Batu Bara Bersih yang Indah

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yusra-abdi-5'>YUSRA ABDI*</a>
OLEH: YUSRA ABDI*
  • Senin, 18 Agustus 2025, 21:48 WIB
Batu Bara Bersih yang Indah
Batu bara. (Foto: ANTARA/REUTERS/Carlo Allegri)
MESKI dikejar target iklim global, menurut Badan Energi Internasional (IEA) permintaan batu bara global naik 1,5% pada tahun 2024 menjadi 8,79 miliar ton, mencetak rekor baru meski pertumbuhannya merupakan laju tahunan paling lambat sejak krisis Covid-19 pada 2020. Pemulihan ekonomi pasca-Covid dan harga gas alam yang tinggi telah mendorong lonjakan permintaan batubara dalam beberapa tahun terakhir sehingga kenaikan kumulatif sejak 2020 mencapai 16%. Penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik merupakan pendorong utama permintaan global, mencapai rekor 10.766 terawatt jam (TWh) pada 2024. 
 
Kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) global meningkat 13% yakni 259 GW (gigawatt) sejak Kesepakatan Paris tahun 2015 dan mencapai rekor 2.175 GW pada akhir 2024 dimana  611 GW lainnya masih dalam tahap pengembangan.
Secara malu-malu negara-negara seperti Jerman dan Amerika Serikat kembali mengandalkan batu bara di tengah kekurangan pasokan angin dan gas. Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 6.500 PLTU di seluruh dunia yang beroperasi.

Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat melakukan sesuatu yang beberapa tahun lalu akan dianggap mustahil: memberikan izin untuk sebuah tambang batu bara di Tennessee. Tambang-tambang batu bara baru sedang disetujui di berbagai belahan dunia meskipun ada seruan untuk melarang komoditas tersebut. Dan tren ini kemungkinan masih akan meningkat. 

Sementara itu Jerman pasca penutupan PLTN (Atomausstieg) kemudian beralih menggunakan batubara muda (lignite) untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Lignite merupakan batubara dengan kandungan karbon yang relatif rendah (sekitar 25-35%) dan kadar air tinggi sehingga memiliki nilai kalor yang rendah, sehingga biasanya digunakan untuk pembangkit listrik di dekat lokasi penambangan.

Meski Cina terus mencetak rekor untuk investasi di energi terbarukan, porsi konsumsi listrik dengan batubara di tetap mendominasi listrik, sebesar 58% pada 2024. Di kawasan Asia Pasifik, produksi batu bara selama tiga tahun terakhir melebihi permintaan, dan pada 2024 surplusnya mencetak rekor dengan produksi lebih dari 6% di atas permintaan. Penurunan konsumsi batubara sedikit terjadi di Eropa, dimana  konsumsi batu bara turun 7% dan untuk pertama kalinya kontribusinya berada di bawah tenaga nuklir.

Cina telah menyetujui pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru dengan kapasitas terbesar dalam satu dekade, seiring upaya negara berpenduduk terbanyak di dunia tersebut untuk memperkuat ketahanan energi. Cina memberikan lampu hijau bagi hampir 100 GW pembangkit listrik tenaga batu bara baru pada tahun 2024 atau membangun  PLTU setiap 2 minggu. Jumlah PLTU yang dibangun Cina ini cukup untuk memasok seluruh listrik di Inggris Raya dua kali lipat. 

Sementara itu negara berpenduduk padat lainnya yakni India dengan penduduk 1,4 miliar juga terus menambah PLTU sebanyak 54 GW, demikian juga dengan Indonesia salah satu produsen batubara terbesar dunia menambah 29 GW PLTU antara tahun 2015 hingga 2024.

Beberapa alasan mengapa dunia belum mampu meninggalkan batu bara memang sudah jelas, sementara yang lain kurang begitu terlihat. Batu bara murah dan melimpah -terutama di negara-negara seperti Cina, India, dan Indonesia, yang semuanya tengah berpacu memperluas sistem kelistrikan mereka untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Gambaran ini cukup kompleks -terutama jika mempertimbangkan dinamika regional dimana batu bara tetap menjadi bagian penting dari perencanaan energi karena ketersediaannya, keterjangkauannya, dan juga perannya dalam mendukung pasokan dasar industri. Hal ini membuat batubara mungkin kontroversial, tetapi jauh dari usang -terutama pada negara yang menyeimbangkan keamanan energi, keterjangkauan dan biaya.

Batu bara adalah bahan yang jahat dari sudut pandang lingkungan, kata Sir Dieter Helm, profesor kebijakan ekonomi di Universitas Oxford, sambil menunjuk pada dampaknya terhadap iklim serta kesehatan manusia. Namun dari sudut pandang ekonomi, batu bara sangatlah murah, tersedia secara luas, mudah sekali disimpan, dan menghasilkan panas yang sangat tinggi.

Kekuatan batu bara terletak pada kepadatan energinya, yang mampu menyediakan daya beban dasar (baseload) secara konsisten, sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh sumber energi terbarukan yang bersifat intermiten seperti angin dan surya. Batu bara juga memiliki nilai kalor tinggi sehingga mampu menghasilkan panas dalam jumlah besar dan stabil, yang sangat dibutuhkan oleh proses industri seperti smelter (peleburan logam) dan pabrik semen, dan selain itu unsur  karbon (C) dalam batubara diperlukan sebagai reduktor kimia (reducing agent) yang diperlukan untuk memisahkan bijih logam dan menghasilkan logam murni.  Inilah sebabnya, meskipun energi nuklir bisa menggantikan batu bara dalam pembangkitan listrik, namun untuk kebutuhan panas proses industri bersuhu sangat tinggi, batu bara masih menjadi pilihan utama di banyak negara.

Membangun pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas besar 1.000 MW di Cina memerlukan biaya sekitar 500?"600 juta dolar AS. Untuk perbandingan di Indonesia pembangunan PLTU ultra-supercritical  Jawa 9 dan Jawa 10 sebesar 2 GW dengan biaya (capex) sekitar 3,2 milliar dollar AS atau 1,6  juta dollar AS per MW.

Cina sebagai negara dengan konsumsi batubara terbesar di dunia yakni 4,9 miliar ton pada pada tahun 2024 lalu sering dituding sebagai biang pencemaran dunia dan pemanasan global.

Selain memiliki armada PLTU yang sangat besar, Cina jug memiliki Feng Weizhong, seorang insinyur listrik dari Shanghai Shenergy Power Technology. Pria kelahiran tahun 1954 ini mulai bekerja pada tahun 1971 pada sebuah pembangkit listrik batubara di Pulau Chongmin dan karena kemampuannya belajar engineering secara otodidak membuatnya menjadi seorang insinyur senior dan setara profesor. American Society of Mechanical Engineers (ASME) memberikan penghargaan Prime Movers 2016 atas kontribusinya yang signifikan dalam meningkatkan efisiensi pembangkit PLTU di Cina.

Feng Weizhong adalah tokoh kunci dalam memajukan efisiensi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Cina, memimpin timnya untuk menetapkan standar global dalam teknologi batubara yang lebih bersih. Melalui pendekatan “5E” (Energy saving, Efficiency preservation, Environmental protection, Ensuring safety, Elevated T-G unit), timnya mengembangkan inovasi yang mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi.

Salah satu inovasi utama yang diprakarsai Feng adalah penerapan sistem pemanasan ulang dua tahap (two-stage reheat) pada turbin uap inovasi ini memungkinkan uap yang keluar dari turbin tekanan tinggi untuk dipanaskan ulang sebelum memasuki turbin tekanan menengah dan rendah, sehingga meningkatkan entalpi dan efisiensi siklus termal. Sistem ini kemudian diadopsi sebagai standar dalam desain PLTU modern di Cina.

Dia melakukan perbaikan (retrofiting) unit PLTU sub-critical Xuzhou Unit 3 hingga mencapai efisiensi 43,56%, melampaui banyak PLTU super critical. Pada PLTU Waigaoqiao No.3 di Shanghai timnya pada tahun 2011 mampu melakukan efisiensi hinga 44,5 %. Peningkatan ini dicapai melalui optimisasi menyeluruh termasuk peningkatan suhu uap hingga 600°C dan juga modifikasi turbin, dan berhasil menghemat penggunaan batubara hingga sekitar 276 gr/kWh. Modifikasi ini juga menghasilkan emisi debu, SO2 dan SOX secara keseluruhan menjadi jauh lebih kecil. Inovasi ini membuat optimisme Cina untuk melakukan perbaikan pada armada PLTUnya dan mendorong Cina menerapkan “clean coal” sehingga membuat PLTU menjadi lebih bersih dan efisien.

Puncak kemampuan engineering Feng Weizhong  adalah ketika melakukan perbaikan pada PLTU Pingshan Phase II di Anhui dengan melakukan cross-compund double reheat. PLTU dengan kapasitas 1,35 GW ini  ini mencapai efisiensi bersih 49,37% (246 gr/kWh), tertinggi di dunia, melampaui desain awal 48,92%, sebagaimana diverifikasi oleh Siemens dan Steinmueller pada Desember 2022. Rata-rata efisiensi pembangkit listrik tenaga batubara di AS sekitar 33% yang juga merupakan angka umum untuk rata-rata global dengan konsumsi batubara  adalah sekitar 508 gr/kWh.

Pada April lalu, Presiden Amerika Donald Trump menempatkan dirinya sebagai pendukung batu bara, dan menandatangani beberapa perintah eksekutif untuk mendorong industri batu bara di Amerika Serikat. Trump meminta kepada stafnya untuk tidak pernah menggunakan kata batu bara kecuali diawali dengan indah dan bersih. “I call it beautiful clean coal’ demikian ujar Donald Trump dengan semangat. Sepertinya Amerika kali ini harus belajar dari Cina untuk urusan batu bara bersih.rmol news logo article
*Penulis adalah Energy Investment & PPP Specialist (ENRI Indonesia).
EDITOR: ADE MULYANA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA