WAWANCARA

Sutiyoso: Sepakbola Jangan Ditangani Amatiran

Rabu, 27 April 2011, 04:41 WIB
Sutiyoso: Sepakbola Jangan Ditangani Amatiran
Sutiyoso
RMOL. Bekas Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengaku tidak melakukan persiapan khusus terkait pencalonannya sebagai Ketua Umum PSSI. Sebab, ini bukan memperebutkan kekuasaan, tapi memperbaiki persepakbolaan nasional.

“Saya tidak melakukan persia­pan istimewa. Sebab, saya bera­sumsi mereka sudah mengetahui siapa Sutiyoso. Silakan kalau mau memilih saya. Kalau ada yang lebih baik, ya berikan ke­pada yang lebih baik, jangan ke­pada saya. Kita kan sama-sama ingin sepakbola maju,” ujar Suti­yoso kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Di dunia olahraga, Sutiyoso bukanlah orang baru. Berbagai prestasi diukir Sutiyoso saat memimpin organisasi olahraga tanah air. Misalnya, cabang me­nembak sempat meraih 11 medali emas dalam Sea Games saat Perbakin dipimpin Sutiyoso. Lalu, Sutiyoso pernah memimpin olahraga basket (Perbasi). Pres­tasinya, tim basket nasional pernah juara dua dalam Sea Games di Kuala Lumpur. Yang lebih moncer, Sutiyoso juga per­nah memimpin olahraga bulu­tangkis (PBSI). Di era Sutiyoso, bulu tangkis pernah menyum­bang dua medali emas di Olim­piada Athena dan Beijing. Lalu, tercatat dalam sejarah Indonesia pernah menyapu bersih  tujuh medali emas di Sea Games.

Di dunia sepakbola, Sutiyoso juga bukan orang baru. Dia lama membina Persija, sehingga Per­sija meraih piala liga dan piala-piala lainnya.

Sutiyoso  mengajak semua pihak berpikir realistis demi kepentingan yang lebih besar. Kalau masing-ma­sing kubu tetap mencalonkan jago­nya meski sudah dieliminasi FIFA, seluruh rakyat Indonesia akan menjadi korban dari per­se­teruan tersebut.

“Setelah empat calon dieli­minir Komisi Banding dan FIFA, sejumlah calon alternatif bermun­culan. Sayangnya, suara-suara itu enggan berpindah. Seharusnya legowo saja. Kalau kita dapat sanksi dari FIFA tentu semuanya akan menjadi korban,” jelas bekas Ketua Umum PBSI ini.

Berikut kutipan selengkapnya:

Persoalan di PSSI sangat ru­mit, kenapa Anda masih ter­ta­rik mencalonkan diri?
Melihat kemelut ini, saya pena­saran juga. Masa negara berpen­duduk terbesar keempat di dunia, kalah saat melawan negara-negara di Asia Tenggara. Padahal, kita memiliki potensi untuk men­jadi yang terbaik.

Bagaimana kalau PSSI di-ban FIFA, karena kemelut yang terjadi saat ini?
Kalau kita di-ban FIFA, saya tidak akan mencalonkan sebagai Ketua Umum PSSI. Untuk apa, mengejar sesuatu kan harus ada tantangannya. Kalau kita di-ban, jangankan bertanding di tingkat internasional, di tingkat regional saja tidak boleh. Bahkan, Sea Games yang sudah ada di depan mata saja, tidak dapat kita ikuti.

Jadi, saya mengajak semua pi­hak memikirkan kepentingan yang lebih besar, yakni prestasi olah raga nasional. Saya juga ber­harap, tidak ada kongres tan­dingan dan para pendukung calon yang sudah dieliminasi FIFA berpikir jernih, sehingga kita tidak di-ban FIFA.

Kalau Anda terpilih, apa yang akan Anda lakukan untuk me­nyelesaikan berbagai persoalan di PSSI?
Tentu saya memiliki sejumlah solusi. Saya sudah 23 tahun ber­ki­­prah di bidang olahraga, dan selalu memberikan kemampuan ter­baik yang saya miliki. Alham­dulillah, capaian prestasinya pun maksimal.

Saya membina Persija selama sepuluh tahun berturut-turut, ten­tunya saya paham sistem mana yang harus diperbaiki dan terus dipertahankan agar kita memiliki kesebelasan yang tangguh.

Caranya?
Salah satunya kita harus fokus pada pembinaan usia dini. Bila kita melihat pemain-pemain du­nia, seperti Ronaldo dan Bec­kham, mereka main sejak umur 8 tahun.

Selain itu, kita juga harus gen­car menemukan anak muda ber­ba­kat yang memiliki kemauan dan dukungan orang tua. Bila mereka kurang mampu, kita ha­rus memberikan sarana yang mereka butuhkan.

Kita juga mempunyai target yang realistis dalam meraih ke­juaraan. Misalnya menjuarai Asia Tenggara, kemudian menjuarai piala Asia, baru berlaga di kancah Piala Dunia.

Bagaimana teknis perekru­tan­nya?
Dari tiap provinsi, minimal kita ambil lima orang. Jadi, dari ke­seluruhan provinsi, kita akan mem­peroleh 165 anak berbakat yang akan ditempatkan di kamp-kamp latihan. Tugas pokoknya main bola dan belajar saja.

Memang, hasil pembinaan itu baru bisa dilihat 10 tahun ke de­pan. Tapi, mimpi untuk memiliki tim sepakbola yang tangguh harus kita bangun hingga saat ini.

Pemain-pemain berbakat itu kan butuh pelatih yang tang­guh?
Betul. Pelatih memang salah poin penting yang harus kita per­hatikan. Sebab, bahan baku se­baik apapun kalau ditangani se­cara amatiran, tidak akan menjadi barang yang berkualitas. Untuk itu, harus ditangani pelatih pro­fesional.

Mengenai sistem kompetisi, apa solusi yang Anda tawar­kan?
Kompetisi harus diatur lebih baik agar mampu mengakomo­dir semua kelompok usia. Kom­petisi juga itu harus berkualitas dan ru­tin, sehingga dapat me­lahirkan kesebelasan yang ber­kualitas.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA