Kemenkes Minta BPKP Ajari Aplikasi Komputer Akuntansi

Soal Dana Perjalanan Dinas Rp 5 M

Kamis, 16 Desember 2010, 07:03 WIB
Kemenkes Minta BPKP Ajari Aplikasi Komputer Akuntansi
RMOL. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan anggaran perjalanan dinas alias dana pelesirannya senilai Rp 5,22 miliar yang dinilai tidak didukung dokumen pertanggungjawaban hanyalah kesalahpahaman akibat tidak baiknya laporan keuangan di daerah.

Pernyataan tersebut sebagai klarifikasi terhadap tudingan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil auditnya pada semester I Tahun 2010 yang menyebutkan dana jumbo itu masuk dalam kategori potensi kasus kerugian negara.

“Adanya temuan itu terjadi ka­rena laporan yang disampaikan Kementerian Keuangan, dalam hal ini KPKN (Kantor Per­ben­daharaan dan Kas Negara) ke­pada BPK berbeda dengan kita. Ka­lau mereka melaporkan secara online kepada Kemenkeu, kita secara manual,” kata Inspektorat Jen­dral Kemenkes, Yudhi Pra­yudha Ishak Djuarsa kepada Rakyat Merdeka, saat ditemui dikantornya, di Jakarta, kemarin.

Diakui Yudhi, sampai saat ini sistem administrasi satuan kerja Kemenkes di daerah-daerah memang belum baik. Pelaporan ke­uangannya banyak yang masih menggunakan cara manual.

Biasanya bagian keuangan dan inventarisasi aset juga dilakukan orang yang berbeda. Akibatnya, mem­butuhkan waktu yang relatif lama untuk membuat laporan ke­uangan yang sesuai dengan stan­dar laporan keuangan pemerintah.

“Makanya butuh waktu untuk menyesuaikan laporan keuangan kita dengan hasil laporan dari seluruh daerah,” terangnya.

Dikatakan, untuk mencegah supaya hal ini tidak terulang, telah dilakukan evaluasi laporan keuangan di daerah-daerah.

Misalnya, pada Agustus lalu Kemenkes sudah melakukan pen­dampingan pembuatan laporan ke­uangan di 10 provinsi dengan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Selanjutnya pada bulan Oktober 2010, Kemenkes me­manggil sekitar 300 unit dari berbagai daerah di 32 provinsi, guna me­lakukan evaluasi, dan di peng­hujung November, mela­kukan pen­dampingan ulang.

“Setiap unit melakukan hal yang sama terhadap setiap UPT (Unit Pelaksana Teknis) di daerah. Kita minta bantuan BPKP un­tuk back up laporan keuangan di daerah untuk memperbaiki situasi ini. Kalau soal hasil, lihat sa­ja nanti. Yang penting kita upa­yakan secara maksimal,” tuturnya.

Untuk diketahui dalam hasil auditnya pada semester I Tahun 2010, BPK mengungkapkan di Kementerian Kesehatan, terdapat perjalanan dinas senilai Rp 5,22 miliar belum didukung dengan dokumen pertanggungjawaban, karena masih dalam proses pemilahan bukti-bukti dan pengeluaran senilai Rp 44,70 juta diragukan kebenarannya.

Hal tersebut terjadi karena pejabat yang bertanggungjawab lalai dalam melakukan penga­ma­nan atas pengelolaan aset negara, ku­rang menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, dan lemah dalam melakukan peng­awasan dan pengendalian.

Untuk itu BPK mere­ko­men­dasikan kepada Kemenkes agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada pejabat yang bertanggung jawab, melakukan pengamanan aset, dan mengupayakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kerugian negara.  

Pihak BPKP yang dikonfirmasi soal bantuan pendampingan terhadap laporan keuangan dari unit-unit Kemenkes di daerah, membenarkan hal itu.

Pendampingan dilakukan karena memang sudah menjadi ke­wajiban dari BPKP untuk mem­bantu penyusunan laporan keuangan setiap Kementerian/Lembaga.

“BPKP membantu Kemenkes dalam penyusunan laporan ke­uangan. Sudah menjadi tugas kita untuk memastikan supaya semua laporan keuangan Kementerian/Lembaga sesuai dengan standar laporan keuangan yang ditetapkan pemerintah,” kata Staf Hubungan Masyarakat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Pri Wibowo.

Pri menjelaskan, pen­dam­pingan yang dimaksud adalah pemberian konsultasi atau bim­bingan dalam memasukkan data keuangan dan aset, dengan meng­gunakan program aplikasi kom­puter akuntasi.

Hal itu dilakukan supaya setiap laporan keuangan selain dapat memenuhi tenggat waktu pem­berian laporan, juga bisa me­me­nuhi standar laporan keuangan yang ditetapkan pemerintah.

“Laporan keuangan itu harus diserahkan kepada BPK beberapa bulan setelah tutup tahun. Kalau tidak pakai cara ini, saya rasa tar­get itu tidak akan bisa tercapai,” katanya.

Lebih lanjut Pri menjelaskan, biasanya untuk laporan keuangan di daerah, BPKP memberikan software yang mereka miliki. Biasanya BPKP mengajari cara penggunaan aplikasi tersebut, dan diberikan secara cuma-cuma terhadap semua instansi yang membutuhkan.

Menurutnya, untuk mengajari pembuatan laporan keuangan dengan menggunakan aplikasi tersebut bisa membutuhkan waktu hingga 4 sampai 5 bulan, tergantung dari kondisi instansi yang bersang­kutan. Namun khusus untuk Ke­men­terian/Lembaga biasanya meng­gunakan program aplikasi kom­puter akuntansi dari Kemenkeu.

“Setahu saya biasanya untuk laporan keuangan Kementerian/Lembaga menggunakan aplikasi dari Kemenkeu. Jadi kebanyakan kita hanya mendampingi mereka dalam menjalankannya saja. Kalau mereka ada masalah, mereka baru meminta bantuan kita,” pungkasnya.

“Perlu Diselidiki Secara Serius”
Gandung Pardiman, Anggota Komisi IX DPR

Anggota Komisi IX DPR, Gandung Pardiman tidak bisa menerima penjelasan Kemenkes terhadap dana pelesiran sebesar Rp 5, 22 miliar yang masuk dalam potensi kerugian negara, karena adanya perbedaan sistem pelaporan keuangan.

“Kalau cuma satu-dua kali, itu bisa disebut ketidaksengajaan. Tapi kalau sampai berulang kali, itu kan seperti ada kesengajaan. Lihat saja laporan BPK yang sebelumnya. Di Kemenkes banyak sekali yang disclaimer,” katanya, kemarin.

Anggota Fraksi Golkar ini berharap, BPK mau segera mempertajam hasil temuan tersebut untuk menemukan apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian.  “Perlu diselidiki secara serius. Kalau sudah ter­lalu sering, jelas potensi ke­rugiannya jadi besar,” ujarnya.

Dikatakannya, setelah reses Ko­misi IX DPR akan segera me­nyiapkan agenda RDP (Ra­pat De­ngar Pendapat) dengan Kemenkes. Ia berjanji, saat bertemu Men­teri Kesehatan akan meminta penjelasan hal tersebut. “Saya akan mempertanyakan juga kasus ini,” tegasnya.

“Jangan Hanya Jago Di Atas Kertas”
Arif Nur Alam, Direktur Eksekutif IBC

Direktur Eksekutif Indone­sia Budger Center (IBC) Arif Nur Alam menyarankan, agar BPK perlu mengambil langkah nyata untuk menyikapi tindak­ lanjut hasil auditnya terhadap dana perjalanan dinas Kemenkes.

“BPK jangan hanya jago di atas kertas. Kalau tidak ada tindakan nyatanya, percuma,” katanya, kemarin.

Dikatakan, sejak dulu kinerja Kemenkes memang selalu dinilai buruk. Untuk itu perlu dilakukan pembenahan secara menyeluruh.

“Kemenkes butuh pembe­na­han. Sudah banyak kasus penya­lahgunaan wewenang yang terjadi di sana. Sebut saja kasus ko­rupsi pengadaan Alkes Rontgen,” tuturnya.

Guna mendorong pembe­nahan tersebut, menurut Arif, BPK bisa kembali menelusuri hasil auditnya itu untuk me­nemukan apakah disebabkan kesalahan administrasi, atau ada tindak pidana.

Kalau ada kemungkinan tindak pidana, maka BPK harus segera berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penye­lidikan intensif.

“Jangan gara-gara setiap instansi memiliki hak untuk mengklarifikasi, dan menye­lesaikan masalah ini secara intern lalu semua kasus bisa diselesaikan secara adminis­tratif,” paparnya.

Solusi kedua, KPK harus mau bertindak lebih aktif dalam menyikapi masalah itu dengan proaktif. “Audit BPK ini kan dilakukan secara ilmiah, dan bisa dipertanggungjawabkan. Jadi tidak ada salahnya kalau KPK lebih aktif. Biar sinergi antara BPK dan KPK menjadi lebih baik, sehingga bisa menimbulkan efek jera, dan rasa takut terhadap para pelakunya,” paparnya.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA