ProDEM Antara Melawan Atau Tenggelam

Senin, 16 Maret 2020, 08:58 WIB
ProDEM Antara Melawan Atau Tenggelam
ProDem/Net
KAWAN-kawan seperjuangan yang kami banggakan. Kongres ke-7 ProDEM telah melahirkan kepengurusan baru, di mana kepengurusan baru tersebut pasti akan lebih berat. Hal itu karena ProDEM harus mampu hadir mengkritisi kebijakan rejim Jokowi yang semakin tidak jelas arah kebijakannya.

Dari awal tahun pertumbuhan ekonomi mengalami stagnan, bahkan diprediksi pertumbuhan ekonomi sekitar 4 persen. Rupiah sudah terpuruk,  belum lagi IHSG sudah kena suspen, hal itu membuat pemerintahan yang semakin sulit untuk mengejar ketertinggalan dengan negara Asean lainnya.

Apalagi Indonesia telah dikeluarkan dari status negara berkembang. Itulah awal dari malapetaka negeri ini. Hal itu ditambah dengan adanya virus Corona yang membahayakan manusia di dunia. Bahkan Indonesia mendapat "isolasi sosial" dari berbagai negara dunia, hingga banyak proyek infrastruktur menjadi terhenti dan investasi menjadi mandek.

Seperti diketahui bersama, bahwa Jaringan ProDemokrasi (ProDEM) adalah sejarah gerakan mulai dari aktivis mahasiswa angkatan'80-an sampai sekarang.

Jika dulu gerakan mahasiswa adalah gerakan jalanan yang diawali dengan peran serta mahasiswa dari berbagai kasus tanah. Kita lihat saja kasus tentang Kedung Ombo, Belangguan, Rancamaya, Cijayanti, Sumber Lampok Bali, jenggawa, Jatiwangi, Badega, Cilacap dan lain-lain. Hingga kita telah melahirkan gagasan "PARKUBEL" (Partai Kucing Belang).

Bahkan pada tahun 1993 adalah sejarah melawan Soeharto saat melakukan demonstrasi di DPR dengan spanduk "Seret Soeharto Ke Sidang Istimewa". Spanduk yang dibawa oleh FAMI (Front Aksi Mahasiswa Indonesia), yang kemudian dengan penangkapan 21 mahasiswa se-Jawa-Bali. Kebetulan saya bagian dari satu yang ditangkap dan menjalani penahanan.

Dari hal di atas saya melihat dengan nyata, bahwa praktek korupsi, manipulasi, hukum, demokrasi yang kita perjuangkan bersama justru mundur ke belakang.

Bedanya waktu itu ABRI (tentara) lebih dominan, sekarang Polisi menggantikan tentara. Bahkan yang lebih memprihatinkan, kita melawan para kawan sendiri yang berada di dalam kekuasaan, baik yang dapat kue atau masih mencari jatah kue.

Kita sekarang berada pada pilihan. Kita diam tapi terjajah oleh rejim ini atau kita lawan demi cita-cita kita bersama terhadap perubahan.

Itu penting saya sampaikan, sebab di kepengurusan yang baru harus tidak memiliki sikap basa-basi dalam politik. Karena melawan adalah ideologi perjalanan kita selama ini dan sekarang justru kembalinya diktator dari dalam wujud "boneka" kerakyatan.

ProDEM saja melaksanakan prosesi serah terima jabatan kepemimpinan nasional, dari Bambang "Gembos" Judho Pramono/Komeng kepada Iwan Sumule/Mujib Hermani. Sebagai sebuah organ politik aktivis, ProDEM, dalam konteks pergantian kepemimpinan tersebut, juga dituntut oleh sejarah untuk memperlihatkan positioning dan kapasitas yang elegan dalam konfigurasi politik nasional.

Sebagai Ketua Majelis Senator ProDEM baru, Iwan Sumule, semoga bisa menyampaikan sebagai pemimpin perlawanan kepada rejim Jokowi yang dipandang perlu membawa ProDEM menuju paradigma politik baru yang lebih mencerahkan, dan visioner.

Di bawah kendali nakhoda baru, ProDEM akan masuk kedalam spektrum aktivitas politik yang lebih bermarwah, tidak lagi hanya “menagih utang sejarah”.

Sebagai aktivis ProDEM dan kader Partai Gerindra dalam konteks ini, sesungguhnya akan sangat banyak hal yang bisa dilakukan melalui ProDEM yang dipimpinnya.

Di dalam kondisi stabilitas politik yang ‘rancu’, di antara larut dan menyatunya kelompok aktivis politik yang kala pilpres mendukung Prabowo, kelompok aktivis yang meneriakan nilai-nilai ideal dan kelompok relawan-relawan Jokowi yang sampai saat ini belum mendapatkan “pos jabatan”.

Di antara semakin samarnya aktifitas politik faksional tersebut, ProDem selayaknya melayang terbang diatas kepentingan politik ‘jangka pendek’ yang lazim dan kerap disuarakan ketiga kelompok aktivis politik tadi.

Dengan portofolio yang Iwan Sumule miliki, maka tidaklah sukar baginya untuk mengarahkan ProDEM kepada tujuan yang lebih konkrit dan substansial, atau istilahnya kembali ke Khitah ProDEM yang sejati.

Membaca arah dan gerak politik Jokowi, maka bagi ProDEM di bawah kepemimpinan Iwan Sumule menjadi tidak sulit menciptakan irisan. Infrastruktur sebagai program unggulan Jokowi, bukanlah barang baru bagi kepengurusan tersebut.

Jaringan dan pandangan Iwan tentang Infrastruktur dan pertanahan dapat membantu ProDEM menentukan posisi politik ke depan. Belum juga ditambah munculnya virus Covid-19 yang sudah sampai Istana dan amburadulnya ekonomi kita.

ProDEM juga harus menempatkan dirinya dalam tempat yang objektif-rasional, di mana kemudian juga akan mengkritisi pemerintah Jokowi dalam kapasitas konten yang dapat dipertanggung-jawabkan kondisi objektifnya. Menjadikan ProDEM sebagai organ aktivis politik yang memiliki marwah dan terlepas sama sekali dari problematika kesejarahan, adalah menjadi kewajiban Iwan Sumule sebagai estafet kepemimpinannya.

ProDEM jangan lagi hanya berteriak-teriak dalam perkara-perkara remeh temeh seperti mengganti posisi pejabat negara, dan lain sebagainya, yang secara praksis justru sebenarnya men-downgrade kapasitas ProDEM itu sendiri.

Di bawah kendali kepengurusan baru, dari seorang aktivis Forkot, maka ProDEM harus mulai menerapkan strategi politik yang “outward looking”, bukan lagi hanya berkutat menjadi penagih sejarah masa lalu. ProDEM akan diposisikan sebagai organ yang menawarkan tantangan masa depan.

Ketika kemudian ProDEM memandang Nawacita sebagai program 'gagal' pemerintahan Jokowi, maka yang harus berada di garis terdepan adalah tentang kepentingan nasional. Bukan lagi perkara dukung mendukung, bukan perkara suka tidak suka lagi.

Memaknai Nawacita bagi ProDEM adalah sebuah tugas sejarah baru, tentunya dalam konteks kepentingan nasional bangsa, bukan dalam konteks kepentingan jangka pendek yang berorientasi kepada imbalan uang, proyek atau jabatan.

Ketika ProDEM kemudian menjadi outward looking maka ProDEM akan bicara tentang Indonesia dan kepentingan nasionalnya dalam konfigurasi politik internasional yang semakin maju dan dinamis. ProDEM harus menjadi pioneer bagi berbagai gerakan aktivis politik lainnya (terutama aktivis angkatan 98 dan milenial) dalam melakukan akselerasi-akselerasi penting bagi kepentingan nasional bangsa.

Pertarungan antarnegara yang bergeser dari isu ideologi kepada isu-isu lain seperti lingkungan dan polarisasi, membuat negara memerlukan dukungan politik dari pelbagai pihak, termasuk dari ProDEM.

Sebagai contoh, ProDEM sebaiknya menyuarakan bahwa posisi kompromi Indonesia akan semakin melemah dalam dialog antarnegara akibat kasus asap dan virus Corona. Contoh tersebut memperlihatkan bahwa bahkan karena isu sederhana, sebuah negara bisa kehilangan pengaruhnya, bukan lagi karena perkara ideologis.

Terima kasih buat semuanya, semoga gelora perlawanan masih terus membahana di Indonesia. rmol news logo article

Sunandar 'Yuyuy'

Senator Majelis ProDEM/Aktivis FAMI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA