Itu batas akhir pendaftaran bacalon kepala daerah beserta wakilnya ke KPU di wilayah masing-masing.
Tapi belum sampai Agustus sudah ada kabar mengejutkan buat semua, termasuk mengejutkan buat PSI dan Kaesang sendiri.
Nama Kaesang ternyata melejit di survei elektabilitas oleh LSI untuk bakal calon gubernur Jawa Tengah. Ya, Jawa Tengah bukan Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Padahal sebelumnya ditiupkan kabar oleh Sekjen PKS bahwa Presiden Joko Widodo urun rembug menawar-nawarkan nama Kaesang ke berbagai parpol untuk diusung jadi bacalon kepala DKJ
Entah dapat berita dari mana, karena segera kabar itu dibantah oleh Staf Khusus Presiden Grace Natalie, juga oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan bahkan oleh Ketua Umum PSI sendiri, Kaesang Pangarep.
Kabarnya Jokowi juga telah membantahnya. Tapi pihak PKS malahan yang sampai sekarang masih bungkam seribu bahasa perihal dari mana mereka mendapatkan informasi Jokowi telah menawarkan nama Kaesang ke beberapa parpol. Kita tunggu saja.
Sekarang justru Jawa Tengah yang melejitkan nama Kaesang sebagai calon kepala daerah yang paling tinggi elektabilitasnya. Hasil survei ini seperti dikatakan tadi mengejutkan banyak pihak, bahkan PSI sendiri menganggap hal ini sebagai suatu
favorable surprise. Kejutan yang menyenangkan.
Apakah kemudian PKS nanti bakal mengklaim ini adalah akibat Jokowi juga yang menyodor-nyodorkan nama Kaesang untuk Jawa Tengah sehingga namanya muncul sebagai yang tertinggi elektabilitasnya?
Rasanya fakta temuan survei LSI ini telah membuktikan nama Kaesang sendiri sudah punya “nilai jual” tinggi, tanpa Jokowi perlu menawar-nawarkannya ke parpol.
Oleh orang-orang marketing fenomena ini disebut nama Kaesang sudah punya
brand value atau
brand equity. Tentu asosiasi ke nama Jokowi tak terelakkan, tapi tanpa perlu Jokowi sendiri yang menyodor-nyodorkan ke berbagai parpol.
Kekuatan nama Jokowi di blantika politik tak terbantahkan. Survei
approval rate yang tetap tinggi di periode akhir masa kepemimpinan juga oleh beberapa pihak dianggap sebagai justifikasi untuk Jokowi bersedia terus berkiprah membantu program keberlanjutan Prabowo-Gibran.
Kombinasi
approval rate Jokowi di akhir masa kepresidenan dan indikasi elektabilitas Kaesang yang tinggi di Jawa Tengah merupakan merupakan modalitas politik yang patut diperhitungkan.
Propinsi Jawa Tengah yang dihuni oleh sekitar 38 juta penduduk, dengan besaran APBD 2024 sekitar Rp28,5 triliun tentu merupakan wilayah strategis dalam peta perpolitikan nasional.
Bahkan oleh PDIP Jawa Tengah dianggap sebagai kandang banteng. Tentu ini jadi menarik bagi PSI dan koalisinya untuk berkiprah secara serius di sana, menggeser dominasi PDIP.
Dari cabang legislatif Provinsi Jateng, PDIP (hasil Pileg 2024-2029) masih menduduki urutan pertama dengan 33 kursi, walau ini turun dari sebelumnya 42 kursi (pileg 2019-2024). Lalu PKB dengan 20 kursi tetap dengan 20 kursi. Diikuti Gerindra dengan 17 kursi, naik dari sebelumnya 13 kursi.
Golkar dengan 17 kursi, naik dari sebelumnya 12 kursi. PKS dengan 11 kursi, naik dari sebelumnya 10 kursi. PPP dengan 6 kursi, turun dari sebelumnya 9 kursi. PAN dengan 4 kursi, turun dari belumnya 6 kursi. Pertai Demokrat dengan 7 kursi, naik dari sebelumnya 5 kursi. Nasdem dengan 3 kursi, tetap sebelumnya juga 3 kursi.
Dan pendatang baru di parlemen Jawa Tengah yaitu PSI partainya Kaesang dengan 2 kursi. Total parlemen Jateng ada 120 kursi. Untuk dapat mengusung paslon minimal harus didukung 24 kursi parlemen.
Jadi dalam hal ini PDIP (dengan 33 kursi) dimungkinkan untuk mengusung sendiri (tanpa koalisi), tapi kalau tetap dengan PPP (dengan 6 kursi) maka total koalisi ini ada 39 kursi.
Sedangkan PSI perlu koalisi. Kalau mengacu komposisi Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat dan PSI maka total ada 44 kursi. Cukup untuk mengusung calon dari koalisi ini.
Koalisi PKB, PKS dan Nasdem punya total 34 kursi, juga bisa mengusung kandidatnya sendiri.
Tapi sepanjang menyangkut nama Kaesang, sampai sekarang PSI belum menentukan sikap politiknya untuk pilkada di Jawa Tengah, begitupun dengan Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Kita masih perlu menunggu sampai Agustus 2024 nanti.
*Penulis adalah pemerhati masalah-masalah ekonomi dan politik
BERITA TERKAIT: