DeepSeek, perusahaan rintisan asal China, dikenal dengan teknologi AI yang memiliki kemampuan lebih canggih dibandingkan dengan Nvidia dan OpenAI, namun kini sedang menghadapi potensi larangan di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan Italia.
Anggota DPR RI Komisi I Fraksi PAN, Okta Kumala Dewi mengatakan, perkembangan teknologi AI seperti DeepSeek adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari, dan Indonesia harus mampu beradaptasi dengan hal tersebut.
"Namun, kita juga harus mencermati potensi risiko, khususnya terkait dengan privasi dan keamanan data," ujar Okta melalui keterangan tertulisnya, Senin 10 Februari 2025.
Okta menambahkan bahwa meskipun banyak negara mengambil langkah tegas untuk melarang penggunaan DeepSeek di lingkungan pemerintahan atau sektor sensitif, Indonesia harus terlebih dahulu menelusuri fakta-fakta terkait isu ini secara objektif.
"Jangan sampai kita ikut latah mengikuti negara lain yang mungkin memiliki agenda tertentu dalam persaingan teknologi dengan China," kata Okta.
Pernyataan Okta ini merujuk pada data terkait keputusan negara-negara seperti Australia, yang melarang penggunaan DeepSeek di perangkat pemerintah karena alasan risiko terhadap keamanan nasional.
DeepSeek juga diketahui menyimpan data pengguna di server yang berlokasi di China, yang menjadi perhatian negara-negara tersebut karena undang-undang di China mewajibkan perusahaan untuk membagikan data dengan pihak berwenang jika diminta.
Selain itu, Okta juga mencatat, fenomena ini bertepatan dengan kecemasan terkait pengaruh politik dan keamanan.
"Setelah DeepSeek menjadi sangat populer, ada kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat digunakan untuk kepentingan yang merugikan, seperti disinformasi atau pengaruh politik," kata Okta.
Meski demikian, Okta menekankan pentingnya Indonesia untuk tetap terbuka terhadap perkembangan teknologi.
Dengan catatan penggunaan teknologi AI harus tetap dalam kerangka hukum yang ada, seperti Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
BERITA TERKAIT: