Tapi bisa jadi akhirnya yang terpukul gubernur-gubernur sebelumnya, bahkan pemerintah pada umumnya, baik pemerintah pusat maupun pemda, yang umumnya anggarannya belum transparan. Ricuh ini diharapkan bisa membuka mata publik bahwa uang rakyat dalam bentuk APBN/APBD selama ini memang masih bermasalah.
Seharusnya semua Anggaran baik APBN maupun APBD setelah resmi disahkan oleh DPR dan DPRD dibuka ke publik. Sehingga bila ditemukan kejanggalan dapat diperbaiki atau dicegah pelaksanaannya dan atau diubah dalam/melalui anggaran perubahan. Artinya, semua orang seharusnya punya akses membukanya atau membaca anggaran sampai yang terinci yaitu satuan yang terakhir, kalau di APBN adalah satuan enam.
Itulah salah satu gunanya
e-budgeting, dan
e-procurement yaitu agar semua orang tahu dan bisa ikut mengawasinya. Kalau memang benar dan jujur, kenapa takut anggarannya diketahui rakyatnya?
Pengecualian barangkali dapat di berikan kepada anggaran persenjataan tertentu dan kegiatan intelijen tertentu karena sifatnya yang rahasia.
Karena itu pemerintah khususnya Menteri Keuangan jangan “menggunakan tangan Mahkamah Konstitusi (MK)†untuk melarangnya seperti dalam hal APBN, di mana DPR-RI sebagai perwakilan rakyat tidak bisa mengakses rincian APBN. Padahal dirincian itulah kelihatan bodong dan boros tidaknya suatu anggaran.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa APBN kita tidak transparan karena detil nya tidak diketahui publik, padahal nilainya ribuan triliun rupiah. Dan sudah lama menjadi dugaan (keyakinan) publik bahwa kebocoran dalam APBN dan APBD sekitar 30 persen bahkan bisa lebih. Pemeriksaan keuangan oleh BPK sama sekali tidak menjamin “kebersihan†pelaksanaan anggaran.
Laporan BPK yang sifatnya sampling sekalipun sering menunjukkan temuan temuan atau indikasi adanya penyimpangan atau pelanggaran yang merugikan keuangan negara.
Karena itu, semoga ribut-ribut RAPBD DKI menjadi pembuka jalan untuk publik bisa mendapatkan akses membuka APBN secara penuh/detil. Sejujurnya publik sebenarnya masih gelap dengan isi anggaran. Publik hanya tahu angka angka besarannya saja yang hanya berguna untuk analisa para ekonom.
Bila kemudian publik mendapatkan akses terhadap rincian anggaran, saya yakin pengawasan yang sebenarnya akan terwujud, yakni menuju anggaran yang efisien dan efektif. Tidak diragukan lagi bahwa pada awal awalnya rakyat akan terkaget kaget dan pejabat akan kebingungan dan ketakutan setengah mati. Akan ketahuan bahwa anggarannya ceroboh dan nakal. Tapi saya kira setelah 2 hingga 3 tahun berjalan akan menjadi terbiasa dan kebiasaan buruk dalam merencanakan dan melaksanakan anggaran akan mengecil dan berkurang drastis.
Permainan mungkin akan bergeser pada penurunan kualitas atau kuantitas, tapi saya yakin inipun akan hilang bila yang mengawasi atau memeranginya publik.
Karena itu siap siap saja jika full transparansi atau prosedur baru dalam penganggaran ini bisa terwujud atau terjadi. Mengapa? Sebab semua gubernur sampai menteri dan Istana akan kebakaran jenggot karena anggaran markup, gombal dan fiktif serta tidak perlu alias mengada-ada akan terungkap.
Transparansi ini amat bagus dan di perlukan sebab anggaran akan bersih, pemerintah dan DPR/DPRD tidak lagi sembarangan dalam menyusun anggaran, karena masyarakat ikut ngontrol.
Jadi ribut ribut RAPBD DKI ini sebetulnya peluang emas untuk melakukan reformasi anggaran, semua anggaran, dan utamanya APBN. Lebih lebih setelah kini KPK tidak bergigi seperti sebelum revisi UU KPK, maka pengawasan anggaran hanya bisa mengandalkan dan efektif bila di lakukan langsung oleh masyarakat.
Apakah refeormasi anggaran ini akan terwujud, tentulah tergantung pada
political will Presiden Jokowi. Sebab para koruptor anggaran bukan saja akan melawannya tetapi juga akan mencari akal baru untuk “mengatasinya†agar kemesraan tidak cepat berlalu.
Penulis adalah Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VII
BERITA TERKAIT: