Modus operandi Slamet sama persis dengan serial killer Dukun Wowon. Sama-sama dukun pengganda uang. Sama-sama bohong. Sama-sama membunuh klien dengan cara diracun.
Kliennya puluhan orang. Nah, yang dibunuh saja 12. Itu pun hasil sementara sampai Selasa, 4 April 2023 malam. Karena, di hari yang sama, siang, diketahui 10 jenazah dibongkar di kebun dekat rumah Slamet.
Kapolres Banjarnegara, AKBP Hendri Yulianto kepada pers di Mapolres Banjarnegara, Selasa (4/4) siang, mengatakan: "Dari pengakuan tersangka, korban dibunuh 10 orang. Ini sudah sesuai dengan jenazah korban yang kami temukan.â€
Tapi, penggalian kebun melibatkan TIM SAR Banjarnegara. Bekerja ekstra cepat. Diawasi Polri yang menghadirkan tersangka di si situ. Jelang sore, ditemukan 12 jenazah. Slamet cuma mesam-mesem dikonfirmasi polisi soal jumlah jenazah. “Saya lupa jumlahnya,†kilahnya.
Bahkan, Slamet mengaku sudah lupa nama-nama korban itu. Mereka dibunuh sejak awal 2020 ketika wabah Covid baru saja merebak.
Memang, bagi Slamet tidak penting nama-nama korban. Yang penting duit korban. Kalau korban rewel, dibunuh. Lalu jasadnya diceburkan ke galian di kebun. Lahan kebun masih luas.
AKBP Hendri mengungkap motif. Slamet mengaku bisa menggandakan uang. Mencari klien sejak 2018. Slamet tinggal di Desa Balun, Banjarnegara. Rumahnya pinggir kali, terpencil dari rumah warga.
Slamet dibantu asisten inisial BS (sudah ditangkap polisi) posting di Facebook. Cari mangsa. Ternyata yang datang banyak.
Caranya, klien harus membayar mahar (istilah dukun) sebelum dilayani. Besaran mahar belum diumumkan polisi. Uang klien yang akan digandakan, juga dipegang Slamet. Nilai variatif antara Rp 40 sampai Rp 75 juta. Yang terbesar (Rp 75 juta) bisa berubah jadi Rp 5 miliar dalam sepekan.
Setelah itu, zonk. Kosong. Tak terbukti. Klien protes, Slamet terus berkilah. Kalau klien protes lagi, klien diberi minuman jampi-jampi. Kata Slamet: “Biar cepet cair (Rp 5 miliar).†Aslinya, itu berisi racun potas (potasium sianida). Klien mati, dikubur di kebun dekat rumah Slamet. Beres.
Kejahatan ini terungkap gegara seorang klien bernama Purwanto (53). Warga Cibadak, Sukabumi, Jabar. Purwanto tahu Slamet bisa menggandakan uang melalui Facebook.
AKBP Hendri: “Pada Juli 2022 korban P (Purwanto) mengajak anak lakinya, GE bertemu tersangka di Banjarnegara. Saat itu, mereka berangkat dari terminal Sukabumi naik Bus Rapan Jaya jurusan Sukabumi-Wonosobo. Sesampainya di Wonosobo, mereka turun di pinggir jalan, bertemu tersangka Slamet. Kemudian mereka diajak ke rumah tersangka di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara.â€
Di rumah Slamet, Purwanto diajak sebuah ruangan, dan GE disuruh menunggu di luar. Diketahui, Purwanto bermaksud penggandaan uang. Di dalam ruangan, Purwanto membayar mahar plus menyerahkan uang Rp 75 juta ke Slamet.
Ternyata penggandaan uang tak terbukti. Purwanto terus menagih Slamet. Sebaliknya, Slamet terus beralasan aneka macam.
Senin, 20 Maret 2023 Purwanto sendirian mendatangi Slamet. Dari Sukabumi ia mengendarai mobilnya, Wuling, menuju rumah Slamet.
Kamis, 23 Maret 2023 Purwanto kirim pesan Whatsapp ke anaknya yang lain, SL. isinya begini:
"Ini ayah di rumah Pak Slamet. Buat jaga-jaga kalau umur ayah pendek. Jika ayah tak ada kabar hingga hari Minggu (26 Maret 2023), datangi ke lokasi bersama aparat.â€
Jumat, 24 Maret 2023, SL menghubungi ponsel ayahnya. Tapi tidak bisa dihubungi lagi. Ponsel tidak aktif.
Sabtu, 25 Maret 2023 anak Purwanto yang lain, GE melapor ke Polres Banjarnegara. Karena, GE yang pernah diajak ayahnya ke rumah Slamet.
Polisi langsung mendatangi rumah Slamet. Tapi Slamet tidak ada. Rumahnya kosong. Slamet diburu polisi.
Sabtu, 1 April 2023 dinihari Slamet ditangkap polisi. Diinterogasi, Slamet mengakui membunuh Purwanto. Slamet dikeler polisi disuruh menunjukkan makam Purwanto.
Ditunjukkan, titiknya di pinggir jalan setapak menuju hutan, dekat rumah Slamet. Di situ ada gundukan tanah baru diuruk. Saat itu juga digali. Ketemu jenazah Purwanto. Slamet langsung diperiksa intensif. Interogasi intensif.
Hasilnya: Slamet mengaku ke polisi, ada sembilan korban lain ditanam di sekitar kebun dekat rumah Slamet. Cara pembunuhan ternyata gampang. Begini:
Semua klien yang protes-protes dibunuh bersamaan. Diawali, Slamet memberitahu jadwal pertemuan klien (ia sebut ritual malam) pada hari tertentu. Kumpul di rumah Slamet pukul 16.00 WIB lalu semua jalan kaki jarak sekitar dua kilometer menuju kebun. Di situ digelar tikar, ritual malam.
Pada sekitar pukul 20.00 WIB saatnya minum ramuan jampi-jampi. "Biar cepet cair," katanya.
Slamet kepada polisi: "Setelah ritual, sekitar jam delapan malam, mereka saya suruh minum yang dicampur dengan potasium dan obat penenang."
Dilanjut: "Setelah diminum, orangnya tidak sempat bilang apa-apa (maksudnya teriak minta tolong). Muntah sedikit. Lima menit kemudian tidak terasa apa-apa. Langsung pules."
Mengapa korban diracun pukul 20.00? Ternyata, setelah itu Slamet dibantu asistennya menggali lubang di situ. Semua mayat dimasukkan secara acak ke tiga lubang besar.
Minggu, 2 April 2023 polisi dibantu TIM SAR, menggali wilayah itu. Ditemukan, satu per satu jenazah. Sebagian tinggal tulang belulang. Semua jenazah dikirim ke RSUD Hj Lasmanah Banjarnegara untuk dilakukan identifikasi.
Ternyata jenazah tidak bisa diidentifikasi, sebab tidak ada DNA pembanding. Belum ada orang yang mengakui sebagai keluarga korban.
Sembilan jenazah langsung dikubur massal di Desa Balun. Terdiri enam pria dan tiga wanita. Dikubur dalam peti, karena kondisinya sudah membusuk. Ditumpuk dalam tiga lubang besar. Sambil menunggu klaim dari keluarga para korban.
Selasa, 4 April 2023 sore ditemukan dua jenazah lagi di sekitaran kebun yang sudah digali. Sehingga polisi menduga, jumlah korban yang kini tercatat 12 orang, masih mungkin bakal bertambah.
Slamet dikenakan Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati. Pembunuh satu orang saja, bisa dihukum mati seperti Ferdy Sambo. Apalagi ini 12 orang.
Siapa Slamet? Para tetangganya cuma tahu Slamet sudah lama tinggal di situ. Tapi mereka tak tahu pekerjaan dan kegiatan sehari-hari Slamet. Sebab, Slamet tak pernah bergaul. Rumahnya pun terpencil jauh dari tetangga.
Kades Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Mahbudiono kepada polisi mengatakan, tidak tahu kegiatan sehari-hari Slamet. Karena, Slamet tak pernah komunikasi dengan warga.
Slamet menambah jumlah serial killer Indonesia, setelah Wowon Cs. Mengapa jumlah serial killer bertambah, dan jadi lazim?
Prof Steven A. Egger dalam bukunya bertajuk, “The Killers Among Us: Examination of Serial Murder and Its Investigations†(Prentice Hall, 2002) mengurai penyebab munculnya serial murder. Dijelaskan, begini:
Pembunuhan berantai tergolong kasus jarang terjadi. Di era sebelum tahun 1950-an malah sangat langka, bahkan di Amerika Serikat (AS). Tapi, belakangan jumlah pembunuhan berantai terus meningkat. Di AS maupun negara-negara berkembang.
Prof Egger adalah pakar pembunuhan berantai kenamaan. Ia Guru Besar Kriminologi di University of Houston, Texas, AS. Ia menulis banyak buku hasil riset tentang pembunuhan berantai. Bukunya yang satu ini, merupakan hasil investigasi dan berisi dasar-dasar pembunuhan berantai.
Dipaparkan, urbanisasi adalah ciri khas era modern. Itu mengubah sifat hubungan antar manusia, karena menghasilkan tingkat anonimitas yang belum pernah terjadi pada era sebelumnya.
Egger menyitir teori sosial dari Sosiolog Jerman, Ferdinand Tonnies dalam bukunya Gemeinschaft und Gesellschaft dalam Bahasa Inggris: Community and Society (1887). Membedakan tipe masyarakat jadi dua, yaitu Gemeinschaft dan Gesellschaft.
Gemeinschaft (Paguyuban). Individu dalam masyarakat cenderung ke arah komunitas sosial. Lebih mementingkan komunitas daripada keinginan dan kebutuhan individu. Ini bentuk masyarakat tradisional. Ditandai, saling kenal satu dengan lainnya. Bahkan kenal mendalam. Bahkan, warga sering menggunjing orang dalam komunitas mereka yang dirasa agak aneh menurut ukuran nilai setempat.
Gesellschaft (Patembayan). Individu dalam masyarakat cenderung mementingkan urusan pribadi, dibanding urusan komunitas. Secara populer disebut juga individualistis. Cirinya, antar individu dalam masyarakat tidak saling kenal. Bahkan tidak saling tahu nama dalam komunitas mereka.
Gampangnya, Gemeinschaft warga desa, Gesellschaft di kota.
Egger fokus ke urbanisasi. Perpindahan warga desa ke kota. Di AS terjadi setelah usai Perang Dunia ke-2, 1946. Urbanisasi besar-besaran. Di Indonesia masih berlangsung sekarang. Setiap orang mudik dan kembali ke kota, mengajak sanak kerabat ke kota. Cari kerja.
Egger: “Urbanisasi melahirkan serial murder. Sebab, pelaku secara tidak disadari, tanpa perlu belajar sosiologi, paham, bahwa masyarakat kota tidak saling mengenal. Maka, jika ada salah satu anggota masyarakat hilang karena dibunuh, tetangganya tidak tahu. Setidaknya, dalam tempo lama barulah tahu, bahwa ada anggota masyarakat yang tidak pernah kelihatan. Tapi mereka tidak pernah mengurus, ke mana perginya orang yang hilang, dan mengapa? Bahkan, masyarakat tidak tahu, harus bertanya itu kepada siapa?â€
Dilanjut: “Sebaliknya, bagi pelaku juga bebas. Masyarakat di sekitar pelaku tidak tahu semua aktivitas pelaku, termasuk membunuh orang. Di sini ada kelonggaran pengawasan masyarakat sebagai social control.â€
Di AS, serial killer bermunculan pasca Perang Dunia ke-2. Seperti Jeffrey Lionel Dahmer, John Wayne Gacy, Ted Bundy dan beberapa lagi.
Egger tidak menyarankan masyarakat modern berubah kembali ke bentuk tradisional, sebab hal itu mustahil, melainkan penyidik kriminal harus paham mengantisipasi kemungkinan lahirnya serial killer di masyarakat modern.
Tentu, buku tersebut mengulas detail strategi pelaku pembunuhan berantai serta pola pikir mereka. Ada teori-teori kriminologi.
Tapi, di kasus Mbah Slamet, meski TKP di desa, para tetangga Slamet tidak tahu pekerjaan Slamet. Bahkan, mereka tidak tahu Slamet sudah membunuh dan mengubur orang begitu banyak. Di dekat rumahnya. Di lingkungan Desa Balun.
Berarti, Desa Balun bukan bentuk Gemeinschaft lagi. Bukan tradisional lagi. Malah, Mbah Slamet sudah mencari klien via Facebook. Klien datang dari berbagai kota. Meskipun fokusnya dukun (tradisional). Ini uniknya masyarakat kita. Paduan tradisional-modern.
Prof Egger tidak menganjurkan masyarakat Gesellschaft kembali ke Gemeinschaft lagi. Sebab mustahil. Melainkan, polisi harus bisa mengantisipasi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat kita.
Penulis adalah wartawan senior
BERITA TERKAIT: