Meski Ada Beking, Pemerintah Harus Berani Tangkap Pembalak Liar di Sumatera !

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Sabtu, 13 Desember 2025, 13:30 WIB
Meski Ada Beking, Pemerintah Harus Berani Tangkap Pembalak Liar di Sumatera <i>!</i>
Material kayu yang terbawa arus saat banjir bandang di Kota Padang (Foto: BNPB)
rmol news logo Pemerintah dan aparat penegak hukum didesak untuk segera mengungkap serta menangkap korporasi pembalakan liar yang diduga menjadi penyebab banjir bandang di Sumatera.

Menurut Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, aparat penegak hukum harus bergerak cepat agar korporasi pembalakan liar di Indonesia, khususnya di Sumatera, dapat segera terungkap. 

Langkah tegas tersebut penting dilakukan untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang.

“Aparat hukum seyogyanya cepat bergerak agar segera diketahui korporasi pembalakan liar di Indonesia, khususnya di Sumatera,” kata Jamiluddin, kepada RMOL, Sabtu, 13 Desember 2025.

Jamiluddin menegaskan, aparat tidak perlu ragu dalam menindak pelaku pembalakan liar karena Presiden Prabowo Subianto telah secara tegas mengingatkan agar tidak ada penebangan pohon secara sembarangan.

“Penebang pohon sembarangan itu kiranya juga berlaku pada korporasi pembalakan liar. Korporasi semacam ini sudah tentu menebang pohon sembarangan,” tegasnya.

Atas dasar itu, Jamiluddin menilai sudah saatnya penegak hukum bersikap berani dan tegas. Ia meminta aparat tidak lagi takut mengungkap maupun menindak korporasi pembalakan liar, termasuk pihak-pihak yang menjadi beking di belakangnya.

“Penegak hukum tak boleh lagi takut untuk mengungkap korporasi pembalakan liar. Aparat hukum juga tak boleh lagi takut pada beking korporasi pembalakan liar.” pungkasnya.

Sebelumnya, Kemenhut menyegel empat titik yang dianggap menjadi penyebab bencana Sumatera. Yakni areal Konsesi TPL Desa Marisi (Tapsel), PHAT Jhon Ary Manalu (Pardomuan), PHAT Asmadi Ritonga (Dolok Sahut), dan PHAT David Pangabean (Simanosor Tonga). Sementara tujuh PHAT yang ikut kena segel masing-masing berinisial JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M.

Investigasi awal menduga ada praktik pemanenan atau pengambilan hasil hutan tanpa izin pejabat berwenang. Pelanggaran ini masuk Pasal 50 ayat 2 huruf c UU 41/1999 dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 3,5 miliar sebagaimana Pasal 78 ayat 6. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA