WAWANCARA

Suparman Marzuki, Menkumham Salah Persepsi, Kami Hanya Uji Prilaku Hakim

Minggu, 24 April 2011, 08:26 WIB
Suparman Marzuki, Menkumham Salah Persepsi, Kami Hanya Uji Prilaku Hakim
Antasari Azhar
RMOL. Komisi Yudisial (KY) memiliki kewenangan menelusuri dugaan kelalaian hakim yang menangani kasus bekas Ketua KPK Antasari Azhar.
 
Demikian disampaikan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Suparman Marzuki, menanggapi pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar bahwa KY telah melam­paui kewenangan karena telah memeriksa putusan hakim.

“Pernyataan Pak Menteri itu mispersepsi. Dia nggak bisa mem­bedakan mana proses hu­kum, proses perkara, dan prilaku hakim. KY itu hanya menguji prilaku hakimnya, bukan mem­persoalkan proses persidangan­nya,” ujar Suparman kepada Rak­yat Merdeka, kemarin.

Sebelumnya Patrialis Akbar me­nilai, KY telah melampaui kewenangan. Sebab, beren­cana memeriksa kembali putusan hakim terhadap perkara Antasari Azhar. Padahal, KY tidak tidak boleh menilai putusan hakim.

“Saya termasuk pencetus KY yang kewenangannya hanya  memeriksa perilaku hakim, bu­kan putusan hakim. Kalau begitu pengadilan tidak independen, tidak merdeka,” kata Patrialis.

KY merilis adanya unsur keti­dakprofesionalan hakim penyi­dang Antasari, baik di tingkat Pengadilan Negeri, banding, mau­­pun kasasi. Ketidakpro­fe­sionalan dilihat dari tidak diguna­kannya bukti berupa keterangan ahli balistik mengenai senjata dan peluru yang digunakan untuk me­nembak Direktur PT Putra Raja­wali Banjaran, Nasrudin Zulkar­nain. Untuk menindak­lan­juti temuan KY akan memeriksa PN Jakarta Selatan, hakim banding di Pengadilan Tinggi DKI dan ha­kim kasasi.

Suparman selanjutnya menje­laskan, kewenangan KY tidak hanya diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Tapi juga diatur dalam Undang-undang MA dan Undang-undang Peradilan Umum. “Jadi, apa yang dilakukan KY masih dalam wilayah yuridiksi KY. Tidak keluar, apalagi melampaui kewe­nangan yang sudah dimandat­kan,” tegas ketua tim yang me­nangani dugaan pelanggaran hakim penyidang kasus Antasari Azhar ini.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa Anda yakin seperti itu?    
KYl diberi kewenangan untuk mengeksaminasi putusan hakim dalam rangka mutasi dan promosi hakim. Kasus Antasari kan sudah berkekuatan hukum tetap. Jadi, ada landasan hukumnya. Sebab, selain mengacu pada undang-undang, kewenangan KY juga mengacu pada kode etik dan pe­do­man prilaku hakim yang sudah ditandatangani MA dan KY.

Dalam pembukaan kode etik prilaku disebutkan, kehormatan hakim tergambar atau tercermin dari putusannya dengan seluruh pertimbangan yang ada di dalam­nya. Dalam kerangka itulah kami menjalankan kewenangan untuk menjaga kehormatan hakim.

Poin kehormatan dan keluhu­ran martabat yang harus dijaga hakim. Di antaranya berlaku jujur, berlaku adil, bertanggung jawab, rendah hati, disiplin tinggi, profesional, dan tidak memihak. Itulah aspek-aspeknya. Jadi, kalau kami membaca putu­san hakim, ya dalam rangka men­cari atau menemukan ada atau tidaknya pelanggaran kode etik prilaku hakim.

Jika ditemukan adanya pe­langgaran kode etik, apa guna­nya bagi Antasari?
Hasil pemeriksaan yang dila­ku­kan KY terhadap hakim yang menangani kasus Antasari tidak akan memengaruhi proses hukum yang sudah berjalan. Sekalipun pemeriksaan tersebut menemu­kan adanya kesalahan hakim, ya tidak akan ada pengaruhnya. Anta­sari tidak serta-merta dibe­bas­kan karena temuan KY.

Ranah kerja KY hanya men­jalankan fungsi pengawasan ter­hadap penegakan kode etik hakim. Sementara, kasus dan pro­ses hukum yang sudah berjalan merupakan kewenangan penga­dilan dan Mahkamah Agung, bukan ruang lingkup kerja KY.

Misalnya, putusan PN disban­ding kemudian dibenarkan oleh banding. Dalam perspektif KY itu perkaranya, itu kasusnya dan itu harus kita hormati. Tapi, hakim­nya bagaimana. Nah di situlah KY masuk agar martabat dan ke­hormatan hakim terus terjaga.

Lalu, bagaimana dengan sank­sinya?
Masalah sanksi juga bukan urusan KY, itu kewenangan MA. Kami hanya merekomendasikan kepada MA. Kemudian mereka yang me­mutuskan.

Apakah bisa berujung pada pemecatan?
Kalau masalah itu kita lihat nanti. Yang jelas, jenis sanksi yang dapat kami rekomedasikan itu bervarias. Mulai dari peri­ngatan tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian dengan tidak hormat atau pem­berhentian tetap. Khusus untuk pemberhentian tetap, KY dan MA akan mem­bentu Majelis Kehor­matan Hakim untuk memutuskan hal itu.

Kapan KY akan memanggil dan memeriksa hakim?
Nanti, mereka pasti akan kami penggil. Namun, waktunya be­lum dapat dipastikan. Sebab, kami masih mengumpulkan sejumlah data-data mengenai dugaan pelanggaran yang mereka lakukan.

Bagaimana kalau hakim-hakim itu mangkir?
Kami mengimbau kepada ha­kim yang dipanggil KY, seyogya­nya mereka datang dan meme­nuhi panggilan tersebut. Sebab, hal itu merupakan forum klarifi­kasi yang bersangkutan, sekali­gus menunjukkan bahwa dia memiliki itikad baik dan meng­hargai lembaga ini. Jadi, mari kita hormati lembaga negara yang sudah dimandatkan konstitusi.

Kalau dia nggak datang, itu sudah merupakan bukti bahwa tidak memiliki itikad baik dan itu akan menjadi catatan buruk dalam perjalanan kariernya. Saya jamin, dia nggak mungkin jadi hakim agung. Sebab, menjadi hakim agung kan harus melalui KY.

Bagaimana dengan kasus lainnya?
Ya, akan kami tindaklanjuti. Setiap hari KY menerima 5 la­poran yang basisnya putusan hakim. Dalam laporan itu, me­reka menyampaikan berbagai macam jenis pelanggaran. Di antaranya mengabaikan hukum acara baik perdata maupun pi­dana, mengabaikan alat-alat bukti yang sudah muncul di persi­dangan, dan dissenting opinion yang tidak berdasar.

Contohnya, kasus perampokan dengan menggunakan mobil sewaan. Putusan hakimnya me­nya­takan, mobil tersebut diperin­tahkan untuk dimusnahkan, itukan tidak benar. Mobil itukan bukan barang haram yang bisa dimusnahkan, seperti narkoba, VCD porno, minuman keras dan uang palsu.  

Contoh lainnya, pelapor me­nya­takan, dalam persidangan semua keberatan mereka tidak dipertimbangkan majelis hakim. Majelis hanya mempertim­bang­kan apa yang dilakukan jaksa, maka menurut kode etik prilaku hakim tidak imparsial.

Masa cara-cara seperti itu kami diamkan. Jadi, semua laporan dan temuan itu kami identifikasi dan kami uji dengan kode etik pedo­man prilaku. Kalau dia menga­baikan alat bukti, berarti hakim itu secara profesional dan dapat diberikan sanksi.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA