Empat belas tahun belakangan ini, begitu banyak konflik-konflik yang terjadi baik yang terekspos media maupun tidak. Konflik-konflik yang terjadi seperti konflik Aceh, Ambon, Poso, Sampit, Papua, Cikeusik dan Sampang. Lain lagi konflik antar kelompok pelajar, koflik antar geng, konflik antar ormas/OKP dan lain-lain. Konflik-konflik ini merupakan bagian dari krisis multi dimensi yang dihadapi Negara dan Bangsa Indonesia.
Konflik-konflik yang terjadi telah menunjukkan kepada semua komponen bangsa bahwa ada sesuatu yang mulai hilang dan dilupakan yaitu Pancasila. Ideologi Pancasila sebagai pilar pemersatu telah rapuh dan menyebabkan struktur pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak sekokoh sebelum era reformasi.
Harus diakui bahwa perubahan dari era orde baru ke era reformasi telah merubah semua dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pancasila dianggap sebagai produk orde baru yang syarat dengan kepentingan penguasa. Pancasila pun sekarang mulai enggan untuk disentuh dan cenderung tidak diperdulikan. Pancasila semakin tidak populer serta memudar sehingga Bangsa dan Negara Indonesia mengalami kehilangan jati dirinya.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu karakter utama bangsa yang berjiwa Pancasila adalah mandiri, menjunjung tinggi toleransi dan suka bergotong royong. Karakter ini sudah sangat sulit dijumpai pada masyarakat Indonesia. Bangsa ini mulai kelihatan kurang mandiri dan sangat tergantung pihak luar. Rasa toleransipun semakin kaku dan sulit menembus batas-batas primordialisme seperti agama, etnis, ras dan golongan. Pancasila tidak lagi menjadi sumber energi dan landasan utama dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Apabila ditelusuri lebih jauh kenapa konflik-konflik terus merebak dan terus berlanjut di Indonesia pada dasarnya disebabkan dari permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat itu sendiri seperti kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, kebijakan yang kurang tepat, kurangnya pemberdayaan, perubahan kondisi ekonomi, politik, sistem pemerintahan yang tidak berpihak pada rakyat, lemahnya penegakan hukum serta pembiaran negara terhadap kekerasan yang terjadi.
Berlarut-larutnya konflik yang terjadi di Indonesia, bukan hanya akan menyengsarakan korban konflik dan semakin mengaburkan inti persoalan yang sesungguhnya dan berimplikasi pada semakin kompleksnya persoalan. Berlarut-larutnya dampak konflik di sebuah daerah bisa juga menjadi motivasi dan bahkan menumbuhkan solidaritas yang bernada negatif-destruktif komunitas yang di daerah lain. Hal ini dapat memicu terjadinya radikalisme dan terorisme.
Radikalisme dan terorisme inilah yang nantinya akan membuat disintegrasi Bangsa Indonesia. Perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan sedini mungkin sehingga konflik tidak berkembang menjadi radikalisme dan terorisme. Semua elemen Bangsa Indonesia harus sama-sama mencegah terjadinya konflik. Pencegahannya dapat dilakukan dengan tiga pendekatan.
Pertama, pendekatan kultural; dengan mengedepankan aspek kognitif, yaitu dengan melakukan kegiatan yang bersifat memberi pemahaman dan menambah wawasan tentang ideologi Pancasila, masalah keagamaan, kebangsaan, demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Kedua pendekatan struktural, pendekatan ini mengedepankan aspek relasi atau hubungan komunikasi secara intens. Ketiga pendekatan hukum; apabila ada tindakan yang jelas-jelas melanggar hukum maka dikenakan tindakan hukum setelah melalui proses pengadilan.
Kemampuan suatu negara dalam mengatasi konflik diukur berdasarkan kemampuan menegakkan keadilan, perlindungan hukum, pencerdasan anak bangsa serta penciptaan kesejahteraan rakyatnya. Kegagalan pemerintah dalam menjalankan amanah dan kepercayaan masyarakat akan bermuara kepada kegagalan sebuah negara dan kematian sebuah negara secara substantif.
Jika pemerintah tidak dapat melaksanakan peran vitalnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka radikalisme dan terorisme akan terus merebak di mana-mana. Untuk itu diperlukan penguatan kembali peran pemerintah melalui refungsional dan revitalisasi birokrasi dan aparatur negara yang bersifat legal-rasional, melindungi, egaliter dan demokratis. Dan tujuan negara untuk menciptakan masyarakat adil, makmur dan sejahtera akan dapat terwujud. Perlu juga dicamkan bersama bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu sudah harga mati dari Sabang sampai Merauke.
Mari terus berjuang untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Bangkitlah Negeriku, Jayalah Indonesiaku.
Penulis adalah Kordinator PPI Se-Dunia
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.