Jimly Asshiddiqie: Nazaruddin & Nunun Nurbaeti Bikin Malu Pejabat Indonesia

Senin, 13 Juni 2011, 00:37 WIB
Jimly Asshiddiqie: Nazaruddin & Nunun Nurbaeti Bikin Malu Pejabat Indonesia
Jimly Asshiddiqie
RMOL.Sanksi pemberhentian sementara terhadap tersangka kasus dugaan suap, Syarifuddin Umar, belum cukup. Tapi MA juga hendaknya memberi sanksi pertanggungjawaban kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Meski tidak terlibat dalam kasus Syarifuddin, tapi Ketua PN Jakpus kan memiliki kewajiban untuk membina dan mengawasi perilaku anggotanya. Apalagi, sudah 39 perkara korupsi dia bebaskan. Seharusnya, pimpinan kan tahu akan hal ini,” ujar bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, kepada Rak­yat Merdeka, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apakah pemberian sanksi ter­hadap pimpinan akan mem­buat pembenahan lembaga pe­radilan lebih efektif?

Sangat efektif. Menurut saya, pemberian sanksi terhadap pe­mim­pin akan membuat pembena­han sistem menjadi revolusioner. Pemberian sanksi akan mendidik pemimpin untuk bertanggung jawab dan menjadikan mereka berwibawa.

Kalau mereka tidak ber­sa­lah?

Bersalah atau tidak, seorang pemimpin harus bertanggung jawab. Ini kan menyangkut ke­pemimpinan. Artinya, semua pemimpin harus bertanggung jawab dalam mengawasi anak buahnya.

Sanksinya apa?

Boleh saja dipindahkan, atau gajinya dipotong, dan lain seba­gai­nya. Yang pasti sesuai dengan peraturan yang ada. Jangan sam­pai, kelalaian tersebut menim­bulkan sejumlah spekulasi. Mi­sal­nya, ada pihak-pihak yang berpendapat, si A itu kan bekerja untuk ketua, tapi dia yang dikor­bankan. Masa hal-hal seperti ini, terus-menerus kita diamkan.

Apa pemberian sanksi se­perti ini efektif dalam mem­be­rantas korupsi?  

Sangat efektif. Pemberian sanksi terhadap pemimpin akan membuat pembenahan sistem menjadi revolusioner. Kita tidak perlu menunggu satu generasi untuk memberantas korupsi.

Saat ini, di sejumlah kampus ada mata kuliah anti korupsi. Tapi, hal itu kan memakan waktu lama. Dampaknya dapat dirasa­kan generasi mendatang. Tapi bagaimana dengan generasi sekarang.

Bukankah pemimpin di sini cenderung lari dari tanggung jawab?

Kalau seluruh sistem kepe­mim­pinan difungsikan, saya yakin sistem ini akan berjalan. Saya pun menyesalkan perilaku bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin dan istri bekas Wakapolri Anang Dara­djatun, Nunun Nurbaeti.

Saya menyarankan, mereka segera pulang ke Indonesia agar persoalan hukum yang melilitnya tidak semakin ruwet. Telebih, mereka adalah pemimpin yang mewakili lembaga atau istansi tertentu.

Selain mempermalukan orga­ni­sasi tempat mereka bernaung, perbuatan Nazaruddin dan Nunun bikin malu Indonesia di mata dunia internasional. Gara-gara mereka, dunia internasional bisa memukul rata sifat pejabat Indo­nesia. Kalau kena masalah, lari ke luar negeri dengan alasan sakit.

Apa lagi yang harus dilaku­kan untuk membenahi sistem peradilan?

Bagaimana sistem peradilan kita ini diperbaiki secara besar-besaran, ya kita harus dievaluasi ulang. Para peramu Undang-undang harus segera melakukan pembahasan RUU Kitab Un­dang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru.

Keberadaan undang-undang ini harus didahulukan, kita per­baiki, kita rombak isinya dan sesuaikan dengan perkembangan zaman. Sebab, besar sekali pengaruhnya bagi perbaikan ma­najemen peradilan dan perbaikan manajemen perkara. Ini membuat sistem menjadi lebih efisien, akuntabel, dan transparan.

Apa itu saja yang perlu di­per­baiki?

Ada satu lagi, yakni perbaikan manajemen kelembagaan.  Per­baikan sistem tidak akan berjalan jika lembaga hukum tidak mem­punyai basis data.

Umumnya lembaga hukum kita itu manajemennya jelek, kam­pungan, dan tak punya data­base. Ada pengadilan yang jum­lah hakimnya sedikit, tapi jumlah perkaranya banyak. Ada juga yang sebaliknya, jumlah hakim­nya banyak, tapi perkara­nya sedikit. Ini karena tidak mem­punyai database. [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA