SEDARI awal pertarungan akan berlangsung sengit, keras, vulgar. Inilah pilkada paling menguras energi, caci maki dan hoax tiada terkira. Masalahnya simpel ada calon gubernur yang sudah menyandang 'Terdakwa' harus dimenangkan. Sebuah standar moral yang kembali ke zona Orba.
Reformasi ditegakan untuk good governance atau pemerintahan yang baik. Artinya sang pemimpin tidak boleh memiliki beban apalagi seberat terdakwa.
Ada getak getuk yang kasat mata, sang terdakwa lebih nyaman melawan paslon nomor tiga. Simpel saja kalau-kalau lawan paslon nomor satu maka pendukung paslon nomor akan bulat migrasi. Sedang kalo lawan nomor tiga maka pendukung nomor satu akan mudah terpecah (ada partai pemerintah didalamnya. Maka obok-obok ala Orba begitu dahsyat menghujam ke psalon nomor satu, nyaris tiga bulan terjadi. Tapi semua skenario bak puzzle tidak ada kejahatan yang sempurna.
Memang elect nomor satu agak turun, namun elect nomor tiga menaik justru sebagian dari pendukung nomor dua atau yang muslim. Injury time baru disadari maka hujaman berupa black campaign yang masif juga melanda ke nomor tiga. Ada dua truk besar yang isinya black campaign nomor tiga bisa diamankan (berani bertaruh pasti lolos nih).
Maka saya berkesimpulan agak berat paslon nomor dua ditambah kinerja pemerintah yang gagal (harga cabai sepanjng sejarah melebihi harga daging). Manuver Tjahjo (Mendagri Tjahjo Kumolo) soal tafsir non aktif, banjir di sebagian wilayah yang beruntut dengan kemacetan. Warga Jakarta akan terhibur dengan paslon nomor satu dan nomor tiga menuju real final. Vox populi vox dei.
[***] Andrianto Sip.
(Pemerhati politik, Presidium Persatuan Pergerakan (PP)
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: