Cirus hanya dicopot dari jabaÂtanÂnya sebagai Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. “Dia masih jaksa. Dia sedang menjalani sanksi karena diduga terlibat kaÂsus penyusunan rencana tuntutan ganda atas Gayus Tambunan,†kata Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung, Nur Rochmad kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Meski masih sebagai jaksa, lanjut Kapuspenkum, Cirus tidak diberikan kuasa untuk menangani perkara selama satu tahun. “Namanya tidak termasuk dalam 22 jaksa yang dipecat. Dia hanya tidak boleh menangani perkara karena masih menjalani sanksi berat,†ujarnya.
Menurut Nur Rochmad, pemeÂcatan membutuhkan proses yang mendalam. “Tidak sembarangan memecat seorang jaksa, kita lihat dulu masalahnya seperti apa. Tapi, Cirus telah diberikan sanksi,†alasannya.
Kapuspenkum menegaskan, pemberhentian 22 jaksa tersebut kaÂrena terbukti melakukan perÂbuaÂtan tercela dan pelangÂgaÂran berat. “Mereka diberhentikan deÂngan tidak hormat karena mÂeÂlakukan perbuatan tercela. MeÂrÂeka itu dari seluruh Indonesia,†katanya.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan EfÂfendy berencana menekan jumlah jaksa nakal dengan mengubah sisÂtem penindakan. Tahun ini, sudah ada 22 jaksa dipecat karena melakukan perbuatan tercela.
“Ke depan kami akan tangani sendiri korupsinya. Kita lihat nanti, 2011 semakin bertambah atau berkurang jumlahnya. Kalau bertambah, artinya instrumen yang sekarang kami gunakan penindakan secara tegas, tidak ada manfaatnya,†ujar Marwan di Kejagung, kemarin.
Selain memecat 22 jaksa, piÂhakÂnya juga menindak 40 jaksa deÂngan mencopot jabatan strukÂtural dan fungsional mereka. MarÂwan menjelaskan, pemecatan dikenakan pada jaksa yang terÂbukti mengonsumsi narkoba, meÂmeras, maupun melakukan peÂnipuan dalam perekrutan pegawai baru. “Ada yang terlibat kasus korupsi, penyuapan, memeras, penggelapan uang dan lainnya,†kata Marwan.
Marwan menyebutkan, para jakÂÂsa yang dipecat itu antara lain dua orang Asisten Kejaksaan NeÂgeri (Kejari) Kalimantan Timur, Asisten Kejari Papua, Kajari Buol, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Majalengka, Kajari GuÂnung Sugi, dan Kajari Arga MakÂmur. “Antara lain mereka itu. BaÂnyaklah yang sudah dicopot dari jabatannya,†katanya.
Jumlah jaksa yang ditindak paÂda 2010, terhitung naik keÂtimÂbang 2009. Pada 2010, 288 jaksa diÂkenakan sanksi administratif. SeÂdangkan tahun sebelumnya, terÂÂdapat 192 jaksa nakal yang diÂkenai sanksi itu. Kenaikan terseÂbut, dipandang Marwan, cukup tinggi.
“Saya tidak tahu apakah meÂmang sekarang jajaran pengaÂwaÂÂsan giat menindak, atau meÂmang jaksa nakal makin meÂningÂkat. Kami sudah mulai berÂgeser, mengÂhukum berat. SoalÂnya, huÂkuman-hukuman yang lalu tidak memberikan efek penÂcegahan,†ujarnya.
Lantaran sering memecat jakÂsa, Marwan mengaku pernah diÂlaÂporkan ke Presiden karena menggunakan cara-cara preman dalam menindak jaksa-jaksa naÂkal. “Sehingga, ada yang menulis ke Presiden bahwa Jamwas sekaÂrang ini model preman, main huÂkum orang saja,†tandasnya.
Marwan membantah tudingan terÂsebut. Menurut dia, pihaknya tengah berupaya memberikan huÂkuman yang berdampak pada penÂcerahan serta memberikan efek jera terhadap pelakunya. “PerÂcuma dihukum teguran tertulis. Enam bulan nanti selesai, dia kembali lagi melakukannya,†kata dia.
Pria kelahiran kota LuÂbukÂlinggau, Sumatera Selatan, 13 AgusÂtus 1953 itu berjanji tidak main-main menjatuhkan huÂkuÂman. Menurut dia, sudah saatnya kejaksaan mengubah paradigma, pola pikir, dan perilaku. “Sebab orang semakin tidak percaya penegakan hukum saat ini,†ucapnya.
Cerita Tentang Cirus dan GayusJaksa Cirus Sinaga resmi diÂteÂtapkan sebagai tersangka berÂsama advokat Haposan HuÂtaÂgaÂlung oleh Mabes Polri dalam perÂkara pemalsuan surat rencana peÂnuntutan (rentut) Gayus TamÂbuÂnan pada Jumat, 12 November 2010.
Sebelumnya, Kepala Pusat PeÂneÂrangan Hukum (KapusÂpenÂkum) Kejaksaan Agung saat itu, Babul Khoir Harahap menyaÂtaÂkan, Kejagung pada 8 November 2010, telah menerima SPDP (SuÂrat Pemberitahuan DimulaiÂnya Penyidikan) nomor B/191/XI/2010/Dit Pidum tanggal 2 NoÂvember 2010 dari Mabes Polri.
“Setelah SPDP itu diterima, seÂlanjutnya Direktur Pra PenunÂtutan pada Jaksa Agung Muda TinÂdak Pidana Umum meÂnerÂbitÂkan Surat Perintah Penuntutan JakÂsa Penuntut Umum untuk meÂngikuti perkembangan penyiÂdiÂkan perkara tindak pidana umum atas nama tersangka Cirus Sinaga dan Haposan Hutagalung,†katanya.
Pasal yang disangkakan keÂpaÂda Cirus dan Haposan adalah PaÂsal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tentang Pemalsuan Surat dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. “Kami mengÂguÂnaÂkan pasal tersebut karena Cirus diduga telah melakukan pemalÂsuan surat atas nama Gayus TamÂbunan,†ujarnya.
Nama Cirus mulai disebut-seÂbut Gayus saat menjadi saksi unÂtuk terdakwa Haposan HutaÂgaÂlung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Gayus, HaÂpoÂsan pernah memberikan selembar kertas rencana tuntutan (rentut) jaksa penuntut umum (JPU).
Di situ tertulis Gayus akan diÂtunÂtut pidana selama satu tahun penjara terkait kasus pencucian uang dan penggelapan senilai Rp 370 juta. Setelah diusut jajaran JakÂsa Agung Muda Pengawasan, rentut tersebut didapat Haposan dari Cirus yang saat itu meÂruÂpakan ketua jaksa peneliti kasus Gayus.
Menurut Gayus, Haposan seÂbeÂlumnya berjanji tuntutan yang akan dikenakan kepadanya hanya hukuman percobaan selama satu tahun. Gayus mengaku sudah meÂnyerahkan uang Rp 5 miliar kepaÂda Haposan untuk diserahkan ke pihak kejaksaan. Uang itu diseÂrahkan sebelum pelimpahan terÂsangka berikut barang bukti dari Bareskrim Polri ke Kejaksaan Negeri Tangerang.
Lantaran ada rentut penjara seÂlaÂma satu tahun, menurut Gayus, dia disarankan Haposan agar kembali menyerahkan uang keÂpaÂda pihak kejaksaan. Gayus lalu memÂÂberi 50.000 dolar AS ke HapoÂsan. Setelah itu, Haposan meÂnyeÂrahÂkan lembaran rentut baru deÂngan hukuman satu tahun percobaan.
Menurut Gayus, lembaran renÂtut itu ditandatangani Pohan LasÂphy, Direktur Penuntutan pada Jampidum Kejagung. “Suratnya masih ada sama saya. Nanti siÂdang berikutnya saya bawa,†kata Gayus seusai sidang pada Jumat (15/10/2010). Namun, Gayus tak tahu apakah lembaran rentut itu asli atau rekayasa. “Yang jelas itu dari Haposan,†kata dia.
Sikap Transparan Jadi Modal PentingRindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono menilai KeÂjaksaan Agung tidak transparan kepada masyarakat perihal 22 jakÂsa yang dipecat serta 40 jakÂsa yang dicopot dari jabatan strukÂturalnya. Padahal, sikap transparan merupakan modal penÂting untuk membangun keÂperÂcayaan masyarakat di tengah terpuruknya citra kejaksaan.
“Saya lihat mereka tetap tiÂdak transparan dalam meÂngungÂkap siapa saja yang diÂpecat dan dicopot dari jaÂbÂaÂtanÂnya. Jangan-jangan itu penÂcitÂraan saja,†katanya.
Rindhoko menambahkan, sikap transparan bagi sebuah institusi penegak hukum dapat menjaga nama baik lembaga itu sendiri. “Buruknya citra suatu lembaga di masyarakat diawali lembaga tersebut tidak tranÂspaÂran kepada masyarakat,†katanya.
Selain itu, katanya, 22 jaksa yang kena pecat tersebut masih tergolong sangat kecil ketimÂbang jumlah jaksa yang diduga melakukan pelanggaran berat. “Saya perkirakan jumlah jaksa nakal lebih dari 22 orang. Tapi, keÂnapa mereka baru memecat 22 orang saja. Apa yang lainnya tidak mereka sentuh,†imbuhnya.
Lantaran itu, politisi Gerindra ini mendesak Jaksa Agung Basrief Arief untuk memeÂrinÂtahÂkan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan segera meÂmeÂcat jaksa nakal lainnya. “JaÂngan hanya bisa pecat 22 jaksa. Tapi, yang lainnya harus diÂpiÂkirkan juga, sehingga reformasi birokrasi di kejaksaan dapat terwujud,†ucapnya.
Rindhoko menambahkan, sanksi pemecatan merupakan hukuman yang sangat cocok bagi para pelakunya. Sebab, pemecatan akan memberikan efek jera bagi jaksa lainnya.
“Pemecatan bisa dijadikan sebagai pelajaran. Kalau Cuma dicopot dari jabatannya, dua atau tiga bulan kemudian akan terjadi pelanggaran lagi,†tegasnya.
Rindhoko juga memperÂtaÂnyaÂkan, mengapa Cirus Sinaga tidak masuk daftar jaksa yang dipecat tersebut. “Lantas, apa yang membuat mereka takut dengan pemecatan Cirus,†tandasnya.
Menurut Rindhoko, status Cirus yang sebagai tersangka bisa dijadikan alasan untuk segera melakukan pemecatan. “Jika tidak, maka saya khawatir status Cirus akan berubah lagi menjadi saksi,†ucapnya.
Pemecatan Jaksa Tak TransparanBambang Sri Pujo, Pengamat HukumPengamat hukum dari UniÂversitas Bung Karno, BamÂbang Sri Pujo Sukarno Sakti meÂminta Kejaksaan Agung terÂbuka meÂngenai identitas 22 jakÂsa yang dipecat.
Menurut dia, Kejaksaan Agung masih tidak terbuka keÂpada maÂsyarakat karena belum memÂbeÂberÂkan siapa saja jaksa yang dipecat itu. Padahal, keterÂbukaan itu penting agar maÂsyaÂrakat beÂtul-betul percaya keÂjakÂsaan telah memecat para jaksa tersebut. Bahkan, bisa membuat jaksa lain malu melakukan hal serupa.
Semestinya, menurut BamÂbang, kejaksaan terbuka lantaÂran sudah berani memecat 22 jaksa tersebut. Soalnya, lanjut dia, peÂmecatan itu sudah meÂnunÂjukkan bahwa ada bukti-bukÂti yang cukup kuat bahwa para jaksa tersebut melakukan keÂsalahan.
“Pemecatan ini kuÂrang transÂparan. Sebagai lemÂbaga penegak hukum, mereka seharusnya bisa terbuka kepada masyarakat kaÂrena sudah mengantongi bukti-bukti,†kata Bambang.
Kompartemen hukum PersaÂtuan Alumni GMNI ini juga meÂngatakan, sanksi pemecatan terhadap 22 jaksa merupakan konsekuensi yang sangat logis bagi pulihnya kejaksaan dari citra tak sedap. “Selain tentunya sanksi pemecatan itu untuk memÂberikan efek jera bagi jakÂsa yang bersangkutan,†ucapnya.
Sanksi tegas itu, kata dia, seÂmestinya juga bisa dÂiÂberÂlaÂkuÂkan dalam penanganan kasus boÂcornya surat rencana penunÂtutan (rentut) terhadap Gayus TamÂbunan. “Cirus yang diduga terlibat dalam bocornya rentut Gayus, pantas diberikan sanksi tegas berupa pemecatan dengan tidak hormat. JAMwas tidak perlu ragu,†katanya.
Bambang berpendapat, jika Kejaksaan Agung tidak mampu memecat Cirus, maka Komisi KeÂjaksaan seharusnya memÂperkuat bukti-bukti. Hal itu, seÂsuai dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang KoÂmisi Kejaksaan. “Sesuai fungÂsinya, maka saya harap KoÂmisi Kejaksaan mau ikut menyoroti masalah ini,†ujarnya.
MengenaiÄisu Cirus memeÂgang kartu truf perkara Antasari Azhar, dosen ilmu hukum ini meminta Korps Adhyaksa segeÂra melakukan eksaminasi Cirus pada perkara bekas Ketua KPK itu. “Inilah yang masih jadi misÂteri. Saya harap Kejagung seÂgeÂra lakukan eksaminasi terhaÂdap perkara pembunuhan NasÂruÂdin Zulkarnaen itu,†tandasnya.
Namun, katanya, jika terbukti ada benang merah antara Cirus deÂngan perkara Antasari, maka Korps Adhyaksa tidak perlu meÂnutupinya dari masyarakat.
[RM]
BERITA TERKAIT: