Aktivis Buruh, Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan, GeraÂkan 1 Mei akan mengangkat tema pentingnya jaminan sosial di Indonesia. Aksi para buruh yang akan berlangsung di Jakarta dan kota-kota lainnya, akan menjadi batu pertama dalam memperÂjuangkan jaminan sosial nasional.
“
May Day kali ini tidak sekadar perayaan normatif yang selesai hari itu juga. Kami akan menjadiÂkan sebagai momentum mengÂgerakkan penyeleÂsaian RUU BPJS,†ujar anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, keÂpada
Rakyat MerÂdeka, di Depok, kemarin.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyaÂyangkan penghentian sepihak pembahasan RUU BPJS oleh 8 menÂteri. Karena itu, DPR meÂminta Presiden agar tidak segan menegur menteri-menteri terkait.
Rieke selanjutnya mengatakan, desakan untuk menyelesaikan RUU BPJS tak berarti, peringatan May Day melupakan isu penghaÂpusan sistem
outsourcing dan hak-hak pekerja lainnya. Namun, deÂsakan penyelesaian RUU BPJS perlu menjadi skala prioritas, kaÂrena undang-undang itu akan meÂlindungi seluruh rakyat Indonesia.
“Kami akan memperlihatkan, buruh tak sekadar simbol dengan persoalan-persoalan normatifnya. Tapi, kami ingin menunjukkan, buruh yang hidupnya serba terÂbatas dan upah yang minim masih memikirkan jaminan sosial. Jaminan yang tidak hanya berÂtujuan untuk melindungi meÂreka, tapi untuk seluruh rakyat,†papar politisi PDIP itu.
Berikut kutipan selengkapnya:Kenapa Anda begitu perÂhaÂtian terhadap penyelesaian RUU BPJS?Pembahasan RUU BPJS tersisa satu masa sidang lagi atau 47 hari. Makanya, membutuhkan dukuÂngan dari seluruh rakyat. Kalau RUU BPJS tidak selesai tahun ini, kita akan kehilangan kesemÂpatan memiliki jaminan sosial yang menjamin seluruh rakyat.
Itulah yang menyadarkan para buruh dan menjadikan 1 Mei sebagai titik awal untuk berjuang mati-matian dalam mewujudkan undang-undang tersebut. Para buruh dan DPR akan mengawal pembahsan RUU BPJS agar pemerintah tidak berhenti lagi ditengah jalan.
Bagaimana dengan isu-isu lainnya?Isu penghapusan sistem
outÂsourcing dan hak-hak pekerja lainnya, bukannya tidak penting. Namun, kita perlu membuat skala prioritas. Sebab, menurut pasal 20 ayat 3 UUD 1945, bila RanÂcangan Undang-undang tidak disepakti pemerintah dan DPR, maka tidak dapat diajukan lagi oleh DPR masa itu. Artinya, draf tersebut baru bisa diajukan lagi oleh anggota DPR periode 2014-2019.
Bukankah Anda dapat berÂjuang langsung di DPR untuk menggolkan pembentukan RUU tersebut? Betul. Saya berupaya dan beÂkerja keras menyelesaikan RUU tersebut. Tapi, untuk mengÂÂgolkan RUU ini, dibuÂtuhkan duÂkuÂngan semua pihak dan adaÂnya konÂsenÂsus bersama yang menyaÂtukan kita sebagai sebuah bangsa.
Apa manfaatnya bagi masyaÂrakat jika RUU tersebut diunÂdangkan?Jika sistem ini dijalankan, ada lima jaminan yang akan diterima seluruh rakyat. Yakni, jaminan keÂsehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian. Dengan kata lain, akan ada perÂlindungan yang betul-betul diÂrasakan rakyat dari mulai lahir hingga liang lahat. Siapa sih yang nggak pernah sakit, nggak pernah celaka, nggak menjadi tua, kemuÂdian pension, dan meÂninggal dunia.
Contoh yang cukup membuat kita miris adalah meninggalnya Franky Sahilatua. Seniman yang terkenal vocal dan kritis itu, berasal dari keluarga menengah dan berkecukupan. Namun, saat menderita penyakit yang cukup keras, dia mendapat kesulitan untuk biaya berobat.
Dengan kondisi seperti itu, apa yang dapat dilakukan. Meminta bantuan melalui Jaminan KeseÂhatan Masyarakat (Jamkesmas), nggak mungkin. Dia berasal dari kalangan menengah, bukan keÂlompok masyarakat miskin. Lalu, apakah kita harus miskin dulu untuk memperoleh jaminan sosial dari negara. Ironisnya, jutaan rakyat kita yang berhak mendapat Jamkesmas tidak mempeÂroÂlehnya.
Tapi, hal itu tak berarti kalau tidak ada jaminan sosial di negara ini?Betul. Jamsostek, Askes dan Asabri adalah bentuk jaminan sosial. Tapi, itu masih bersifat diskriminatif karena tidak berupa sistem jaminan sosial nasional.
Jamsostek hanya untuk pekerja formal, itu pun tidak meng-cover semua penyakit. Begitipun deÂngan Askes, hanya eselon I, eseÂlon II, eselon III yang mendapat jaminan yang cukup besar. SeÂmenÂtara pegawai perpangkat rendah semakin sedikit penyakit yang di-cover. Emangnya peÂnyakit pilih-pilih jabatan.
TNI dan Polri pun mengalami nasib yang sama. Mereka hanya bisa berobat di rumah sakit TNI-Polri. Memang ada berapa rumah sakit TNI-Polri di republik ini. Padahal, mereka bertugas hingga pelosok dan perbatasan dengan rumah sakit dan fasilitas yang terbatas.
Bagaimana dengan JamkesÂmas, bukankah ini merupakan jaminan sosial?Itu klaim pemerintah. JamkesÂmas itu bukan sistem jaminan sosial nasional seperti yang diÂamanatkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. JamkesÂmas adalah bentuk bantuan soÂsial, dan bantuan sosial itu sifatÂnya temporer. Bantuan itu bisa dicabut kapan saja ketika penguaÂsa merasa itu sudah tidak penting bagi politik pencitraan.
Tapi, sistem jaminan sosial tidak serta merta dapat dicabut penguasa. Permerintah dan preÂsiden berganti seribu kalipun, sistem ini akan tetap ada. Sebab, sistem jaminan sosial merupakan amanat konstitusi.
[RM]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.