Pertama soal pencalonan Ganjar Pranowo sebagai bacapres. Semua tahu persis bahwa pada Oktober 2022 saat PSI mengumumkan hasil polling Rembuk Rakyat, PDIP masih getol-getolnya mempromosikan Puan Maharani.
Ribuan baliho Puan ditebar seantero pelosok di seluruh Indonesia. Bahkan katanya ini instruksi dari pengurus pusat partai kepada seluruh pengurusnya di daerah. Saat itu Ganjar Pranowo tidak dianggap, walau setiap jejak pendapat mengindikasikan keunggulannya dibanding bacapres lainnya.
Tetapi realitas politik ternyata tidak seperti yang diinginkan oleh sementara elite PDIP. Puan Maharani tidak laku. Sehingga elite PDIP mesti menelan kenyataan pahit ini.
Pada hari Kartini 21 April 2023 lalu terpaksa mereka mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai bacapresnya, walau ini de-facto mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh PSI terlebih dulu.
Tapi rupanya PDIP gengsi untuk mengakui kenyataan historis ini. Dengan alasan PSI telah mencalonkan kandidat yang bukan kader partainya. PDIP dengan sengaja tidak mengakui PSI saat perhelatan Ganjar selanjutnya.
Padahal saat itu PSI sekadar mengumumkan kehendak rakyat yang tertampung dalam Rembuk Rakyat. Hasilnya bukan kehendak elite PSI. Tapi begitulah suara rakyat yang terpotret dalam hasil (jajak pendapat) Rembuk Rakyat waktu itu, apa boleh buat.
Lalu PSI dengan santainya mempromosikan kampanye baru, "Tegak Lurus Bersama Pak Jokowi". Kampanye ini rupanya menarik minat masyarakat. Ramai diperbincangkan publik, bahkan diikuti banyak kalangan.
Banyak pengamat politik menilai ini tawaran kampanye politik yang cerdas dan cerdik dari PSI. "Tegak Lurus Bersama Pak Jokowi" adalah respons cerdik yang bisa menjawab kekosongan relung politik Indonesia.
Relung kosong itu adalah mereka yang setuju dengan kandidatnya (Ganjar Pranowo) tapi enggan dengan parpolnya (PDIP). Mengingat reputasinya begitu jelek. Mereka jengkel dengan keangkuhan PDIP yang mau mengkooptasi kandidat capres RI sebagai propertinya yang eksklusif. Siapa mau jadi relawan mesti daftar ke PDIP. Sebuah gestur politik yang sama sekali tidak simpatik di mata para pendukung Ganjar non-PDIP.
"Tegak Lurus Bersama Pak Jokowi" adalah perimbangan kekuatan politik nonpartisan.
Selain itu adanya "keretakan" hubungan Jokowi dengan PDIP telah tercium juga oleh publik. Sabotase PDIP terhadap event Piala Dunia U20 yang bakal menjadi salah satu tonggak keberhasilan Jokowi berskala internasional jadi penyebabnya.
Event berskala dunia yang telah dipersiapkan lama sekali itu dijegal PDIP secara mendadak. Olahraga jadi korban politisasi. Untunglah Jokowi tidak bikin front untuk melawan PDIP, suasana jadi tenang kembali. Walau tak dipungkiri Gibran masih sakit hati atas perlakukan PDIP terhadap bapaknya.
Saat mendaftarkan bacalegnya di Solo, Gibran Rakabuming Raka yang walikota itu menyambut kedatangan rombongan PSI di KPU Solo. Heboh. Gibran pun dipanggil ke kantor pusat PDIP di Jakarta.
Singkatnya Gibran "diingatkan" bahwa dirinya adalah kader yang artinya juga sebagai "petugas partai" PDIP. Gibran santai saja. Walaupun ia lalu diberi tanggung jawab untuk memenangkan Ganjar. Tak jadi soal.
Kemudian kemarin PSI memasang baliho Kaesang Pangerep (adik Gibran) di Depok, dengan copywriting yang singkat tapi dianggap "mengancam" status-quo PKS, "PSI Menang, Walikota Kaesang".
Maka wajarlah kalau PKS sampai meradang, selama hampir dua dekade mereka menjadikan Depok sebagai "kantor pusat' PKS. Walau akibatnya Depok jadi semakin semrawut, macet, dan beraroma sampah.
Ternyata yang sewot bukan hanya PKS. PDIP pun ikutan mengeluarkan pernyataannya yang aneh. Kalau seorang anggota keluarga jadi anggota PDIP maka anggota keluarga lainnya pun mesti di PDIP-kan, kalau tidak bakal kena pecat seperti yang dialami pejabat (Bupati) di Maluku.
Tapi Kaesang malah menjawab pertanyaan wartawan bahwa fotonya yang untuk baliho di Depok itu ia sendirilah yang kirim ke PSI. Bahkan bilang juga bakalan all-out di sana. Nah lho!
Jadi sebenarnya ada apa dengan PDIP? Friksi terus dengan PSI, sepertinya kok gentar sekali dengan setiap aksi politik PSI? PDIP yang selalu bereaksi terhadap aksi politik PSI. Sampai kader PDIP di Depok memerlukan untuk menyindir baliho "Tegak Lurus Bersama Pak Jokowi".
Di atas itu tadi adalah cerita yang ada ruang publik. Katanya lebih seram lagi cerita tentang upaya PDIP menjegal PSI sejak verifikasi faktual waktu itu. Tapi itu kan cuma katanya.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta
BERITA TERKAIT: