Seperti yang beredar saat ini selain incumbent, sudah bermunculan kandidat yang di-endorse oleh partai politik. Walau belum pasti akan menjadi kandidat, namun melihat peta survei yang ada, sang incumbent masih terlihat lebih leading dibanding dengan yang lain. Ini terlihat sangat wajar melihat kelebihan yang dimiliki oleh sang incumbent, ditambah dengan relawan yang sudah jauh hari bergerak untuk memunculkan alternatif calon independen. Bila dilihat strategi yang dipakai oleh incumbent dengan rencana menggunakan jalur independen sangat terlihat jelas bagian dari untuk menaikkan nilai tawar kepada parpol-parpol yang ada saat ini. Perlu diingat utk memenuhi syarat dukungan bukan hanya berapa banyak dukungan foto copy KTP yang diperoleh namun juga ada syarat lain sebagai kelengkapan untuk verifikasi keabsahan dukungan dimaksud, semisal bahwa dukungan tersebut sudah harus mencantumkan nama pasangan calon serta hal legitimasi dukungan yang disyaratkan oleh KPU.
Bila melihat proses dari pengumpulan dukungan tersebut yang dilakukan relawan saat ini dengan membuka gerai di ruang publik akan ada kesulitan bila harus mengkonfirmasi ulang sejumlah dukungan yang ada. Hanya sekedar untuk memperbaiki surat dukungan dimaksud, walau masih cukup waktu kerja keras ini harus betul-betul dapat terukur. Kalaupun nanti secara jumlah sudah memenuhi syarat akan ada proses lanjutan yang dilakukan oleh KPU untuk melakukan uji sampel kepada para pendukung dimaksud, ini juga akan terlihat sejauhmana kerja-kerja relawan selama ini dalam proses yang sudah terbangun.
Parpol sendiri saat ini sudah mulai melakukan konsolidasi serta penjajakan terkait pilgub DKI, mengingat Jakarta barometer politik nasional. Selain PDI Perjuangan yang sudah memunculkan sejumlah nama pada Rakernas beberapa waktu yang lalu, Partai Gerindra juga secara lebih terbuka menerapkan penjaringan para kandidat yang saat ini terjaring delapan orang walau beberapaa orang yang terjaring perlu dikonfirmasi ulang kesediaannya. Golkar, PPP serta PKS dan Demokrat sendiri sudah mulai memunculkan kader potensialnya untuk melihat reaksi pasar, mengingat selain PDIP, partai-partai yang dimaksud harus melakukan koalisi untuk memenuhi syarat pencalonan. Terlepas dari kondisi yang ada dalam beberapa kesempatan sangat terlihat jelas Gubernur Ahok sang incumbent mendapat tempat di PDIP. Menurut pengakuan beliau, hubungan personal dengan sang ketua umum partai cukup baik, ini menjadi sinyal yang cukup kuat akan ada peluang sang incumbent mendapat restu untuk mendapat dukungan dari PDIP, namun indikasi ini masih perlu waktu pembuktian, mengingat PDIP sendiri memiliki mekanisme baku dalam menentukan kandidat yang akan diajukan dalam setiap pilkada.
Berdasarkan pengalaman dari pilkada di Jakarta beberapa waktu yang lalu sedikit catatan bahwa semenjak 2002 hingga pilkada 2007 PDIP tidak mencalonkan kader sendiri, namun saat Pilkada 2012 seperti yang kita lihat bahwa Jokowi yang merupakan kader PDIP dari Solo berhasil memenangkan Pilkada Jakarta, bahkan hari ini menjadi Presiden RI ke-7. Sebagai sebuah partai yang sarat dengan pengalaman keputusan PDIP ini akan sangat ditunggu oleh baik para kandidat, parpol lain, bahkan warga Jakarta sendiri. Apakah pada akhirnya akan memajukan kader terbaiknya seperti 2012 atau pada akhirnya menjadi pintu masuk incumbent Gubernur Ahok untuk menjadi pemenang Pilkada Jakarta 2017 sebagai batu lompatan menuju posisi yang lebih tinggi pada Pilpres 2019.
*Budi Siswanto, Founder Forum Cipta Bangsa
BERITA TERKAIT: