UUD 1945 Amandemen Masih Jauh dari Cita-cita Demokrasi Pancasila

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Minggu, 07 Desember 2025, 06:37 WIB
UUD 1945 Amandemen Masih Jauh dari Cita-cita Demokrasi Pancasila
Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI) Dr. Rasminto. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
rmol news logo Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI) Dr. Rasminto menilai bahwa amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dilakukan pada periode 1999–2002 belum sepenuhnya mewujudkan cita-cita penguatan demokrasi, perlindungan hak asasi manusia, serta pemisahan kekuasaan negara secara ideal.

Hal tersebut disampaikan Rasminto dalam Focus Group Discussion (FGD) Badan Pengkajian MPR RI bertema “Kedaulatan Rakyat Perspektif Demokrasi Pancasila” yang digelar di Tangerang, Kamis, 4 Desember 2025.

Menurut Rasminto, secara normatif, amandemen konstitusi telah membawa perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama dalam mempertegas prinsip demokrasi dan supremasi hukum. 

Namun dalam praktiknya, ia menilai masih terdapat persoalan substansial yang menghambat terwujudnya demokrasi yang benar-benar berpihak kepada rakyat.

“Tujuan amandemen itu sejatinya untuk memperkuat demokrasi, menjamin hak asasi manusia, serta menata pemisahan kekuasaan. Tetapi dalam praktik ketatanegaraan dan penegakan hukum, tujuan itu belum sepenuhnya tercapai,” ujar Rasminto dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu malam, 6 Desember 2025.

Ia juga menyoroti tingginya angka pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi sebagai indikator kompleksitas persoalan regulasi di Indonesia. Sepanjang 2019 hingga 2025, tercatat sebanyak 125 permohonan judicial review terhadap undang-undang, dengan jumlah terbesar berkaitan dengan omnibus law.

“Ini menunjukkan bahwa problem regulatif kita sangat kompleks dan cenderung membuka ruang instabilitas dalam sistem hukum dan politik nasional,” tegasnya.

Selain aspek regulasi, Rasminto turut menekan­kan masih adanya kesenjangan literasi politik di tengah masyarakat.

"Kondisi tersebut berdampak pada lemahnya posisi rakyat dalam mengawal jalannya demokrasi dan kebijakan publik", jelasnya. 

Untuk itu, ia mendorong penguatan kembali spirit kedaulatan rakyat dalam UUD 1945 agar demokrasi Pancasila benar-benar menempatkan rakyat sebagai pusat tata kelola pemerintahan.

“Demokrasi Pancasila jangan hanya berhenti pada simbol dan prosedur. Ia harus benar-benar memastikan rakyat menjadi subjek utama dalam pengambilan keputusan negara,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Rasminto juga menilai bahwa pembenahan sistem pemilu dan partai politik menjadi agenda mendesak.

"Reformasi pada pembenahan sistem pemilu dan partai politik diperlukan guna menciptakan keseimbangan antara keterwakilan politik dan stabilitas pemerintahan," jelas dia. 

Ia pun berharap perlu dipertimbangkan ketika adanya amandemen UUD, perlu diperhatikan hak generasi mendatang dan lingkungan hidup, ini jadi concern terlebih musibah bencana alam Sumatera yang memilukan akibat persoalan lingkungan hidup. 

"Diharapkan Amandemen UUD dapat menimbang pencantuman eksplisit terkait hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta keadilan antargenerasi dalam pemanfaatan SDA, agar musibah bencana alam akhir November 2025 tidak terulang," ungkapnya. 

Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas pendanaan politik untuk mencegah menguatnya praktik oligarki yang berpotensi menggerus kedaulatan rakyat.

“Tujuan utama bernegara adalah memakmurkan rakyat. Maka konstitusi harus memastikan negara berjalan secara simetris, adil, dan tidak elitis,” pungkas Rasminto. rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA