Masalah Deforestasi, DPR Minta Kebun Sawit Ilegal Diperlakukan Seperti Tesso Nilo

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Selasa, 30 Desember 2025, 18:37 WIB
Masalah Deforestasi, DPR Minta Kebun Sawit Ilegal Diperlakukan Seperti Tesso Nilo
Wakil Ketua Komisi IV DPR Alex Indra Lukman. (Foto: Dok. Pribadi)
RMOL. Bencana hidrometeorologi Sumatera dan kemenangan gugatan iklim nelayan Indonesia di Pengadilan Kanton Zug, Swiss adalah batu ujian terhadap gagasan Ekonomi Hijau dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. 

Dikatakan Wakil Ketua Komisi IV DPR Alex Indra Lukman, dua peristiwa beriringan ini, telah membuktikan bahwa upaya pengembangan ekonomi kreatif, ekonomi hijau dan ekonomi biru sebagai strategi utama dalam mencapai kemandirian bangsa, harus segera menemukan formula idealnya.

Penilaian itu disampaikan Alex, merespon dikabulkannya seluruh permohonan dalam gugatan yang diajukan empat nelayan Indonesia, terhadap perusahaan semen multinasional asal Swiss, Holcim yang diumumkan Pengadilan Kanton Zug, Swiss tanggal 22 Desember 2025. 

Dalam gugatannya, nelayan ini menuntut kompensasi dari Holcim atas dampak perubahan iklim yang mereka alami, dukungan pendanaan untuk perlindungan banjir serta penurunan emisi CO2 secara cepat.

Kata Alex, begitu juga halnya dengan bencana hidrometeorologi Sumatera yang melanda tiga provinsi, Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. 

Menurutnya, bencana yang menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor itu, juga tak lepas dari praktik deforestasi massif, akibat pembukaan lahan perkebunan sawit dan pertambangan yang merusak ekosistem hutan. 

“Para pembantu presiden harus bergerak cepat dan tepat dalam menerjemahkan Astacita ini terutama yang terkait dengan hilirisasi, industrialisasi dan pembangunan SDM, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang harmonis dengan alam dan berkelanjutan,” tegas Alex kepada wartawan, Selasa 30 Desember 2025.

Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat itu mengatakan, ancaman deforestasi ini makin nyata di masa depan, setidaknya jika merujuk pidato Presiden Prabowo Subianto di sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR dan DPD tanggal 15 Agustus 2025 lalu. 

Di kesempatan itu, Presiden Prabowo menyampaikan, negara telah mengambil alih 3,1 juta hektar sawit illegal dalam kawasan hutan di berbagai wilayah di Indonesia. 

“Seharusnya, pengambilalihan 3,1 juta hektar sawit itu disertai pemetaan yang lebih memihak gagasan ekonomi hijau,” kata Alex.

Keberpihakan terhadap gagasan ekonomi hijau itu, kata Alex lagi, sejatinya telah ditunjukan pemerintah dengan pencabutan tanaman sawit yang merambah hingga Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan, Riau. 

“Selain mengambil alih lahan sawit illegal, seharusnya negara juga menindaklanjutinya dengan pemetaan potensi ancaman akibat pencaplokan hutan secara ilegal itu,” katanya.

Dia menekankan, semua kebun sawit yang berada di hutan lindung dan konservasi alam, semestinya juga diperlakukan serupa kasus TNTN.

“Dengan begitu, hutan yang telah berganti jadi tanaman sawit, tak lagi jadi ancaman secara ekologi dan lingkungan,” pungkasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA