“Sistem ini sudah baik. Tapi kita membuka diri untuk perÂbaikan. Nggak mungkin sebuah sistem sempurna selamanya,†ujar Muhammad Nuh.
Hasil UN, lanjutnya, tidak hanya digunakan untuk menentuÂkan kelulusan. Tapi juga melihat kualitas pendidikan dan mencari solusi perbaikan.
“Kami memetakan pendidikan di Indonesia. Mudah-mudahan anaÂliÂsanya selesai sebulan. KeÂmudian ditemukan solusi atas berbagai permasalahan penÂdidiÂkan yang terjadi di sejumlah daerah,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Bagaimana cara memetakan dan membuat analisanya?Untuk mendapatkan gambaran rinci, Kemendiknas akan meneÂlusuri pelaksanaan UN di setiap provinsi dan kabupaten. Tiap sekolah kami melakukan evaluasi mata pelajaran hingga sub pokok bahasan, seperti apa nilainya.
Contohnya, ujian matematika, jumlah soalnya ada 50. Soal noÂmor 1 berapa yang benar seÂcara nasional. Dari situ, kita dapat mengetahui bagaimana kualitas pembelajaran hingga tiap pokok bahasan di semua sekolah.
Setelah dipetakan seperti itu, Kemendiknas akan menganalisis dan mencari solusi atas persoalan tersebut. Kemudian, kami akan memberikan intervensi kebijakan perbaikan.
Berapa lama analisis itu dilaÂkukan?Sekitar sebulan. Saat ini, kami sudah mendapat peta besar untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun, analisis detailÂnya belum dapat kami selesaikan, karena konsentrasi kami terpeÂcah. Kami masih mengerjakan keÂlulusan siswa Sekolah MeneÂngah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar (SD).
Setelah selesai mengerjakan masalah kelulusan, saya yakin analisis detailnya dapat kami selesaikan.
Setelah dianalisis, apa solusi yang akan dilakukan?Pemerintah telah menganggarÂkan Rp 1 miliar per kabupaten/kota untuk upaya perbaikan mutu. Itu salah satu solusi yang akan kami lakukan. Namun, pemÂberian dana itu dilakukan dengan membandingkan data hasil UN dengan tingkat kemiskinan, penÂdapatan per kapita, serta besaran Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD).
Persentase kelulusan UN untuk SMA, MA dan SMK cuÂkup memuaskan, bagaimana komentar Anda? Alhamdulillah persentase keÂlulusan siswa SMA, MA dan SMK meningkat 0.18 persen untuk tahun ini. Jadi, angka keÂlulusannya mencapai 99, 22 persen.
Kalau yang tidak lulus?Ada 11.443 atau 0,78 persen siswa SMA, MA dan SMK yang tidak lulus UN. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan taÂhun lalu yang persentase ketiÂdakÂluÂlusannya mencapai 0,96 persen.
Jumlah sekolah yang siswanya 100 persen nggak lulus juga berkurang. Tahun ini hanya ada 5 SMA yang siswanya 100 persen tidak lulus.
Tapi 11.443 orang itu kan cukup banyak?Kalau dilihat secara mateÂmatis, 11 ribu siswa yang tidak lulus memang banyak. Namun, jika jumlah itu dibandingkan dengan siswa SMA, SMK dan MA yang mengikiti UN atau 1.476.575 siswa, ya nggak terÂlalu besar dong. Karena itu, kami menyimÂpulkan pelaksanaan UN tahun ini sudah cukup bagus dari segi hasil maupun pelakÂsaÂnaannya.
Mengenai penghapusan mata pelajaran Pancasila bagaiÂmana?Nah, ini perlu saya luruskan. Sebenarnya, pelajaran Pancasila itu tidak pernah dihapuskan. Dalam kurikulum Tahun 2006 yang merupakan terjemahan Undang-undang Sisdiknas tahun 2003, siswa harus mendapat pelaÂjaran kewarganegaraan, agama dan sebagainya.
Dalam mata pelajaran kewarÂganegaraan itulah materi PanÂcasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dimasukkan. Namanya memang bukan pelaÂjaÂran Pancasila, tapi pokok-pokok basannya tetap ada. Jadi, kalau dibilang pendidikan PanÂcasila dihapus ya nggak benar.
[RM]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.