Said Aqil Siradj: Presiden SBY Meminta Kami Menangkal Gerakan Radikal

Senin, 13 Juni 2011, 01:50 WIB
Said Aqil Siradj: Presiden SBY Meminta Kami Menangkal Gerakan Radikal
Said Aqil Siradj
RMOL.Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendapat amanat dari Presiden SBY menangkal gerakan radikal demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).   

“Kami diberikan amanat untuk mengadakan pertemuan dengan Kapolda seluruh Indonesia dalam upaya deradikalisasi,” beber Ke­tua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Sebelumnya Pengurus PBNU bertemu SBY, di Istana, Selasa (7/6). Tujuannya mengundang Pre­siden untuk hadir dalam hari ulang tahun PBNU, 17 Juli men­datang.

Menurut Said Aqil Siradj, di dalam pertemuan tersebut, peme­rintah mengakui andil NU dalam membangun kekuatan komunitas sosial sebagai penguat NKRI.

Said mengungkapkan, tujuan utama deradikalisasi itu ingin menunjukkan bahwa Islam bu­kan mengarahkan orang Indone­sia. Tapi Islam yang Ahlussunnah Wal Jama’ah yang moderat dan terintegrasi dengan budaya Indo­nesia.

“Kita ingin menunjukkan bahwa Islam yang integral de­ngan tradisi budaya Indonesia, dan Islam yang tidak menggusur tradisi leluhur. Namun tidak ber­tentangan dengan tauhid,” pa­parnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa saja programnya?

Intinya kita mengajarkan Islam yang ramah, penuh dengan hik­mah, bijak, dan wisdom. Ini di­lakukan secara terprogram dan kontinyu.

Program ini kita jalankan me­lalui kerja sama dengan beberapa Polda untuk pencerahan kepada para da’i. Untuk sementara yang sudah terlaksana di Polda Jateng.

NU akan mengumpulkan para tarekat tasawuf, apa tu­juannya?

Itu sebagai rangkaian Harlah NU, Insya Allah akan dilaksana­kan 16 Juli 2011 di Hotel Boro­budur yang dihadiri 43 tarekat dari dalam negeri dan 22 tarekat dari luar negeri. Kumpulan tare­kat itu yang memiliki hanya NU.  Kami ingin menunjukkan bahwa Islam yang moderat cocok de­ngan kondisi Indonesia dan men­jadi benteng persatuan serta kekuatan bagi bangsa Indonesia. Tasawuf juga memiliki nilai-nilai yang sangat luar biasa, seperti sabar, mandiri, persaudaraan, jauh dari kebencian, dan tidak takabur. Nilai-nilai itu yang ingin kita angkat, agar manusia bisa hidup sederhana.

Kami ingin menekankan bahwa Islam membawa rahmat bukan membawa malapetaka dan kehancuran.

Ada pendapat menghormati ben­dera adalah haram, bagai­mana tanggapan Anda?

Bendera adalah simbol per­satuan, simbol bahwa kita adalah satu. Bendera merah putih adalah simbol persatuan bangsa Indone­sia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Artinya, kita hormati merah putih, kita meng­hormati persatuan itu. Jadi ketika kita hormat kepada bendera me­rah putih, bukan berarti kita me­nyembah merah putih.

Bagaimana pandangan NU mengenai Pancasila?

Kami mendukung penuh empat pilar kehidupan berbangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

Bagi NU, Pancasila dan NKRI itu bukan sekadar basa-basi tetapi kebenaran yang kita pilih. Hal ini kami tuangkan dalam bai’at me­lantik pengurus NU  yang isinya: kami berjanji akan menyebarkan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang moderat dan toleran, serta kami berjanji akan memper­ta­hankan NKRI serta Pancasila.

Ada yang bilang Pendidikan Pancasila tidak diperlukan, me­nurut Anda bagaimana?

Menurut saya itu salah. Yang harus dibuang adalah program BP 7 dan P4. Namanya ideologi tidak bisa didoktrin top down. Seha­rusnya disosialisasikan secara perlahan agar dapat diterima dan mengena hingga ke bawah. Inti­nya, kurikulum Pancasila harus ada, namun BP7 dan P4 tidak perlu ada.

Apa lagi yang dibicarakan de­ngan SBY?

Kami membicarakan mengenai ketahanan pangan di Indonesia. Kalau tidak diantisipasi, diper­kira­kan 10-20 tahun mendatang akan terjadi krisis pangan. Warga NU kebanyakan basic-nya adalah pertanian, maka diha­rap­­kan me­reka giat untuk rajin menanam yang bisa dimakan. Kami sadar di samping faktor cuaca, ber­ku­rangnya lahan pertanian men­jadi faktor menurunnya produk­tifitas pertanian.

Apa dibicarakan soal pen­didikan dan pesantren?

Itu juga dibicarakan. Masalah pendidikan, khususnya pesantren yang selama ini dikesampingkan oleh masyarakat. Padahal pesan­tren itu sangat efektif dalam mem­­bangun nation character. Sebab, ilmu itu diamalkan dan direalisasikan, bukan hanya di­wacanakan dan didiskusikan.

Di dalam pesantren itu ada nilai-nilai yang terintegrasi satu dengan lainnya. Pertama, ilmu itu jangan hanya ditulis, tapi harus diamalkan dengan tulus dan ikhlas. Kedua, ada nilai persauda­raan yang kuat. Ketiga, ada nilai kemandirian karena mentalnya ditempa.

Ini berarti,  keluaran pesantren memiliki percaya diri dan ke­mandirian. Kita tidak harus men­jadi PNS untuk bisa hidup, tapi bisa berbagai cara. [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA