Survei Litbang Kompas terbaru dirilis pada Jumat (20/6) misalnya. Kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi mencapai 76,5 persen! Ini meningkat dari survei Litbang Kompas sebelumnya (Desember 2023) yang tingkat kepuasannya mencapai 73,5 persen.
Kecurigaan segelintir golongan bahwa Jokowi memanfaatkan dana perlinsos untuk bagi-bagi bansos malah terbantahkan gegara ulah para penggugat kecurangan pemilu (Sidang Sengketa Pilpres) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka yang menuduh malah mereka sendiri yang ikut membuka tabir kebenaran.
Blessing in disguise.
Lewat kesaksian 4 menteri (Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani dan Mensos Tri Rismaharini) yang dihadirkan sebagai saksi di pengadilan MK terungkap (terutama kesaksian Sri Mulyani) bahwa bagi-bagi bansos oleh Jokowi selama ini menggunakan dana operasional presiden. Bukan pakai anggaran perlinsos seperti disangkakan oleh segelintir orang itu.
Gegara kesaksian tentang pemanfaatan dana operasional itu pula kita sekarang malah bertanya-tanya bagaimana pemanfaatannya oleh para mantan presiden (dan wakil presiden) lainnya. Juga oleh para gubernur, bupati atau walikota selama ini. Menarik juga untuk ditelaah, sebagai informasi pertanggungjawaban publik tentang pengelolaan uang rakyat.
Kembali ke laporan Kompas tentang survei kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi. Grace Natalie, Staf Khusus Presiden, mengatakan bahwa hal ini terkait dengan konsistensi kerja pemerintahan Jokowi-Amin yang selalu mengutamakan kepentingan rakyat.
Oleh sementara pihak dituduhkan juga bahwa kepopuleran Jokowi ini katanya juga akibat dari strategi politik bansos.
Kita jadi teringat kasus korupsi bansos oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dari parpol tertentu ini. Bukankah jauh lebih baik bansos itu dibagi langsung ke rakyat yang membutuhkan ketimbang jadi bancakan para pejabat dan parpol.
Bicara soal dana operasional presiden, dalam persidangan MK waktu itu, Menkeu Sri Mulyani membeberkan bahwa anggaran yang digunakan oleh Presiden Jokowi untuk dibagi-bagi kepada masyarakat saat kunjungan kerja bukanlah berasal dari anggaran perlindungan sosial (perlinsos) tapi dari dana operasional presiden.
Waktu itu Menkeu merespons pertanyaan Hakim MK Saldi Isra dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung MK, Jumat, 5 April 2024.
Saldi Isra mengajukan pertanyaan mengenai sumber dana yang digunakan oleh Jokowi saat kunjungan kerja serta pembagian bantuan kepada warga. Lantaran soal bagi-bagi bansos ini menjadi salah satu topik gugatan yang diajukan kubu 01 (Anies-Muhaimin) dan kubu 03 (Ganjar-Mahfud) dalam permohonan di sidang sengketa pilpres.
Sri Mulyani dalam paparan (kesaksian)nya menyebutkan perihal Peraturan Menkeu No. 48/2008 yang telah diubah dengan Peraturan Menkeu No. 106/2008 yang mengatur tentang dana operasional presiden, sedangkan dana kemasyarakatan presiden diatur dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara No. 2/2020.
Dalam peraturan itu disebutkan bahwa dana operasional presiden bisa digunakan untuk berbagai kegiatan, termasuk keagamaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kebudayaan, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keolahragaan, dan kegiatan lainnya atas perintah presiden atau wakil presiden.
Sedikit gambaran mengenai penggunaan dana operasional Presiden Jokowi sejak tahun 2019 sampai sekarang (per Maret-April 2024):
Tahun 2019, alokasi anggarannya Rp110 miliar dan realisasinya Rp57,2 miliar atau 52 persen dari alokasinya. Lalu tahun 2020, alokasi Rp116,2 miliar dengan realisasi Rp77,9 miliar atau 67 persen.
Tahun 2021 alokasi anggaran Rp119,7 miliar dengan realisasi Rp102,4 miliar atau 86 persen. Tahun 2022 alokasi Rp160,9 miliar dan realisasinya Rp138,3 miliar atau 86 persen.
Tahun 2023, alokasinya Rp156,5 miliar dengan realisasi Rp127,8 miliar atau 82 persen. Pada tahun ini (2024) alokasi operasional presiden Rp138,3 miliar. Penggunaannya hingga bulan Maret/April tahun ini baru mencapai Rp18,7 miliar atau 14 persen.
Intinya, bagi-bagi bansos oleh Jokowi selama ini bukanlah suatu malpraktik politik. Bukan suatu bentuk kecurangan politik, melainkan seperti kata Grace Natalie tadi, justru ini konsistensi kerja pemerintahan Jokowi-Amin yang selalu mengutamakan kepentingan rakyat.
Sekali lagi, bukan malah mengorupsi bansos seperti yang dilakukan mantan menteri dari parpol tertentu itu.
Survei kepuasan publik oleh Litbang Kompas terhadap pemerintahan Jokowi-Amin yang barusan dirilis ini adalah peningkatan dibanding hasil survei akhir tahun 2023 kemarin. Per Juni 2024 mencapai 75,6 persen, sementara Desember 2023 di angka 73,5 persen.
Selain Litbang Kompas, sebelumnya ada juga beberapa laporan survei kepuasan (approval rate) publik terhadap pemerintahan Jokowi.
Sebelumnya Polling Institute di bulan April 2024 melaporkan temuannya. Approval rating terhadap kinerja Presiden Jokowi mencapai 77,1 persen. Dikatakan approval rating terhadap kinerja Jokowi ini terbilang tinggi jelang purnabakti pada Oktober 2024 nanti.
Survei LSI (juga di bulan April 2024) menunjukkan tingkat kepuasan kepada kinerja Presiden Jokowi stabil di angka 76,2 persen. Lembaga Indikator Politik Indonesia (Prof. Burhanudin Muhtadi, April 2024) merilis hasil surveinya di angka 77,2 persen. Semua Lembaga ini independen, jadi bisa kita pakai sebagai acuan yang fair.
Di tengah situasi politik-ekonomi global yang suram, plus berbagai isu miring (malah cenderung fitnah) yang menghujam pemerintahan Jokowi, termasuk soal pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan, kasus korupsi timah, korupsi Syahrul Yasin Limpo yang membuka aib Firli Bahuri, korupsi BTS, Tapera hingga isu politik dinasti ternyata tak mampu menggoyang citra positif pemerintahan Jokowi-Amin.
Mungkin karena kebanyakan aroma fitnahnya ketimbang kebenaran.
*Penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan politik
BERITA TERKAIT: