“idak ada keharusan saat kita berkunjung, anggota parlemen negara itu tidak reses,’’ ujar Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, kepada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, kunjungan Komisi VIII dan Komisi X DPR ke Australia dan Spanyol di saat anggota parlemen negara itu seÂdang reses. Banyak kalangan meÂnilai kunjungan itu tidak efektif.
Tapi bagi Taufik Kurniawan, kunjungan itu tetap efektif. SeÂbab, bisa mempelajari perbanÂdingan soal Undang-undang Fakir Miskin.
“Yang penting, kunjungan kerja DPR ke luar negeri itu harus disampaikan secara transparan kepada publik. Sebab, masyaraÂkat berhak tahu mengenai sepak terjang anggota DPR,’’ paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Kenapa sih anggota DPR kunÂjungan kerja terus, padahal rakyat tidak menginginkan seÂperti itu?Itu juga bagian kerjaan yang diputuskan pimpinan. Januari 2011 lalu dalam rapat pimpinan yang juga mengundang alat keÂlengkapan dewan dan pimÂpiÂnan fraksi. Kita sepakat, seÂtiap kunÂjungan ke luar negeri, sebeÂlum dan sesudah berangkat haÂrus dilaporkan kepada puÂblik. Jadi tidak terÂkesan semÂbunyi-semÂbunyi. Itu yang diÂinginÂkan maÂsyarakat. DPR itu harus lebih efektif dan efisien dalam hal penggunaan anggaÂran negara.
Tapi manfaat kunjungan itu nggak ada kan, apa tidak dilaÂkukan evaluasi?Di rapat pimpinan itu pastinya kita akan melakukan evaluasi lagi. Artinya kunjungan kerja ke luar negeri itu harus sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan sesuai objek yang akan kita pelajari. Makanya, kita mengapresiasi dan menghargai respon serta kritik konstruktif dari masyarakat.
Prosedur evaluasinya bagaiÂmana?Kita akan mengingatkan kemÂbali bahwa komitmen keputusan politik yang sudah kita putuskan tidak boleh diabaikan.
Sebab, kalau diabaikan, ini terÂkait citra DPR. Memang ada koÂmisi yang menyampaikan secara terbuka. Tapi ada juga karena terÂburu-buru, tidak mempublikaÂsikan. Ini yang harus kita ingatÂkan kembali.
Bagaimana dengan kunjuÂngan anggota Komisi VIII dan Komisi X DPR?Komisi VIII dan komisi X itu tidak mengunjungi parlemen di negara tujuan. Tujuan salah satuÂnya terkait dengan undang-undang fakir miskin. Kita perlu belajar soal itu. Saya sendiri berÂpandangan bahwa sebagian besar kunjungan ke luar negeri secara publik harus ada penjelasan agar tidak terjadi salah tafsir di maÂsyarakat.
Ada kategori untuk kunjuÂngan ke luar negeri?Pertama, terkait kunjungan muhibah dilakukan oleh pimpiÂnan DPR dengan BKSAP (Badan Kerja Sama Antar Parlemen). Muhibah itu memang bisa saja terkait dengan parlemen.
Kedua, kunjungan terkait BKSAP, kaitan dalam GKSB (Grup Kerja Sama Bilateral). Di sini nggak mungkin mau mengunjungi parlemen kalau parlemen di negara tujuan sedang reses.
Ketiga, terkait dengan proses legislasi karena rancangan undang-undang ditiap pansus yang ada. Kunjungan kerja komisi terkait pengawasan, tentunya harus diselaraskan dengan komisi yang dimaksud di negara tujuan.
Bukannya lebih baik kunÂjuÂngan ke dapil saat reses?Kalau saya pribadi belum pernah ke luar negeri sejak 2009. Sebab, saya lebih suka menyerap aspirasi di daerah. Masalah yang saya bidangi terkait kesejahteraan rakyat. Namun kami memandang kunjungan ke luar negeri itu harus menyangkut hal yang sangat krusial dan penting. Tidak semua studi banding harus ke luar negeri.
Bagaimana dengan masalah anggaran yang terlalu besar?Masalah anggaran sudah ada yang mengatur, yakni Setjen DPR. Apabila dana itu tidak diÂpakai akan dikembalikan ke negara. Saya tekankan yang paÂling berpengaruh adalah fungsi penyerapannya dari anggota DPR.
[RM]
BERITA TERKAIT: