Melalui akun media sosial Instagram dan TikTok, warganet memuji arsitektur yang estetik, futuristik dan minimalis, suasana fasilitas yang lengkap, sistem pencahayaan alami dan koleksi buku-bukunya yang keren.
Jusuf Kalla Library terdiri dari enam lantai dan memiliki keunikan sendiri serta fungsi yang berbeda pada setiap lantainya.
Seperti misalnya pada lantai satu sebagai tempat registrasi, lobi, locker dan terdapat mesin penjual otomatis yang menyediakan berbagai snack dan minuman ringan, ruang podcast, layanan konsultasi riset bersama ahli dari dalam dan luar negeri, serta tersedianya musala di lantai enam.
Lalu pada setiap lantai akan ada tipe ruang baca dan belajar yang konsepnya berbeda seperti ruang baca di hall terbuka, ruang baca pojok dengan pemandangan kampus UIII yang indah.
Jusuf Kalla Library juga dilengkapi dengan ruang baca anak yang tertutup pada lantai tiga, sehingga akan sangat aman dan nyaman jika pengunjung ingin membawa serta anak- anak.
Untuk tiket masuk, bagi warga luar kampus UIII akan dikenakan biaya Rp10 ribu untuk sekali kunjungan. Rata- rata dalam sehari jumlah pengunjung dari perpustakaan ini bisa mencapai 1.000 orang yang mana 90 persennya merupakan pengunjung dari luar kampus (Jabodetabek, Banten).
Jusuf Kalla Library seolah menjadi oase menyegarkan di tengah dahaga yang dirasakan dipadang pasir.
Fenomena viralnya perpustakaan ini seakan kembali menegaskan bahwa perpustakaan masih memiliki tempat di hati masyarakat dan dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Karena berdasarkan beberapa sumber tulisan dan penelitian yang mengkhawatirkan penurunan minat baca di Indonesia dalam rentang lima tahun terakhir, terutama pada generasi Z dan Alpha yang disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya adalah kemajuan teknologi dan penyebaran informasi yang sangat cepat.
Namun Jusuf Kalla Library hadir menjawab tantangan itu dengan wujud tawaran yang berbeda, terutama dalam hal desain perpustakaan yang kekinian, fasilitas yang modern serta pelayanan perpustakaan yang tidak hanya terbatas pada buku cetak saja.
Namun Jusuf Kalla Library juga menyediakan sumber literatur digital yang menyesuaikan dengan kebutuhan generasi terkini.
Hadirnya Jusuf Kalla Library juga dapat mendorong budaya membaca bagi masyarakat secara umum. Ini juga sesuai dengan komitmen kampus UIII yang kebermanfaatan fasilitasnya bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara umum.
Namun di sisi lain tentu masih banyak masukan dari para pengunjung dan warganet untuk Jusuf Kalla Library. Misalnya tentang jadwal kunjungan yang masih terbatas hanya di hari kerja, Senin hingga Jumat pada pukul 9.00-21.00 WIB.
Padahal pengunjung menginginkan perpustakaan ini juga dibuka pada Sabtu dan Minggu agar pengunjung dapat leluasa mengajak anak-anak mereka ketika libur sekolah.
Perlu juga diakomodir keinginan beberapa pengunjung untuk diberlakukannya sistem member bulanan bagi nonsivitas akademika UIII.
Penulis yakin bahwa hal ini sudah menjadi catatan dan refleksi bagi pihak pengelola agar dapat berbenah serta meningkatkan pelayanan bagi para pecinta literasi.
Terkait pertanyaan warganet tentang nama Jusuf Kalla dipilih sebagai nama perpustakaan di kampus ini bukan tanpa sebab.
Karena Jusuf Kalla merupakan salah satu pencetus didirikannya kampus UIII Depok pada 2016. Hingga hari ini mantan Wapres itu masih bertindak sebagai Ketua Wali amanah kampus UIII Depok.
Dengan fenomena viralnya Jusuf Kalla Library, juga kembali memunculkan nama "puang JK" yang selama ini dikenal kiprah serta kepeduliannya pada bangsa Indonesia.
Sehingga singkatan JK seringkali di artikan sebagai Jalan Keluar bagi sebagian kalangan.
Semoga fenomena ini bisa terus konsisten dan memberikan efek positif jangka panjang serta berkelanjutan pada peningkatan kompetensi SDM terutama bagi generasi penerus bangsa Indonesia.
*Penulis adalah Scholar in Residence Fellow- Faculty of Education Universitas Islam Internasional Indonesia
BERITA TERKAIT: