Merindukan Peran Pemerintah

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
OLEH:
  • Kamis, 29 Juni 2017, 08:51 WIB
PETANI merindukan harga jual getah karet sebesar Rp 20 ribu/kg untuk sejahtera. Setidaknya berharap harga jual getah karet minimal Rp 10 ribu/kg di tingkat petani, agar petani dapat melakukan pemupukan dan menggunakan pestisida.

Namun apa daya harga jual getah karet hari ini seharga Rp 5.000/kg. Dibandingkan sebulan sebelumnya seharga Rp 6000/kg untuk penjualan di pinggir jalan beraspal. Agak jauh ke dalam kebun berjalan tanah dan atau berbatu, maka harga jual getah karet oleh pedagang pengumpul dihargai Rp 3000/kg.

Sementara itu harga jual karet di pasar dunia kualitas ekspor seharga  98,6 sen/pon per 17 Juni 2017. Harga tersebut senilai Rp 13.129/kg. Artinya petani getah karet di pedalaman kebun di Indonesia menerima harga sebesar 22,85 persen dari pembentukan harga di pasar internasional.

Lonjakan harga jual karet di tingkat petani pelosok pedalaman kebun dan sedemikian rendah keadilan pembentukan harga di tingkat petani karet merupakan tantangan yang serius. Itu sekalipun lokasi kebun petani bukanlah berada jauh dari pabrik pengolahan karet berskala menengah. Sekalipun petani berluas lahan 10 hektar, namun penjualan hasil panen karet harian dan mingguan sulit untuk memenuhi batasan volume minimal pembelian untuk dapat dibeli secara langsung oleh pabrik.

Implikasinya adalah peran pedagang pengumpul dan pedagang perantara sangat besar dalam menentukan keadilan dan normalitas pembentukan harga getah karet di tingkat petani. Namun tidak baik, apabila para pedagang dan makelar dimusuhi. Itu karena mereka melaksanakan kegunaan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran misalnya pedagang mengumpulkan getah karet untuk dapat dijual memenuhi volume dan kualitas standar minimum ke pabrik sebagaimana kelaziman pengaturan efisiensi skala kontrak pengadaan barang.

Perdagangan komoditi non migas dan migas di pasar dunia sesungguhnya telah mempunyai mekanisme pasar lelang dan kontrak berjangka untuk menjaga stabilisasi harga pasar. Akan tetapi regulasi tersebut masih kurang efektif dalam menjaga pola perilaku keliaran normalitas lonjakan harga. Sekalipun Indonesia merupakan produsen utama produk karet, namun Indonesia bukanlah penentu harga karet tingkat dunia. Apalagi untuk berharap pemerintah berdaya dalam menjaga ketentraman dari keliaran lonjakan harga, termasuk keadilan terhadap harga yang diterima petani di dalam negeri. Untuk menjadi penentu harga, maka pemerintah perlu menjaga  pengorganisasian penguasaan stok pasokan sekitar 20 persen.

Kelembagaan pembentukan harga karet maupun produk tanaman tahunan lain, juga tanaman semusim dan hortikultura sungguh sangat mendambakan peran pemerintah. Perbaikan keliaran lonjakan harga dan ketidakadilan pembentukan harga pertanian kiranya perlu meniru manfaat kelembagaan ikatan pernikahan menggunakan pendekatan keagamaan di tengah godaan kawin kontrak, hidup bersama tanpa menikah, dan pernikahan sejenis. [***]

Penulis adalah peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan dosen Universitas Mercu Buana

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA