Inilah Manuver Menarik Jelang 2014

Jumat, 27 Mei 2011, 22:30 WIB
PEMILU 2014 masih panjang. Akan tetapi fenomena gejolak dan manuver sejumlah partai mulai terasa. Hal itu tak lepas dari amanat UU 2/2011 mengenai partai politik yang dalam salah satu poinnya mengatakan bahwa partai politik harus sudah terdaftar sebagai badan hukum sejak 2,5 tahum sebelum dilaksanakannya pemilu. Dan ini berarti batas akhirnya adalah tanggal 22 Agustus 2011 atau beberapa bulan lagi.

Waktu yang sangat sempit disertai dengan sejumlah persyaratan yang sangat berat, membuat sejumlah partai mencoba untuk melakukan sejumlah manuver. Manuver yang paling hangat kita temui adalah terjadinya fusi sepuluh partai kecil yang membentuk Partai Persatuan Nasional (PPN). PPN ini dibentuk dari fusi sejumlah partai, yaitu 10 partai kecil yang pernah menjadi peserta pemilu pada tahun 2009. Diatara partai-partai itu adalah PPD, PNBK, PIS, PPDI, PMB, PDP, Pelopor, Patriot, PPI, dan PKDI.

Ada beberapa catatan menarik mengenai bergabungnya sejumlah partai ini dalam satu kesatuan. Yang pertama, permasalahan ideologi. Secara kasat mata, kita melihat ada kendala yang besar dalam ideologi. Partai Persatuan Nasional yang digadang-gadang akan mampu bersaing dalam Pemilu 2014 tercatat mempunyai ideologi “gado-gado”.

Partai Matahari Bangsa yang merupakan anak haram dari PAN sudah akrab dengan ideologi Muhammadiyah, lantas Partai Kasih Demokrasi Indonesia sudah kita kenal dengan ideologi Kristen dan Katolik, sementara itu Partai Demokrasi Pembaruan yang merupakan saudara tiri dari PDI-P dikenal dengan ideologi nasionalismenya.

Dengan format ideologi seperti ini, yang kemudian menjadi pertanyaan kita bersama adalah, apakah mampu partai ini bertahan dalam gelombang pesta demokrasi tanpa ideologi atau dengan kata lain identitas dan tujuan yang jelas.

Yang kedua, partai ini dibentuk dengan alasan untuk mensiasati sejumlah persyaratan dalam UU 2/2011, terutama item mengenai kewajiban adanya kantor tetap disetiap provinsi serta dibuktikan dengan akta notaris. Dengan kata lain, pendirian partai ini bukan didasarkan oleh kesamaan visi dan misi, melainkan adanya kepentingan bersama agar mereka bisa berpartisipasi dalam Pemilu 2014.

Ketika suatu partai hanya berpijak pada kepentingan semata, yang kemudian kita pertanyakan adalah kontinuitas partai tersebut paska Pemilu 2014.

Catatan ketiga adalah independensi partai ini masih patut dipertanyakan. Selang beberapa hari paska deklarasi, salah satu partai mengklaim masih optimis lolos verifikasi parpol untuk Pemilu 2014. Ketika aroma perpecahan sudah tercium bahkan sebelum genderang perang berbunyi, maka sirene merah patut dinyalakan.

Pertanyaan besar yang kemudian perlu kita sampaikan adalah mampukah partai ini bersaing dalam pemilu 2014?

Fenomena selanjutnya adalah berdirinya partai Nasional Demokrat yang mempunyai keidentikan dengan ormas bentukan Surya Paloh Nasional Demokrat. Entah mempunyai hubungan atau tidak yang jelas hal ini memicu munculnya kontroversi di masyarakat. Partai yang mempunyai sejumlah kader di ormas Nasdem mulai membentengi dirinya.

Sebagaimana kita ketahui, sejumlah tokoh berpengaruh merupakan anggota Nasdem. Seperti Raja Jawa Sri Sultan Hamengkubuwono X, Fery Mursyidan Baldan, hingga Budiman Sudjatmiko. Status mereka tentu saja akan dipertanyakan apabila Nasdem betul-betul berlabuh dalam samudra politik Indonesia.

Penulis sendiri melihat fenomena ini sebagai suatu realitas yang sederhana. Ibarat seorang penari, Nasdem mencoba untuk berdiri diatas dua kaki. Salah satu kakainya berada diranah politik praktis, kaki yang lainnya di ranah sosial kemasyarakatan. Nasdem mencoba untuk melihat sejauh mana respon masyarakat apabila ormas ini terjun ke ranah politik.

Apabila ternyata apresisasi masyarakat sangat besar, ormas nasdem akan melebur bersama Parpol dan berkonsentrasi untuk pelaksanaan pemilu 2014. Namun sebaliknya, apabila ternyata respon masyarakat tidak begitu apresisatif dan cenderung mencela, maka partai nasdem akan tetap berdiri dengan apa adanya, begitu pula ormas nasdem akan tetap berkonsentrasi dalam membentuk jaringan demi mengumpulkan modal untuk bersaing dalam politik praksis diwaktu yang akan datang.

Fenomena partai lain yang telah resmi mendaftar di kementerian hukum dan ham adalah Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia yang merupakan partai bentukan dari putri almarhum K.H Abdurrahman Wahid, yaitu Yenny Wahid. Partai ini adalah buah dari konflik yang berkepanjangan dari Partai Kebangkitan Bangsa. Setelah berulang kali mengalami konflik hingga berefek pada tercecernya suara PKB hingga 4 persen.

Yenny melihat bahwa partai yang dipimpinnya berpotensi untuk mendapatkan suara lebih besar dari PKB. Partai ini cukup fenomenal dan potensial karena selain dipimpin oleh putrid tokoh ternama, partai ini juga mempunyai ideologi dan basis suara yang jelas. Ideologi yang diusung oleh partai ini jelaslah Islam Nahdlatul Ulama, yang mana kita ketahui mempunyai pengikut fanatik yang cukup besar terutama didaerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Basis suara yang ingin didapatkan oleh Yenny juga sangat jelas, yaitu kantong-kantong Nahdliyyin di sejumlah pesantren, serta daerah tapal kuda yang terkenal fanatik terhadap sosok Gus Dur.

Partai Baru Kepentingan Baru

Munculnya sejumlah partai baru tentu saja berimplikasi terhadap munculnya sejumlah kepentingan yang baru. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa semua partai berdiri atas dasar kepentingan. Bukan kepentingan masyarakat yang jadi prioritas, namun kepentingan sejumlah golongan yang selalu diutamakan. Kebobrokan lembaga legislatif di Indonesia sudah bukan lagi rahasia umum. Oleh karena itu penulis mencoba untuk memberikan saran bagi sejumlah partai yang kemungkinan besar akan ikut bersaing dalam pemilu 2014 nanti.

Pertama, ideologi partai harus dibangun dengan visi dan misi yang kongkret dan realistis. Masyarakat sudah jenuh dengan janji yang muluk-muluk, namun tidak ada hasil yang dicapai. Kedua, partai harus bertanggung jawab terhadap kredibiltas wakil rakyat yang akan duduk di senayan. Mekanisme fit and proper test yang ada ditubuh partai selama ini terbukti kurang efektif. Pada akhirnya orang-orang yang duduk menjadi anggota legislative hanyalah orang-orag populis dan orang-orang berduit yang tidak mempunyai hasrat sedikitpun untuk menyejahterakan konstituennya.  

Ahmad Gelora Mahardika
Penulis adalah peneliti di Foppera (Forum pendidikan untuk rakyat ) Jogjakarta dan Mahasiswa S-2 Ilmu Politik UGM.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA