WAWANCARA

Hatta Rajasa: Presiden Tidak Membuat Draft Koalisi Model Baru

Jumat, 15 April 2011, 08:16 WIB
Hatta Rajasa: Presiden Tidak Membuat Draft Koalisi Model Baru
Hatta Rajasa
RMOL. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa berpendapat, koalisi partai politik pendukung pemerintahan SBY bukan sekadar bergabungnya partai dalam sebuah kesepakatan bersama. Tapi koalisi itu ikut bersama-sama bertanggung jawab untuk mensukseskan pemerintahan.

“Buat saya pribadi, esensi koalisi adalah responsibility to govern,” ungkapnya kepada Rak­yat Merdeka, di kantornya, Jakarta, kemarin.

Menko Perekonomian itu me­lihat komitmen-komitmen yang dibangun dalam koalisi meru­pakan hal yang penting untuk dipahami dan dilaksanakan ke depan. Misalnya, komitmen ke­pada sistem presidensil, dan ko­mit­men kepada empat pilar, yaitu Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945.

“Kemudian komitmen untuk mensukseskan pemerintahan ini. Komitmen apabila ada perbedaan akan kita bahas bersama, dan apabila perbedaan itu sudah di­putuskan, kita komitmen untuk menjalankannya,” ujarnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Sebenarnya apa yang di­ingin­kan SBY dari draft koalisi model baru?
Saya perlu sampaikan bahwa  presiden tidak pernah membuat draft koalisi. Presiden hanya menggariskan bahwa koalisi ha­rus solid, membangun kebersa­maan untuk mensukseskan peme­rintahan, dan membangun kese­jah­teraan rakyat sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita bangsa ini. Namun demikian tetap saja tidak menghilangkan daya kritis.

Ah, masa presiden tidak mem­buat draft koalisi?    
Kalau yang sekarang, presiden tidak membuat draft koalisi dan presiden tidak negosiasi pasal demi pasal. Itu bukan urusan presiden. Intinya, presiden ingin pemerintahan ini berjalan, ada kontrak politik yang menun­juk­kan integritas kita. Kemudian integritas itu mengantarkan kita untuk mencapai target-target yang kita tetapkan.

Bagaimana penyampaian kritik dalam koalisi?
Perdebatan itu biasa terjadi. Itu sebenarnya tidak perlu diatur dalam koalisi. Sebagai politisi kita paham mana yang baik untuk pemerintah dan mana yang tidak. Ada yang kita rasakan ini wilayah hukum, tidak perlu kita campuri dengan politik. Itu yang tidak perlu diatur. Percayalah setebal apapun kontrak politik, pada akhirnya berujung pada ko­mitmen.

Anda melihat partai koalisi punya komitmen itu?
Saya tetap melihat kawan-ka­wan di koalisi, seperti Partai Demo­krat, PAN, PKB, Golkar, PKS dan PPP mereka memiliki spirit itu. Kita punya niat bersama untuk mensukseskan pemerinta­han secara bersama.

Masalah ketua harian yang digilir itu bagaimana?
Saya belum bisa menceritakan soal itu, sebelum semuanya me­nandatangani. Itu tidak baik. Jadi kalau buat saya apapun juga baik. Saya mengharapkan PKS segera mungkin menandatangani.

Masalah reward and punish­ment dalam koalisi seperti apa?
Kalau masalah itu, simple saja, koalisi itu intinya kebersamaan. Kebersamaan untuk turut men­suk­seskan pemerintahan ini. Kalau ada sesuatu yang berbeda, pasti ada ruang untuk berdiskusi dan diperdebatkan. Tetapi sekali keputusan diambil, semua mitra koalisi harus konsisten menjalan­kan keputusan tersebut.

Bagaimana dengan ke­sepa­katan antar partai dalam koa­lisi, karena sebelumnya belum diatur?
Saya pikir tidak perlu ter­lalu banyak pengaturan-pengaturan. Sebab, semakin banyak pengatu­ran belum tentu semakin baik. Buat saya, semakin tipis sebuah aturan, semakin baik, tidak perlu terlalu njlimet.

Apa yang Anda harap­kan dari koalisi ini ke de­pan?
Saya terus terang berharap koalisi ini solid. Sebab, kita ma­sih punya tanggung jawab kepada rakyat, sebagai orang yang diberi amanah oleh presiden. Kita masih punya tanggung jawab besar selama 3,5 tahun untuk mensuk­seskan pemerintahan. Jadi kita bekerja saja dengan baik.

Bagaimana dengan isu men­jatuhkan pemerintahan SBY?
Terhadap seseorang atau suatu kelompok yang berkeinginan melakukan stop pemerin­tahan di tengah jalan, melakukan kudeta, saya tidak mengkha­wa­tir­kannya. Sebab, gerakan terse­but tidak akan didukung rakyat.  

Tetapi, pemikiran yang meng­han­curkan sistem yang saya sayangkan. Kita susah payah membangun sistem di negeri kita ini setelah reformasi. Ada pemi­lihan, ada undang-undang, pe­milu setiap lima tahun, presiden dipilih setiap lima tahun sekali.

Artinya, demokrasi kita su­dah berjalan?
Tanggung jawab besar kita adalah membangun demokrasi. Demokrasi yang mekar dan kebe­basan yang disertai dengan rule of law, sehingga keduanya ber­jalan seiringan. Artinya kita tidak terpasung oleh pemikiran kita dan hak-hak politik kita. Tetapi kita dalam waktu yang sama menya­dari bahwa ada hak-hak orang lain serta ada kebebasan orang lain yang harus kita respek dan hormati. Ada atu­ran dan etika yang harus kita patuhi.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA