WAWANCARA

Meutia Hatta: TKW Kurang Memanfaatkan Perlindungan dari Negara

Senin, 25 April 2011, 06:47 WIB
Meutia Hatta: TKW Kurang Memanfaatkan Perlindungan dari Negara
RMOL. Budaya patriarki membelenggu perempuan untuk berkembang secara optimal dan berkontribusi bagi bangsa ini.

Demikian diungkapkan bekas Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta.

“Selain itu soal pola pikir. Ini­lah menghambat pemberian hak dan peluang perempuan se­cara optimal untuk bisa maju dan terangkat IPM (Indeks Pem­bangunan Manusia)-nya,” tam­bah anggota Dewan Pertimba­ngan Presiden (Watimpres) bidang Pen­didikan dan Kebu­dayaan itu.

Dalam bidang politik, Meutia berharap, peningkatan jumlah pe­rempuan di parlemen, harus di­imbangi dengan peningkatan kua­litas perwakilan perempuan. Ini diperlukan untuk menyam­pai­kan aspirasi masyarakat yang menjadi konstituennya.

“Peranan perempuan di parle­men saat ini belum optimal, se­hingga diperlukan langkah per­baikan,’’ ujarnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Terkait dengan Hari Kartini, bagaimana Anda melihat peran perempuan saat ini?
Peran perempuan dalam era glo­balisasi cukup besar, banyak peluang tersedia untuk berkiprah dalam segala bidang. Namun pe­rempuan harus bisa waspada da­lam memilih antara yang ber­man­faat dengan yang beresiko buruk bagi dirinya. Jadi, perempuan ha­rus selalu tanggap dan belajar mengenali berbagai tantangan glo­balisasi. Serta mampu memi­lih yang terbaik bagi dirinya dan bagi negara.

Apakah dengan adanya glo­ba­li­sasi, perempuan Indonesia menjadi kehilangan jati diri­nya?
Tidak begitu. Justru memper­kuat jatidirinya untuk tampil dan maju sebagai orang Indonesia di tingkat global. Terlebih saat ini kemajuan Iptek dan informatika bisa  lebih mudah dimanfaatkan untuk mengangkat prestasi pe­rem­puan Indonesia.

Bagaimana peran perempuan dalam meningkatkan derajat­nya selama ini?
Peran perempuan Indonesia yang ada di pemerintahan, swasta, masyarakat dan politik, harus bersatu dan bekerja sama dalam je­jaring untuk mengatasi perma­salahan perempuan dan meman­faatkan  peluang bagi perempuan Indonesia. Selain itu, IPM  perem­puan Indonesia harus diting­kat­kan, ini yang bisa meningkatkan derajatnya.

Bagaimana Anda melihat ba­nyaknya perempuan yang men­jadi buruh migran?
Menjadi TKW seharusnya me­ru­pakan upaya perempuan me­ning­katkan pendapatan rumah tangga, pengalaman hidup dan kualitas hidupnya. Maka itu se­be­lum jadi TKW, mereka mem­butuhkan persiapan, keterampi­lan dan perlindungan yang di­beri­kan pemerintah serta masya­rakat (LSM, PPTKIS, pelatihan kerja swasta dan pemerintah). Hak-hak ini harus dipenuhi secara baik.

Tapi TKW sering dianiaya, ba­­gaimana menurut Anda?
Negara sudah mempunyai pe­rangkat melindungi TKW. Tapi harus ditingkatkan karena pelece­han dan penganiayaan masih ter­jadi. Kebijakan yang masih le­mah harus terus dikoreksi. Pelang­garan terhadap kebijakan dan kesepakatan harus berani diprotes. TKW harus dapat me­man­faatkan perlindungan dari ne­gara.  Seperti ID  TKW tidak bo­leh dikuasai majikan, kemudahan dan rutinitas akses Perwakilan RI kepada keberadaan dan kondisi TKW di tempat kerja harus di­peroleh serta pemberian sanksi harus ditegakkan.

Bagaimana Anda melihat pe­ran perempuan dalam politik?
Peranan perempuan dalam politik masih rendah, baik dalam tujuan mencapai quota 30 persen di parlemen. Perempuan yang ada di parlemen berprestasi gemilang atau memuaskan.

Mereka harus terus belajar  menguasai bidang yang menjadi tanggung jawab di komisi, peka melihat keadaan, sadar dan paham akan tanggung­jawabnya sebagai wakil rakyat. Yang terakhir menjaga diri agar tidak dilanda korupsi dalam bentuk apa pun.    [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA