Kasus yang terjadi bahkan merupakan fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan terlalu sedikit jika dibandingkan yang tidak terkuak. Mereka, para profit seeker itu seperti memanfaatkan kelemahan regulasi serta ketidaktahuan masyarakat untuk melihat mana koperasi yang benar atau yang salah.
Menyeruaknya kasus penipuan berkedok koperasi itu hanya sebagian kerugian masyarakat. Sesungguhnya kerugian yang terjadi jika dilihat dari modus operandi para rentenir yang berbaju koperasi di lapangan juah lebih banyak.
Kondisi tersebut bukan hanya merugikan masyarakat secara materiil, namun secara imateriil masyarakat jadi menilai citra koperasi menjadi semakin buruk dari waktu ke waktu. Ini akhirnya juga berdampak pada masalah serius masyarakat menjadi kehilangan kesempatan untuk mengembangkan koperasi sebagai pilihan untuk ciptakan praktik ekonomi yang berkeadilan.
Dominannya Koperasi Papan Nama dan Abal abal
Hingga saat ini, Indonesia tercatat sebagai pemilik jumlah koperasi berbadan hukum terbanyak di dunia. Jumlahnya menurut Kemenkop diklaim hanya sekitar 127 ribu. Padahal jika ditambah koperasi yang sudah dibekukan namun belum dibubarkan secara resmi sesuai prosedur perundangan sebanyak 60 ribu maka total masih sebanyak 187 ribuan.
Jumlah koperasi yang besar tersebut, jika dilihat dari kriteria tidak aktif dan yang aktif berdasarkan ketentuan selenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) saja maka jumlahnya kurang lebih hanya 40 ribu. Ini artinya koperasi papan namanya sebanyak 147 ribu atau 78 persen dari total jumlah koperasi yang ada.
Jumlah koperasi papan nama yang dominan tersebut motivasi pendirianya adalah karena awalnya terstimulasi program atau proyek pemerintah terutama dari Kemenkop di masa lalu atau dari program bantuan donor. Setelah program atau proyek selesai dan donor tidak lagi membiayai maka koperasi itu secara aktifitas rontok.
Sebab dominannya koperasi papan nama ini karena niat awalnya biasanya karena hanya ingin memanfaatkan fasilitas. Fasilitas inipun kebanyakan di dalam praktik hanya dinikmati oleh segelintir orang elit di koperasi yang kuasai informasi. Anggota yang tadinya hanya difungsikan untuk penuhi syarat administrasi pembentukan koperasi tidak tahu menahu tentang koperasi sebenarnya.
Dari jumlah kurang lebih 40 ribuan koperasi yang selenggarakan rapat anggota inipun jika ditelisik lebih jauh lagi dan didasarkan pada kriteria sebagai koperasi yang benar benar jalankan prinsip prinsip koperasi sesuai dengan ketentuan perundangan maupun pedoman International Cooperative Identity Statement (ICIS) maka saya perkirakan hanya 3 persen atau tidak lebih dari 6 ribu koperasi.
Ini artinya koperasi papan nama dan koperasi abal abal itu jika dijumlahkan menjadi sekitar 97 persen dari jumlah total koperasi. Sehingga dalam kondisi ini jika analogikakan koperasi itu adalah pohon jati yang ingin kita tanam, maka pohon jati itu telah terancam mati perlahan tertutup semak belukar.
Tanggung Jawab KemenkopSesuai Undang Undang Perkoperasian, tugas terpenting Kementerian Koperasi adalah untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi tumbuh berkembang koperasi. Kementerian koperasi mestinya menjadi avant garda atau garda terdepan untuk membela koperasi yang baik agar tidak termakan ditelan oleh perusak citra koperasi. Salah satunya adalah dengan diberikanya kewenangan penuh kepada Kementerian Koperasi untuk melakukan pembubaran koperasi yang tidak aktif, papan nama dan tentu koperasi abal abal.
Semenjak Kementerian koperasi ini didirikan, baru dua kali upaya pembubaran koperasi papan nama dan koperasi abal abal dilakukan, yaitu tahun 1967 yang dilakukan pembubaran terhadap 40 ribu koperasi dari 48 ribu koperasi yang tercatat tersisa tinggal 8 ribu. Lalu upaya pembekuan yang dilakukan pada tahun 2019 terhadap 68 ribu koperasi dari 212 ribu koperasi di masa kepemimpinan Menteri Anak Agung Gede Puspayoga. Hanya sayangnya tidak diteruskan atau ditindaklanjuti oleh kepemimpinan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. Dilakukan pembiaran terus menerus.
Perintah pembubaran koperasi oleh pemerintah ini kewenangan penuhnya seperti yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 sudah sangat jelas, dan bahkan sudah diatur secara khusus dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembubaran koperasi oleh pemerintah dan bahkan Kementerian Koperasi sendiri sudah memiliki petunjuk teknis dalam bentuk Peraturan Menteri (Permenkop). Namun semua itu hanya menguap menjadi macan kertas, tidak berjalan dan diabaikan.
Tugas utama pemerintah dalam upaya pengembangan koperasi itu sesungguhnya sangat mudah, secara teori karena koperasi itu adalah merupakan jenis self-regulated organization yang mesti jadi inisiatif masyarakat sendiri dan mengatur dirinya dengan turunkan nilai nilai dan prinsip operasional yang mereka jalankan sebagai pedoman tata kelola organisasi mereka. Pemerintah sesungguhnya hanya cukup jalankan tiga hal utama : berikan rekognisi, distingsi dan proteksi.
Rekognisi atau pengakuan yang dimaksud adalah memberikan pengakuan terhadap praktik terbaik dari prinsip koperasi yang berlaku secara internasional di lapangan. Memberikan ketegasan perbedaan antara koperasi dan organisasi atau bisnis non koperasi supaya masyarakat mampu membuat pilihan yang sesuai dengan keinginannya.
Memberikan distingsi artinya memberikan perlakuan yang berbeda terhadap koperasi dan lembaga yang bukan koperasi. Sebut saja misalnya soal perpajakan yang harus dibedakan dengan badan usaha lain. Sebut di Singapura misalnya, negara tetangga kita ini bebaskan koperasi dari pajak (tax free). Sebabnya karena koperasi, sebagai organisasi yang motif, cara dan tujuannya itu adalah ciptakan redistribusi pendapatan dan kekayaan atau capai ekonomi berkeadilan secara inheren di dalam sistemnya itu sudah jalankan fungsi pajak. Sehingga pembebasan pajak itu menjadi hak moralnya koperasi.
Sedangkan maksud dari proteksi adalah bahwa nilai nilai dan prinsip koperasi itu harus dilindungi. Pemerintah punya tugas sebagai avant garda atau yang terdepan untuk melindungi dari upaya perusakan nilai nilai dan prinsip koperasi yang bisa menjadi penyebab rusaknya citra koperasi. Salah satu bentuknya adalah memberikan sanksi berat bagi mereka yang memanfaatkan nama koperasi namun tidak jalankan prinsip koperasi serta membubarkan koperasi papan nama.
Tahun 2025 ini, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menetapkannya sebagai Tahun Koperasi Internasional (IYC) melalui resolusi nomor A/RES/78/289. Ini adalah momentum penting untuk pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia mempromosikan koperasi.
Saat ini adalah saat yang tepat bagi Kementerian Koperasi untuk membubarkan koperasi papan nama dan koperasi abal abal yang telah merusak koperasi. Tujuan utamanya adalah agar masyarakat segera dapat mengetahui mana koperasi yang benar dan salah. Agar masyarakat luas tidak lagi terus menerus menjadi korban mereka serta bergairah untuk berkoperasi secara benar.
*Penulis adalah Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)
BERITA TERKAIT: