MAPK dan Full Day School-nya

Selasa, 08 November 2016, 22:25 WIB
<i>MAPK dan Full Day School-nya</i>
Faried Wijdan
KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menerapkan full day school (FDS) secara nasional dengan sistem piloting (percontohan). Proyek
percontohan full day school ini diterapkan mulai tahun pelajaran 2017/2018. Untuk
pemanasan piloting full day school akan dimulai semester genap tahun pelajaran
2016/2017. Pro dan Kontra lambat laun senyap.
 
Berkaca pada sejarah pendidikan di Nusantara, sistem pembelajaran sehari penuh
(full day school) sesungguhnya bukan hal baru. Sistem ini telah lama diterapkan dalam
tradisi pesantren melalui sistem asrama atau pondok, meskipun dalam bentuknya yang
sangat sederhana. Bahkan jika ditarik ke belakang, sistem asrama telah dipraktikkan
sejak masa pengaruh Hindu-Budha pra-Islam.

Sistem asrama dalam tradisi pesantren sangat kaya dengan pendidikan utuh dan integral yang melahirkan peserta didik yang ‘mantap’ dari segi kognitif, namun juga ‘memukau’ afektif dan psikomotoriknya, yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan formal lainnya. Di pesantren ketiga bidang tersebut akan selalu dapat dipraktikkan dengan modal sistem 24 jam. Mereka mengengena kredo: suatu ilmu tanpa ada pengamalan dicap sebagai yang tak bermanfaat.

Sampai saat ini sistem full day school sebenarnya telah menjadi kecenderungan  kuat
dan dipraktikkan dalam proses edukasi di negara kita. Banyak lembaga pendidikan
yang menerapkan sistem ini dengan model yang sangat variatif. Istilah yang digunakan
juga beragam, seperti; fullday school, boarding school, dan program makhad. Salah
satunya adalah Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK).

MAPK sebagai Benchmark Full Day School

MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus), pesantren negeri yang diinisiasi oleh
Almarhum Munawir Sadzali (Menteri Agama RI 1983-1993), adalah salah satu terapan full day school plus dengan sistem asrama. Proses pembelajaran berlangsung secara aktif, kreatif, intensif, dan transformatif selama sehari penuh bahkan hampir kurang lebih 24 jam. Setiap siswa dihadapkan pada aktifitas super padat. Proses belajar dimulai dari tabuh 07.00  sampai dengan 17.00, dengan muatan pelajaran fisik
(olahraga), umum, agama, dan tutorial.

Selepas Maghrib dilanjutkan dengan aktifitas belajar informal seperti ngaji kitab kuning, hafalan kosakata bahasa asing dengan praktik structure dan conversation-nya, muhadarah (pidato), peminatan sastra, belajar deklamasi, teater, nyanyi indah, nulis indah (kaligrafi), peminatan komputer, dan lain-lain sampai pukul 22.00.

Semua kegiatan belajar intrakurikuler dan ekstrakurikulernya berorientasi pada pendidikan karakter yang bersifat menyenangkan.

Di MAPK benar-benar diterapkan konsep dasar "Integrated-Activity" dan
"Integrated-Curriculum". Hal inilah yang membedakannya dengan sekolah lain pada
umumnya. Di sekolah ini semua program dan kegiatan siswa di sekolah, baik belajar,
bermain, berolahraga, dan beribadah dikemas dalam sebuah sistem pendidikan. Titik
tekan program FDS di MAPK ini adalah siswa selalu berprestasi dalam proses
pembelajaran yang berkualitas dengan harapan akan terjadi perubahan positif dari
setiap individu siswa sebagai hasil dari proses dan aktivitas dalam belajar. 

Adapun prestasi belajar yang ingin dicapai dari  pendidikan di MAPK terletak pada tiga ranah, sebagaimana riset Benjamin S. Bloom, yakni: kognitif, afektif, dan psikomotorik yang ketiganya merupakan sasaran (objectives) pendidikan (1). Prestasi yang bersifat kognitif. Adapun prestasi yang bersifat kognitif seperti kemampuan siswa dalam mengingat, memahami, menerapkan, mengamati, menganalisa, membuat analisa
tentang sebuah permasalahan melalui diskusi dalam sebuah bahtsul masail. Dengan ini
diharapkan setiap peserta didik akrab dengan kemampuan berpikir analitik dan
reflektif.

(2). Prestasi yang bersifat afektif. Siswa dapat dianggap memiliki prestasi yang
bersifat afektif, jika ia sudah bisa bersikap untuk menghargai perbedaan pola pikir,
aliran mazhab, sehingga diharapkan setipa peserta didik menjadi generasi yang
moderat, toleran dan tidak 'gegar' bermazhab dan ‘kagetan’ akan keragamaman.

(3). Prestasi yang bersifat psikomotorik, yakni kecakapan eksperimen verbal dan
nonverbal, keterampilan bertindak, bergerak, dan berkesenian menyalurkan bakat.
Setiap peserta didik diberi keleluasaan untuk mengaktualisasikan diri dan berperan di
lingkungan sekitar, seperti: mengadakan penyuluhan agama, menggelar advokasi dan
pemberdayaan masyarakat.

Setiap peserta didik diberi kesempatan untuk mengasah kreatifitas dengan mengikuti kelompok-kelompok teater, kursus dan komunitas kepenulisan dan sastra, menulis indah (khat), dan lain sebagainya di luar kurikulum dan jam asrama.

Singkat kata, penyelenggaran kegiatan belajar di sekolah kader ulama plus ini tidak
hanya intelectual oriented, namun berorientasi pada ranah cipta, rasa, dan karsa. Tiga
konsep taksonomi pembelajaran (teori Tringa) sebagaimana yang diajarkan Ki Hajar
Dewantara, yaitu ngerti, ngrasa, dan nglakoni  benar-benar diterapkan.

Belajar dengan ngerti (memahami ilmunya dengan pikiran), ngrasa (menghayati dan menghargai kegunaannya dengan nurani), dan nglakoni (melakukan kecakapan untuk memperoleh manfaatnya dengan indera).

MAPK adalah  percontohan penerapan essentialist religious education model, yakni sebuah model pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kematangan sosial dan profesional sekaligus hidup dalam nilai-nilai islami.

Selanjutnya, interaksi antara guru, pembina asrama dan peserta didik tidak serba  
formal mekanistis. Setiap peserta didik diberikan ruang untuk mengaktualisasikan
potensinya, senapas dengan puisi Plutarch, "pikiran bukanlah bejana untuk diisi, tapi
api untuk dinyalakan."

Di sekolah ini juga, meskipun berpedoman pada kurikulum (diktat) dari Kementerian Agama, setiap peserta didik diberi kebebasan untuk membaca buku-buku umum segala topik di luar perpustakaan asrama. Tidak ada pembatasan dan indoktrinasi, karena pada dasarnya setiap peserta didik bukanlah sebuah 'celengan' yang harus diisi dan dijejali guru. Iklim intelektual yang dibangun dan ditradisikan di MAPK adalah bukan peserta didik yang mengejar pengetahuan, melainkan pengetahuan mengejar mereka. Semua proses belajar mengajar senantiasa melibatkan inisiatif peserta didik.  

MAPK adalah ruang yang menerapkan active learning sejati. Tugas para guru dan
pembina asrama ialah mempersiapkan wahana, miliu, dan bimbingan yang intensif
(secara fisik, psikologis, dan ruhani) demi tumbuh suburnya ‘benih' potensi setiap
peserta didik. Penerapan sistem full day school sebagaimana praktik di MAPK lebih
memungkinkan terwujudnya intensifikasi dan efektivitas proses edukasi.

Full day school dengan pola asrama yang tersentralisir dan sistem pengawasan 24 jam sangat memungkinkan bagi terwujudnya intensifikasi  proses pendidikan dalam arti peserta didik lebih mudah diarahkan dan dibentuk sesuai dengan misi dan orientasi lembaga bersangkutan. Ini cocok untuk penguatan pendidikan karakter yang menjadi problem besar pendidikan di Indonesia.

MAPK adalah success story penerapan sistem full day school. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Republik Indonesia barangkali
bisa  ‘mengkloning’ sistem full day school ala MAPK, merevitalisasi secara serius dan
memodernisasinya. Perlu perbaikan-perbaikan seperti sistem manajemen dan etos
kerja, kualitas dan kuantitas guru, kurikulum, sarana fisik, dan fasilitasnya. [***]

Faried Wijdan
Pengamat Pendidikan Islam 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA