Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jika PIK 2 Pergi, Bagaimana Nasib Pekerja dan Lingkungan?

Oleh: Anton Hermawan*

Minggu, 09 Februari 2025, 21:40 WIB
Jika PIK 2 Pergi, Bagaimana Nasib Pekerja dan Lingkungan?
Ilustrasi Foto/Ist
MASALAH di pesisir utara Kabupaten Tangerang bukan saja soal ketidakjelasan mekanisme pemutusan hak milik lahan melainkan juga menerobos pada nasib pekerja di bawah naungan proyek PIK 2. PIK 2 berupa pembangunan green area dan eco-city itu memiliki nilai investasi mencapai Rp65 triliun. Diharapkan, PSN ini dapat menyerap sekitar 6.235 tenaga kerja langsung dan 13.550 tenaga kerja sebagai efek pengganda. 

Siapa yang akan bertanggung jawab atas nasib pekerja tersebut. Kisruh lahan proyek PIK 2 bukan hanya soal kehidupan nelayan semata tetapi ribuan pekerja yang berusaha menatap hidup dengan pekerjaan baik yang disediakan PIK 2. 

Status PIK 2 terancam dibatalkan dalam kondisi tak menentu. Besaran investasi PIK2 seharusnya dipikirkan mendalam, kerugian pengembang dan kelesuan perusahaan akan berdampak pada PHK tanpa ampun. Negara jangan lalai, jika nasib pekerja tidak jelas artinya negara bisa saja meninggalkan lubang besar PHK dan tuna kerja. Apakah negara bisa mengantisipasi itu? 

Soal lingkungan jangan dilupakan, PIK 2 sudah mulai sebagian proyek di pesisir utara. Jika terdapat pemutusan sepihak lalu siapa yang akan merestorasi kembali lingkungan yang sudah digarap? Atau mungkin terdapat pergantian investor baru yang dianggap layak mengantisipasi itu?

Menyingkirkan PIK 2 bisa mengganggu iklim investasi dalam negeri. Pemerintah punya target pertumbuhan 8 persen, rumusan target ini bisa kacau jika iklim investasi justru berdampak buruk setelah PIK2 digeser. Satu sisi, Indonesia membutuhkan banyak investasi dikarenakan APBN tidaklah cukup membiayai sebagian besar pengembangan pusat ekonomi. Masalah serius lain bahwa negara ini cukup hati-hati menerima investasi Asing dikarenakan persyaratan dan mekanisme yang cenderung lebih menguntungkan investor asing.

Teori Raymond Vernon (1966) yang sangat terkenal, ”Vernon’s Product Life Cycle Theory”, relevan untuk kita pahami saat ini. Teori ini mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada satupun investasi (asing) yang tidak berorientasi profit. Di sisi lain, PIK2 dipercaya dan diamanahkan sebagai PSN berdasarkan pengalaman kesuksesan PIK 1. Jika memang perlu evaluasi pada investasi yang berjalan, seharusnya pemerintah menawarkan solusi saat itu juga. Demikian halnya, sentimen hati-hati pada investasi asing namun juga tidak bisa menjaga investor dalam negeri yang menerima kesepakatan sebagaimana direkomendasikan.

Cara pemerintah memutus sepihak PIK 2 dari PSN bisa menjadi persepsi buruk dalam iklim investasi dan tidak mengukur efek jangka panjang. Apa yang terjadi pada PIK 2 bisa menjadi referensi, Keramahan investasi harusnya digambarkan oleh komitmen pemerintah sendiri yang menetapkan lalu menjalankan bukan berubah haluan karena salah jalan. Sikap enggan pemerintah untuk disalahkan tercermin dari transparansi kepada publik mengenai alur sejak awal.

Perkara pengusiran PIK 2 dari pembangunan wilayah pesisir dari agenda PSN seolah menambah keyakinan bahwa ada semacam pola cuci tangan. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bahkan menyebut pusat dari kekacauan pertanahan nasional berasal dari pejabat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Harusnya terdapat kajian lebih dalam selain dampak ekologis yakni workless.

BPN harus juga harus ditelisik karena keabsahan kepemilikan tanah yang sebelumnya dimiliki oleh pengembang PIK 2. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), sudah menyebutkan  bahwa ada sebanyak 263 bidang tanah dalam bentuk HGB yang dimiliki oleh Perseroan Terbatas (PT), dengan sebanyak 234 bidang di antaranya milik PT Intan Agung Makmur; 20 bidang tanah dan 9 bidang lainnya milik perorangan. Selain itu, ada 17 bidang tanah yang memiliki SHM di kawasan tersebut.

Berbagai modus dan keterlibatan masif para pejabat itu, tidak mengherankan jika kasus mafia tanah dikatakan sebagai salah satu penyelewengan terbesar di negeri ini. Pada tahun 2021 Kementerian ATR mengindikasi ada 242 kasus mafia tanah sejak 2018. Di lain pihak, Ombudsman RI pada akhir 2021 menyatakan bahwa kasus agraria menempati urutan pertama aduan paling banyak oleh masyarakat kepada mereka. Rata-rata tidak kurang dari 2.000 kasus per tahun se-Indonesia.

PIK 2 dibidik tanpa pengecualian. BPN yang datang terlambat seolah menutup muka bahwa kemungkinan adanya keterlibatan. Ingat bahwa lembaga inilah yang berperan penting dalam penataan, pengadaan, pengendalian atas pemanfaatan dan penguasaan tanah, dan penanganan masalah pertanahan. Perannya sebagai pengelola administrasi pertanahan, menempatkan BPN sebagai pendukung (enablers), sehingga kualitas administrasi pertanahan akan berpengaruh pada kegiatan ekonomi. rmol news logo article

“Penulis adalah Pegiat Lingkar Studi Independensi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA