Semua itu hanya saya ketahui dari sejarah, kisah yang diwariskan, serta melalui media sosial pada masa kini, tanpa pengalaman nyata melihatnya dengan mata kepala sendiri. Rasa rindu akan sosok pemimpin yang berani berbicara lantang di dunia internasional itu terus terpendam dalam hati.
Selama tujuh presiden berganti, kerinduan dan kebanggaan itu seolah tak pernah benar-benar terwujud. Namun, semuanya berubah ketika Presiden Prabowo Subianto berdiri di mimbar Sidang Umum PBB ke-80 pada Selasa 23 September 2025, di New York, Amerika Serikat. Pada momen itu, rasa bangga sebagai rakyat Indonesia seakan meledak begitu saja.
Pidato Presiden Prabowo di forum dunia tersebut membuat kita semua menegakkan kepala. Caranya berbicara, isi pidato yang penuh makna, serta wibawa yang memancar membuat Indonesia kembali diperhitungkan. Singkat kata, pidato itu bukan hanya luar biasa, bukan hanya dahsyat, melainkan benar-benar ngeri -- dalam arti positif.
Ada banyak bagian dari pidato Prabowo yang begitu kuat dan menyentuh. Beberapa kutipan yang patut disebut sebagai pernyataan ngeri tersebut antara lain:
“Kita berbeda dalam ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul sebagai satu keluarga manusia.”
“Kita hadir di sini pertama-tama sebagai sesama manusia—masing-masing diciptakan setara, dikaruniai hak-hak yang tidak dapat diganggu gugat atas hidup, kebebasan, dan upaya mengejar kebahagiaan.”
“Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat telah menginspirasi gerakan demokrasi di berbagai benua --termasuk Revolusi Prancis, Revolusi Rusia, Revolusi Meksiko, Revolusi China, dan perjuangan serta perjalanan Indonesia menuju kebebasan.”
“Deklarasi itu juga melahirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1948.”
Prabowo juga menegaskan kembali pentingnya PBB sebagai pilar perdamaian dunia, komitmen Indonesia terhadap multilateralisme, hingga kesediaan mengirim lebih dari 20.000 pasukan perdamaian ke Gaza, Ukraina, Sudan, Libya, atau wilayah lain yang membutuhkan.
Ia menegaskan komitmen Indonesia dalam isu perubahan iklim, ketahanan pangan, serta peran sebagai negara kepulauan terbesar yang terdampak langsung kenaikan permukaan laut.
Bagian yang paling menyentuh adalah ketika Prabowo berbicara tentang Palestina. Dengan tegas ia menyatakan: “Hari ini kita tidak boleh diam ketika rakyat Palestina ditolak keadilan dan legitimasi yang sama di aula ini. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara. Dua keturunan Ibrahim harus hidup dalam rekonsiliasi, perdamaian, dan harmoni.”
Pidato itu ditutup dengan pesan kuat tentang persatuan, harapan, dan perjalanan panjang kemanusiaan yang harus diteruskan. Saat itu, sebagai rakyat biasa, saya hanya bisa berkata satu kata untuk pidato Prabowo di PBB: Ngeri.
Sebagai penutup, saya ingin mengaitkan pidato dahsyat Prabowo di PBB dengan Program Priorita Makan Bergizi Gratis (MBG).
Belakangan ini kita semua mengetahui bahwa MBG menghadapi banyak persoalan, terutama terkait kasus keracunan. Program yang sejatinya mulia ini kini mendapat sorotan publik. Bahkan muncul usulan agar MBG dihentikan atau diganti dengan program lain.
Di sisi lain, pada berbagai kesempatan, termasuk di luar negeri, Prabowo menegaskan bahwa MBG adalah program penting pemerintah untuk membantu masyarakat.
Harapannya, generasi muda negeri ini tidak kekurangan gizi dan bisa tumbuh sehat serta cerdas. Namun masalah terus bermunculan, khususnya soal keracunan yang berulang kali terjadi belakangan ini.
Agar sinergi antara ngerinya pidato Prabowo di PBB dengan citra positif pemerintah tetap terjaga, akar persoalan keracunan MBG harus segera ditemukan dan dituntaskan.
Prabowo pun telah merespons tentang hal ini. Semoga masalah ini segera mendapat solusi sehingga tidak mengurangi penghargaan masyarakat, baik di dalam negeri maupun di dunia internasional, terhadap kepemimpinan Prabowo.
Sugiyanto Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat)
BERITA TERKAIT: