Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Luthfi Hasan Ishaaq: Kami Tidak Merasa Sebagai Sasaran Tembak Pidato SBY

Kamis, 03 Maret 2011, 07:35 WIB
Luthfi Hasan Ishaaq: Kami Tidak Merasa Sebagai Sasaran Tembak Pidato SBY
Luthfi Hasan Ishaaq
RMOL. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak merasa menjadi sasaran pidato Presiden SBY yang mengatakan ada satu dua partai telah melanggar kesepakatan koalisi.

Menurut Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, partainya tak melanggar satu butir kesepa­katan Sekretariat Gabungan Koalisi.

“Kami tidak merasa sebagai sasaran tembak pidato Pak SBY. Makanya kami menyambut baik pidato tersebut. Pak SBY tampil untuk mengambil alih persoalan dan ingin mengatakan, biar saya yang menyelesaikan, biar saya lakukan evaluasi dan dialog dengan para pimpinan partai. Itu substansi pidato beliau. Jadi, di mana masalahnya,” ujar Luthfi kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Luthfi menambahkan, SBY  telah menunjukkan sikap negara­wan dan tidak terpancing terha­dap berbagai provokasi dari luar maupun internal partai yang mencoba mendikte kebijakannya.

“Pidato tersebut juga menun­juk­kan, apa yang dipikirkan Pre­siden SBY tidaklah sama dengan apa yang terlontar selama ini. Beliau sangat proporsional dalam mengambil kebijakan, se­lalu menjaga keseimbangan poli­tik dan keterwakilan,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Bagi PKS pidato SBY yang bilang ada satu dua partai yang menyimpang dari kesepakatan koalisi itu bukan ancaman se­rius?
Substansi beliau adalah cooling down terhadap semua persoalan dan polemik yang berkepan­jangan, serta tak berkesudahan. Artinya, dia sudah mendengar semua polemik dan akan meng­ambil alih pekerjaan itu. Kemu­dian berbagai persoalan yang ada akan ditindaklanjuti kepada para pimpinan partai untuk dicarikan solusinya demi kepentingan bangsa dan negara.

Namun, sejumlah kader Par­tai Demokrat menyatakan per­nyataan tersebut merupakan pe­ringatan keras terhadap PKS dan Partai Golkar, karena se­lalu bertentangan dengan mitra koa­lisi?
Mereka kan bukan pengambil keputusan. Itu cuma komentar, hanya sekadar usulan dan hara­pan. Saya tidak mengerti itu agenda siapa. Mungkin agenda orang itu karena ngebet menjadi menteri.

Apa PKS tidak melanggar ke­sepakatan koalisi?
Kalau ditanya satu per satu, se­muanya akan memiliki argumen­tasi dan tidak akan menyelesai­kan masalah. Kami melihatnya dari masalah komunikasi, dan Pak SBY juga menyatakan akan membangun komunikasi, itu substansi persoalannya.

Membangun komunikasi antar mitra koalisi dan itu merupakan visi dari pembentukan Setgab. Na­mun, yang terjadi saat ini, ko­munikasi tidak terbangun semen­tara berbagai hal harus di­putus­kan. Keputusan tidak boleh ber­henti. Masing-masing mengam­bil keputusan minus komunikasi yang intensif dan dialogis, ya dampaknya seperti ini.

Apakah persoalan ini cukup diselesaikan dengan dialog?
Kalau ada dialaog dengan mitra koa­lisi, maka akan banyak hal yang dapat dise­le­saikan.

Bahkan, berbagai persoalan di­masa mendatang pun akan ba­nyak yang bisa kita selesaikan.

Persoalan di antara partai koa­lisi se­lalu dihu­bung­kan de­ngan masalah per­be­daan sikap, se­perti dalam kasus Bank Cen­tury dan ren­cana pembentukan Pansus Ma­fia Pajak?
Kalau masalah pajak kan sudah selesai dalam paripurna. Pihak yang mendukung maupun meno­lak hak angket kan sama-sama ingin memperbaiki keuangan negara, dan mereduksi mafia pajak secara signifikan. Artinya, se­mangat kami sama semua, namun pilihan lang­­kahnya ber­beda.

Yang satu ingin mengambil langkah regular melalui Panja (Panitia Kerja), sementara pihak lainnya ingin mengambil langkah ekstra ordi­nary dengan mem­bentuk Pansus (Panitia Khusus). Ini kan ma­salahnya simpel.

Bagaimana Anda meng­ha­dapi keinginan sejumlah elit De­mokrat yang tidak dapat me­­nerima perbedaan sikap ter­se­but?
Begini gambarannya. Saat pe­milu legislasi, Pak SBY dan Partai Demokrat memperoleh suara sekitar 20 persen. Semen­tara, di Pilpres perolehan suara­nya mencapai 60 persen. Artinya, ada 40 persen di luar Partai Demokrat.

Jadi, yang dapat menafsirkan pernyataan SBY bukan monopoli orang-orang eksekutif Demokrat saja, karena semuanya berko­munikasi dan berdialog dengan baik. Bahkan, banyak orang yang tidak berkomunikasi dengan SBY, namun suaranya lantang berteriak.

Artinya, mereka tidak men­cir­­minkan sikap Presiden?
Bagaimana mau dibilang men­cerminkan Pak SBY. Secara etika dan kosa kata, mereka tidak se­perti cara berbicara Pak SBY. Secara moral maupun ahlak, tin­dakan mereka juga tidak sesuai dengan moral Pak SBY. Lalu mereka menjadi representasi siapa? Kan kita semua paham bagaimana cara bersikap dan berprilaku Pak SBY. Karena itu, PKS tidak mau merespons hal-hal seperti itu. Saya bahkan khawatir gerakan mereka akan membahayakan masa depan Pak SBY.

Bagaimana kalau Presiden SBY lebih mendegarkan me­reka?
Pada akhirnya, yang menentu­kan kabinet bukan personel De­mo­krat, tetap Pak SBY. Namun, kami yakin cara pandang dan pengambilan keputusannya tidak seperti para eksekutif Demokrat itu. Pak SBY mempunyai cara pandang dan paradigma sendiri. Beliau menjaga keseimbangan, menjaga representasi dan sangat demokratis. Tidak arogan seperti beberapa personel eksekutif De­mo­krat. Arogan itu bukan ahlak­nya Pak SBY.

Jika dalam waktu dekat Pre­siden mengambil tindakan, apa PKS siap beroposisi?
Itu sudah pasti, Pak SBY akan mengambil tindakan. Namun, siapa yang akan ditindak, mung­kin kader partainya sendiri, bisa saja. Yang pasti, kami tidak ingin berandai-andai. Bahkan, sampai saat ini kami belum melakukan rapat internal, karena pidato Pak SBY merupakan suatu hal yang positif. Setelah ada pembeicaraan lebih lanjut, kami akan menentu­kan langkah selanjutnya.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA