Ketentuan yang memberatkan itu misalnya adalah kewajiban KIR, menggunakan stiker, sertifikat uji tipe, sistem tarif batas atas batas bawah, sistem kuota dan sistem wilayah operasional. Bagi para pengemudi ketentuan-ketentuan tersebut membuat mereka, para pengemudi taksi online, menyulitkan dalam berusaha taksi online.
Keberadaan PM 108 ini sendiri saat ini masih dalam upaya Uji Materil di Mahkamah Agung. Upaya Uji Materil itu diajukan oleh beberapa warga Jawa Timur yang keberatan dengan PM 108. Keberatan para pemohon Uji Materil ini adalah bahwa 14 ketentuan yang sudah dibatalkan dari PM 26/2017 oleh Mahkamah Agung atas permohonan 6 orang pengemudi taksi online pada April 2017 lalu kembali dimuat atau diatur di dalam PM 108/2017 yang merupakan revisi atas PM 26/2017.
Beberapa ketentuan yang ditolak para pengemudi dalam aksi hari ini juga termasuk dalam 14 ketentuan yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam pertimbangannya, keputusan Mahkamah Agung nomor 37 P/HUM/2017, ke-14 ketentuan yang dibatalkan itu bertentangan dengan UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta UU 20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Soal pengaturan atau sistem kuota armada taksi online, saya melihat bahwa ketentuan ini memaksakan keberadaan taksi online sama dengan taksi konvensional. Ketentuan ini juga menandakan bahwa PM 26/2017 dan PM 108/2017 ini pengaturannya bias kepentingan taksi konvensional.
Taksi online merupakan sebuah kegiatan transportasi yang mendasari kegiatannya sebagai saling berbagi antar pengguna perjalanan (ride sharing). Para pelaku usaha taksi online tidak semuanya beroperasi penuh sebagai taksi umum seperti taksi konvensional. Pelaku taksi konvensional biasanya hanya memanfaatkan kendaraan mobil pribadinya pada saat tertentu saja sebagai pengisi berbagi perjalanan dan mengurangi beban biaya operasional perjalanan kendaraannya. Pengguna taksi online hanya dikenakan biaya sesuai beban sendiri dan berbagi biaya perjalanan dengan pengemudi atau pemiliknya.
Perjalanan saling berbagi (ride sharing) ini membuat tarif taksi online jauh lebih murah dari taksi konvensional. Keadaan hanya paruh waktu atau pengisi waktu perjalanan inilah yang membuat pengaturan kuota armada bagi taksi online menjadi logis dikenakan seperti taksi konvensional yang memang full bisnis taksi.
Sebenarnya justru para aplikator selama ini terus mengeluarkan "izin" operasional bagi para pengemudi taksi online. Padahal otoritas pemberian izin bagi angkutan umum adalah dari pemerintah. Mengapa juga pemerintah selama ini diam saja? Mengapa juga pemerintah kok takut kepada para aplikator?
Begitu pula soal pengaturan sistem tarif batas atas bawah bagi taksi online oleh PM 26/2017 dan PM 108/2017. Ketentuan batas tarif ini juga menandakan kedua PM tersebut bias kepentingan bisnis taksi konvensional. Memang dalam regulasi taksi konvensional sudah lebih dulu diatur tarif batas atas bawah yang katanya untuk membangun persaingan sehat di antara pengusaha taksi konvensional. Diterapkannya ketentuan tarif batas atas bawah ini bagi taksi online katanya untuk membangun persaingan sehat bagi pengusaha taksi online dengan taksi konvensional. Lagi-lagi memang terbuktu bahw PM 26/2017 ini ketentuannya bias kepentingan bisnis taksi konvensional. Taksi online tidak full bisnis taksi seperti taksi konvensional.
Banyak pengemudi taksi online hanya kegiatan sambilan dan taksi online adalah transportasi ride sharing sehingga beban operasionalnya jauh lebih kecil dan murah. Taksi online pelakunya tidak memerlukan kantor, biaya manajemen, biaya kemahalan pengusahanya dan tidak perlu biaya urus macam-macam serta tidak perlu tambahan biaya perizinan aneh-aneh seperti keperluan pengusaha taksi konvensional. Sistem tarif batas atas bawah bagi taksi online jadi sangat aneh dan tidak logis karen dipaksakan sama dengan taksi konvensional yang boros mahal biaya manajemennya dan dihidupi oleh sopirnya.
Pelaku taksi konvensional, mereka adalah pemilik, pengemudi, manajer dan komisarisnya sekaligus jadi biaya operasionalnya sangat kecil sehingga tarifnya jauh lebih murah dibandingkan taksi konvensional. Berbeda jauh dengan taksi konvensional yang harus membiayai gaji dan bonus bagi manajemennya, direksinya atau komisarisnya juga tambahan kepada aparat pemerintah saat mengurus perizinan yang besar sekali uang yang dibutuhkan sehingga si sopir taksi konvensional harus kejar setoran bagi pengusahanya yang masih hutang atau kredit mobil pula.
Ketentuan tarif batas atas bawah ini juga bertentangan dengan ketentuan yang diatur oleh pasal 183 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU 22/2017). Pasal 183 diatur bahwa tarif taksi diatur berdasarkan kesepakatan antara penyedia jasa layanan dan pengguna jasa. Jadi tarif taksi dilepas pada pasar secara terbuka dan tidak ada ruang pemerintah untuk intervensi mengatur karena taksi bukan angkutan kelas ekonomi.
Sudah sering saya sampaikan bahwa ketentuan yang salah mengenai batas tarif atas bawah ini PM 26/2017 dan PM 108/2017 akan sangat mudah diajukan pembatalan aturannya dengan upaya Uji Materil ke Mahkamah Agung (MA). Upaya Uji Materil tersebut didasari prinsip hukum bahwa ketentuan tarif batas atas bawah PM 26/2017 dan PM 108/2017 bertentangan materinya dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi yakni UU 22/2009.
Memang terbukti bahwa ketentuan tentang tarif batas atas bawah tersebut dibatalkan oleh MA karena dianggap bertentangan dengan peraturan dalam UU 22/2009. Upaya uji materil ini diajukan karena beberapa ketentuan PM 26/2017dianggap mengganggu kepentingan hukum para pemohonnya yang bekerja sebagai pengemudi taksi online ketentuan dalam PM 22/2017 ini juga dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih yakni UU 20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah.
Tidak hanya dua ketentuan ini saja, kuota dan tarif batas atas bawah yang dipersoalkan dalam uji materi. Para pemohon juga mempersoalkan pengaturan tentang membentuk Badan Hukum, kewajiban Uji KIR, Memiliki Pool, menggunakan tanda sebagai taksi online, STNK atas nama perusaahaan dan izin usaha transportasi. Pengujian terhadap beberapa ketentuan di atas dianggap para pemohon uji materil bertentangan dengan UU UMKM dan merugikan kepentingan usaha mereka sebagai pelaku taksi online yang merupakan pengusaha kecil.
Semua ketentuan PM 26/2017 di atas mengakibatkan kerugian dan beban berat bagi para pelaku taksi online dan dimintakan agar MA membatalkannya. Pada keputusannya MA mengabulkan semua permohonan pihak pemohon dan membatalkan 14 poin ketentuan kewajiban taksi onkine dalam PM 26/2017. Walau sebenarnya dengan keputusan MA 37 P/HUM/2017 ini ada banyak hal terkait kepentingan perlindungan hukum konsumen pengguna taksi online. Misalnya saja kewajiban Uji Kir adalah regulasi untuk menjamin kelaikan kendaraan atau armada taksi online yang digunakan para penggunanya. Begitu pula kewajiban STNK atas nama perusahaan dan operatornya berbadan hukum adalah bagian regulasi yang memberi ruang pengawasan pelayanan taksi online terhadap penggunanya agar aman dan nyaman.
Pada perjalanannya peraturan menteri revisi yakni PM 108/2017 masih memuat ke-14 ketentuan dari PM 26/2017 yang sudah dibatalkan. Keberadaan PM 108/2017 kembali ditolak serta sudah diajukan upaya Uji Materil ke MA karena dianggap bermasalah memuat kembali 14 ketentuan yang sudah dibatalkan oleh MA.
Melihat keputusan hakim agung MA yang sudah membatalkan ke-14 regulasi tersebut maka MA harus konsisten pada keputusan sebelumnya dalam keputusan Mahkamah Agung 37 P/HUM/2017. Peluang perubahan bisa terjadi apabila pemerintah bisa memberikan bukti baru yang menguatkan kembali PM 108/2017.
Catatan penting juga adalah agar pemerintah bersikap tegas dan menindak para operator karena melakukan pelanggaran-pelanggaran karena bertindak seolah sebagai operator angkutan umum dan juga sebagai pemerintah mengeluarkan izin taksi online.
Begitu pula pemerintah ke depan perlu melakukan perubahan regulasi atau UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengakui alat transportasi online atau berbasis perkembangan teknologi.
Azas Tigor Nainggolan
Pengamat Transportasi dan Advokat Publik dari Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA)
BERITA TERKAIT: