagai cara. [RM]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: