Mencari Kembali Budaya Demokrasi

Rabu, 15 April 2020, 12:44 WIB
Mencari Kembali Budaya Demokrasi
Ilustrasi/Net
BANGSA Indonesia yang dikenal baik budi pekertinya kini mengalami kegundahan yang besar. Sopan santun yang menjadi ciri dan unggulan peradaban kita berangsur-angsur hilang karena dominasi politik kekuasaan belaka.

Hal itu dilihat semenjak politik sebagai sarana untuk perjuangan perubahan lalu bengeser ke arah kekuasaan belaka. Membuat budaya politik kita menjadi berbeda dan asing.

Karena budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dalam lingkup yang lebih spesifik. Meliputi masalah pengaturan, kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, dan legitimasi. Demikian pengertian budaya politik di Indonesia mencakup hal yang lebih luas.

Untuk lebih jauh, bahwa pengertian budaya lebih fokus kepada cara hidup yang dimiliki bersama dan berkembang dalam suatu sistem sosial yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.

Budaya ini akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi gagasan atau suatu ide yang terdapat dalam pemikiran manusia. Berikut beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami kembali.

Sidney Verba, seorang ahli politik dari Amerika mengatakan, budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi, symbol-simbol ekspresif di mana tindakan politik itu dilakukan.

Demokrasi Tanpa Nurani

Sepertinya kita gampang mengatakan demokrasi, tapi gamang mengatakan suara hati nurani. Ada apa dengan hati nurani kita?  Demikian pertanyaan kita sekarang ini?

Persoalan di atas memberi kita yang cukup untuk menjawab, tapi ketika dunia sudah berubah dan teknologi sudah menjadi tuntutan kebutuhan utama di dalam kehidupan.

Kita mungkin akan dianggap kuno, jika saku kita tidak ada Hape Android. Kita juga akan dianggap ketinggalan zaman kalau kita tidak bisa memakai alat komunikasi yang serbacanggih.

Tapi itulah faktanya, di mana demokrasi sudah bisa dihentikan dengan dua jempol tangan yang bergerak. Di mana cara berpikir sangat amat menjadi instan. Sementara budaya menulis dan mengetik dengan komputer, atau laptop menjadi tertinggal, atau mulai ditinggalkan. Karena kecepatan tangan melebihi kecepatan berpikir manusia. Sehingga dunia menjadi sesak ketika media sosial merajai ruang publik.

Hal di atas adalah realitas yang nyata dan jelas. Sehingga ruang kontemplasi menjadi tidak ada. Di sinilah terjadinya suasana hati nurani kita menjadi hilang atau tidak berfungsi. Jadi demokrasi yang lahir dari sosial media menghilangkan substasi sebenar-benarnya.

Marilah kita mulai kembali dengan budaya membaca dan memperbanyak literasi untuk menjawab kegelisahan bersama tentang demokrasi yang jauh dari hati nurani. Hal itu juga sebagai pembelajaran bersama tentang hakikat manusia.

Jangan pernah menganggap sederhana persoalan di atas. Karena kita akan memasuki paradigma baru politik dunia paskcvirus Covid-19. Di mana tatanan politiknya pasti berubah dan kita tidak boleh terjebak dengan ketidaktahuan. rmol news logo article

Himawan Sutanto

Pemerhati budaya politik 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA